Ulama besar al-Azhar, Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi pernah kebingungan ketika menafsirkan firman Allah:
وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَٰهٌ وَفِي الْأَرْضِ إِلَٰهٌ ۚ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ
Beliau berkata: Ada kaidah dalam ilmu nahwu yang menyatakan:
إذا تكررت النكرة مرتين كانت اﻷولى غير الثانية
Jika isim nakirah diulang dua kali, maka yang pertama berbeda dengan yang kedua. Misalnya, jika kita berkata:
أكرمت رجلا في البيت ورجلا في الشارع
“Aku memuliakan seorang lelaki di rumah dan seorang lelaki di jalan,” maka lelaki yang di rumah berbeda dengan lelaki yang di jalan.
Isim nakirah pada contoh di atas adalah kata رجلا. Jika ia diulang, maknanya menjadi dua orang laki-laki yang berbeda.
Namun Allah SWT berfirman:
وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَٰهٌ وَفِي الْأَرْضِ إِلَٰهٌ
Kata إِلَٰهٌ dalam ayat ini adalah isim nakirah dan diulang!
Jika mengikuti kaidah nahwu tadi, maka Tuhan yang di langit berbeda dengan Tuhan yang di bumi. Artinya, ada dua Tuhan?!
Syekh Sya’rawi terdiam dengan penuh kesedihan. Ia berkata, “Apa yang sedang aku katakan ini? Astagfirullahal ‘azhim. Tapi, apa jawabannya? Aku harus bertanya kepada guru-guruku dan saudara-saudaraku!”
Akhirnya beliau segera pergi menemui salah satu gurunya. Guru tersebut sedang menikmati liburannya bersama keluarganya di desa. Syekh Sya’rawi pergi ke sana dan menyampaikan persoalan yang membuatnya bingung.
Sang guru berkata, “Mari kita shalat Ashar terlebih dahulu, karena waktu shalat hampir tiba.”
Mereka pun menunaikan shalat Ashar bersama di sebuah masjid sederhana yang terletak di ujung desa. Setelah shalat, mereka duduk dan mulai berdiskusi mengenai masalah tersebut. Namun, sayangnya, mereka tidak menemukan solusi.
Ketika mereka sedang berdiskusi, tiba-tiba masuk seorang lelaki desa (seorang petani sederhana) yang memberi salam, “Assalamu’alaikum.”
Mereka menjawab salamnya.
Kemudian, dengan bahasa Arab yang fasih dan intonasi yang berubah, lelaki itu berkata:
Apakah kalian sedang bertanya tentang firman Allah:
وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَٰهٌ وَفِي الْأَرْضِ إِلَٰهٌ
Syekh Sya’rawi dan gurunya tercengang! Bagaimana orang ini tahu apa yang sedang mereka diskusikan, padahal dia tidak mendengar sepatah kata pun?
Lelaki itu kemudian melanjutkan, “Apakah kalian lupa tentang isim maushul (الذي)? Kalian telah melupakan kaidah terpenting yang menyatakan yang berbunyi:
إن الإسم الموصول يقلب النكرة معرفة
“Isim maushul mengubah nakirah menjadi makrifat.”
Allah SWT berfirman, وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاء bukan, berkata: هو في السماء. Allah menggunakan kata (الذي). Mengapa kalian melupakan kata (الذي)?”
Kemudian lelaki itu menjelaskan rahasia keberadaan isim maushul tersebut dan mengapa ayat ini disusun sedemikian rupa. Penjelasannya begitu mendalam sehingga Syekh Sya’rawi dan gurunya tertegun. Setelah menyelesaikan penjelasannya, lelaki itu tiba-tiba terdiam dan pergi tanpa berkata apa-apa.
Syekh Sya’rawi pun bertanya kepada gurunya, “Siapa orang alim ini?”
Sang guru menjawab, “Aku tidak mengenalnya, dia bukan berasal dari desa ini.”
Syekh Sya’rawi segera keluar dari masjid untuk mencarinya. Dia mendapati beberapa orang duduk di depan pintu masjid, lalu bertanya kepada mereka, “Ke mana perginya lelaki yang baru saja keluar? Apakah kalian mengenalnya?”
Namun mereka menjawab, “Tidak ada seorang pun yang masuk ke dalam atau keluar dari masjid ini.”
Syekh Sya’rawi berkata, “Bagaimana mungkin?! Dia mungkin masuk dan keluar tanpa kalian sadari.”*
Mereka berkata, “Bagaimana mungkin kami tidak menyadarinya, sedangkan kami menunggu guru kami yang sedang bersamamu di dalam masjid. Kami memperhatikan setiap gerakan kalian. Tidak ada seorang pun yang masuk atau keluar.”
Syekh Sya’rawi pun berkata, “Sesungguhnya Allah menolong agama-Nya dan menjaga kitab-Nya dengan tentara-tentara yang tidak mampu kita ketahui.”
***
Kisah ini sudah populer sekali. Pada salah satu kolom komentar, ada yang menyebutkan bahwa Ibnu Hajib dalam kitabnya Al-Kafiyah menyatakan:
إذا تقدم اسم الموصول على النكرة، يجعل النكرة معرفة بالمقصود
Isim mausul yang mendahuli isim nakirah, akan menjadikannya makrifat bil-maqshud.