Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Tahun Gajah: Kenangan Kegagalan Raja Abrahah Menyerang Ka’bah

Avatar photo
35
×

Tahun Gajah: Kenangan Kegagalan Raja Abrahah Menyerang Ka’bah

Share this article

Ketika membicarakan tentang tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW, memori kita pasti langsung teringat akan peristiwa pasukan gajah dari Habasyah yang hendak menghancurkan Ka’bah. Kemudian tahun itu kita kenal dengan sebutan Tahun Gajah, yang diperkirakan terjadi pada tahun 570 M.

Peristiwa Tahun Gajah juga tercatat dalam Al-Qur’an, yakni pada Surat Al-Fiil yang mengingatkan akan kenikmatan yang telah Allah berikan kepada penduduk Makkah dengan dihancurkannya pasukan gajah. Sementara itu pada surah setelahnya, yakni Surat Quraisy, Allah juga mengingatkan akan kenikmatan lainnya yang bersifat sosial, ekonomi, rasa aman, dan ketentraman di wilayah Hijaz.

Hal ini sebagaimana yang dikemukakan dalam kitab-kitab tafsir, di antaranya adalah Tafsir Al-Munir, karya Syaikh Wahbah Az-Zuhaili. Di sana beliau menceritakan dengan menukil dari kitab Sirah Ibnu Hisyam, bahwa sebelum Raja An-Najasyi berkuasa di Habasyah, terdapat seorang raja di Yaman yang bernama Abrahah bin Shabbah Al-Asyram. Ia adalah kakek An-Najasyi yang semasa dengan Nabi Muhammad SAW. Ia membangun sebuah gereja besar yang diberi nama “Al-Qullais” dengan tujuan mengalihkan ritual haji orang-orang Arab ke gereja tersebut.

Baca juga: Daging Segar Shalahuddin Al-Ayyubi

Pada suatu malam, ada seorang laki-laki dari Bani Kinanah buang air besar di dalam gereja tersebut, dan insiden ini membuat murka sang raja.  Ia bersumpah akan menghancurkan Ka’bah yang ada di Makkah sebagai balasan atas insiden tersebut. Selain itu, ia juga berkeinginan menaklukkan Makkah agar bisa menghubungkan negeri Yaman dengan negeri Syam dan memperluas wilayah Nasrani.

Sang Raja pun segera mempersiapkan pasukan besar dengan ribuan ekor gajah untuk menteror dan menakut-nakuti musuh. Sesampainya di wilayah yang bernama Al-Mughammas, yang berada dekat dengan kota Makkah, ia mengirim utusan untuk mengabarkan kedatangan mereka kepada penduduk Makkah, dan memberitahu mereka bahwa kedatangannya ini bukan bermaksud memerangi mereka, tetapi untuk menghancurkan Ka’bah.

Penduduk Makkah merasa ketakutan karena mereka tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk menghadapi pasukan Abrahah. Akhirnya mereka berlindung di balik pegunungan dan melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Mereka yakin bahwa Ka’bah merupakan milik Tuhan yang akan senantiasa menjaganya.

Seluruh harta orang-orang Arab dirampas oleh pasukan Abrahah, tak terkecuali unta-unta milik Abdul Muthalib, kakek Rasulullah SAW yang berjumlah sekitar 200 ekor. Melihat hal ini, bagaimana respon Abdul Muthalib sebagai pemimpin Makkah, ia mengatakan:

Baca juga: Istana Ras Al Tin, dari Aly Pasha hingga Raja Farouk

“Demi Allah, kami tidak ingin memeranginya, kami tidak memiliki kekuatan untuk itu. Ini adalah Baitullah Al-Haram dan kekasih-Nya, Nabi Ibrahim AS. Jika Allah menghalangi mereka dari menghancurkan Ka’bah, maka itu adalah rumah-Nya. Dan jika Dia membiarkannya, maka demi Allah kami tidak punya kekuatan untuk mencegah hal itu.”

Selanjutnya Abdul Muthalib pergi menemui Abrahah, dan mengatakan, “Saya datang untuk memintamu agar mengembalikan 200 unta yang dirampas dariku.”

Mendengar perkataan ini, Abrahah pun kaget, lantas berkata, “Apakah kau ingin berbicara denganku mengenai 200 untamu dan tidak membicarakan Ka’bah yang merupakan simbol agamamu dan nenek moyangmu. Aku datang untuk menghancurkannya. Apakah kamu tidak ingin membicarakan hal itu denganku?”

Abdul Muthalib menjawab, “Aku adalah pemilik unta-unta itu, sementara Ka’bah memiliki pemiliknya sendiri yang akan melindunginya dari seranganmu.”

Abrahah berkata, “Dia (Pemilik Ka’bah) tidak dapat mencegahku.”

Abdul Muthalib menjawab, “Itu urusanmu.”

Akhirnya Abrahah mengembalikan unta-unta milik Abdul Muthalib. Lalu ia kembali dan mendatangi pintu Ka’bah seraya berdoa kepada Allah untuk meminta pertolongan atas serangan pasukan gajah.

Kemudian pasukan gajah bergerak menuju Ka’bah dan mencoba memasuki kota Makkah. Namun setiap kali gajah itu diarahkan ke arah Baitullah, hewan itu berlutut namun ketika diarahkan ke arah Yaman atau arah lain, ia berjalan dengan kencang.

Baca juga: Kitab Tata Negara Untuk Sultan Banten Dari Makkah

Pada hari berikutnya, ketika Abdul Muthalib berdoa, ia melihat sekawanan burung yang aneh, bukan burung dari Nejd maupun Tihamah (Hijaz) yang datang dari arah Yaman menuju ke arah laut. Masing-masing burung membawa bebatuan dalam cengkeramannya, lalu dilemparkanlah bebatuan tersebut ke arah Abrahah dan bala tentaranya. Setiap orang yang terkena lemparan tersebut pasti akan mati, bahkan yang sempat melarikan diri pun tidak akan selamat dari maut. Termasuk Abrahah yang terkena di bagian tubuhnya hingga jari-jemarinya berjatuhan satu per satu dan dagingnya remuk layaknya dedaunan yang dimakan ulat.

Diceritakan bahwa tiap-tiap kerikil atau bebatuan yang dibawa tersebut telah tertulis nama sasarannya, layaknya teknologi rudal modern sekarang ini.

Peristiwa Tahun Gajah ini adalah cara Allah SWT hendak mengagungkan Ka’bah, dan mempersiapkan orang-orang Arab untuk mengemban misi Islam untuk disebarkan ke penjuru dunia. Wallahu a’lam.

Kontributor

  • Arif Khoiruddin

    Lulusan Universitas Al-Azhar Mesir. Tinggal di Pati. Pecinta kopi. Penggila Real Madrid.