Di era kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu, Madinah pernah dilanda paceklik berkepanjangan dan, sebagai akibatnya, juga kelaparan.
Cukup lama krisis itu berlangsung sehingga akhirnya warga berdatangan ke kediaman khalifah untuk mengeluhkan penderitaan mereka.
“Wahai Khalifah Rasulullah, sudah cukup lama langit tidak mengucurkan hujan, bumi tak lagi menumbuhkan sesuatu dan warga pun banyak yang menderita kelaparan. Lalu apa yang harus kita lakukan?” keluh mereka.
“Baik, sekarang kalian pulanglah dulu dan bersabarlah. Aku berharap sore nanti Allah memberikan jalan keluar yang lapang buat kita semua,” jawab Khalifah.
Warga pun segera bubar.
Sore harinya terbetik kabar bahwa sebuah kafilah dagang besar milik Sayyidina Utsman bin Affan radhiyallahu anhu akan datang dari Syam.
Karuan saja warga, terutama kaum miskin, berdatangan untuk menyambut kedatangan kafilah tersebut.
Ternyata benar, tak tanggung-tanggung kafilah itu terdiri dari seribu ekor unta dengan muatan ragam komoditas yang melimpah terdiri dari tepung, minyak goreng, minyak samin, buah-buahan, dan lain sebagainya.
Langsung parkir di halaman rumah Sayyidina Utsman, barang muatan pun segera dibongkar.
Selang beberapa saat kemudian para pedagang berdatangan untuk memborong barang dagangan itu. Utsman menemui mereka dengan ramah.
“Maaf, kalau boleh tahu maksud kedatangan kalian apa ya?” tanya si tuan rumah.
“Engkau tahu maksud kami. Kami harap engkau mau menjual barang-barang ini kepada kami. Engkau tahu warga kita saat ini sangat membutuhkannya,” jawab mereka.
“Baik, kalian berani memberiku keuntungan berapa?”
“Satu dirham akan kami beli dengan dua dirham.”
“Tapi pedagang lain berani membeli lebih dari itu.”
“Baik, empat dirham kami beli.”
“Ada yang lebih dari itu.”
“Baik, lima dirham.”
“Masih ada yang berani lebih dari itu.”
“Aduh, maaf, siapa sih itu? Lha wong di Madinah ini tidak ada pedagang lain selain kami dan tidak ada pedagang luar yang mendahului kami datang kepadamu. Lalu siapa yang berani membeli lebih tinggi dari kami?”
“Allah! Yah, Allah berani memberiku keuntungan sepuluh kali lipat. Kalian berani lebih dari itu?”
Medengar jawaban itu mereka hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, sementara mulut mereka tak bisa berucap sepatah pun kata-kata. Kemudian,
“Nah, sekarang aku persaksikan kepada Allah bahwa semua barang yang dibawa oleh unta-unta ini adalah sedekah untuk semua fakir, miskin dan papa dari kaum muslimin,” kata Usman.
Lalu Utsman membagi-bagikan sendiri barang-barang dagangannya itu kepada semua fakir miskin di Madinah. Semuanya habis terbagi, sementara tak satu pun warga miskin di Madinah yang tak kebagian, masyaallah.
اللهم ارض عن عثمان بن عفان وعن العدول من خلفاء المسلمين وأرضهم وقربهم إليك برحمتك يأ أرحم الراحمين آمين