Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Kisah ulama Syafi’i diajak diskusi di hari berkabung

Avatar photo
30
×

Kisah ulama Syafi’i diajak diskusi di hari berkabung

Share this article

Dulu di Bagdad ada tradisi apabila ada orang yang meninggal maka keluarga mayit akan duduk di masjid selama beberapa hari.

Para tetangga dan sahabat akan berkumpul membersamainya. Biasanya waktu takziah tersebut dihabiskan dengan membaca Al-Quran atau diskusi ilmiah antara ulama yang hadir.

Kemudian nanti di hari terakhir mereka akan menyampaikan pesan takziah dan menyemangati orang yang ditimpa kemalangan untuk kembali kepada kegiatannya semula.

Pernah kejadian, yang meninggal adalah istri dari Qadhi Abu Al-Thayyib Al-Thabari. Beliau adalah ulama Syafi’iyah terkemuka di masanya.

Karena yang wafat adalah keluarga dari seorang ulama besar, majelis takziah pun dihadiri oleh ulama dan banyak pelajar.

Turut hadir Qadhi Abu Abdillah Al-Shaimari, ulama terkemuka dari mazhab Hanafi. Keseniorannya dalam usia dan ilmu setara dengan Qadhi Abu Thayyib.

Melihat kesempatan yang super langka ini, para murid meminta mereka agar mengangkat sebuah permasalahan untuk didiskusikan.

Para murid membujuk mereka dan menyampaikan bahwa kebanyakan yang hadir adalah orang yang jauh, datang ingin bertabarruk (mendapat berkah) dari mereka berdua dan mengambil permasalahan ilmu dari keduanya.

Memang orang yang datang ke Baghdad sejak beberapa tahun lalu pun tidak pernah mendapat kesempatan mendengar debat ilmiah mereka berdua karena mereka sudah tidak aktif berdebat lagi selama beberapa tahun

Akhirnya debat ilmiah pun diadakan, namun mereka diwakili oleh murid mereka masing-masing. Qadhi Abu Abdillah Al-Shaimari diwakili oleh Abu Abdillah Al-Damighani dan Qadhi Abu Thayyib diwakili oleh Syeikh Abu Ishaq Al-Syirazi.

Syekh Abu Ishaq merupakan salah satu murid Qadhi Abu Thayyib yang paling cemerlang. Soal debat, Syeikh Abu Ishaq dijuluki sebagai singa debat yang tak tertandingi. Permasalahan yang diangkat adalah apakah istri punya hak fasakh (membatalkan pernikahan) jika suami tidak mampu menafkahi?

Syekh Abu Ishaq yang mengikut mazhab Syafi’i dan jumhur berpendapat bahwa istri punya hak fasakh. Sementara Abu Abdillah yang mengikut mazhab Hanafi berpendapat istri tidak punya hak fasakh. Keduanya menyampaikan argumentasi masing-masing dan saling membantah satu sama lain.

Sebuah kejadian yang cukup ekstrem dalam suasana takziyah. Bayangkan saja kalau Qadhi Abu Thayyibnya yang jadi debat. Bagaimana mungkin orang tua yang sedang berduka, yang belum lama ditinggal mati istri tercinta diminta berdebat.

Kalau tiba-tiba tetes air mata beliau saat debat, maka suasana akan jadi kikuk. Lawan debat jadi dilema. Ingin menyambar-nyambar dalam berdalil tidak tega. Tapi kalau mengalah nanti Syafi’iyah menang mudah, bisa malu di depan murid-murid. Mungkin para murid ini memang kurang peka.

Kontributor

  • Khalilul Rahman

    Khalilur Rahman, Lc. Dipl. Mengenyam pendidikan Madrasah Sumatera Thawalib Parabek dan Universitas Al-Azhar.