Pada tahun 1798, Napoleon Bonaparte dan pasukannya menginvasi
Mesir. Perlawanan timbul di mana-mana.
Seorang pahlawan pemberani tampil di Alexandria, ia bernama
Muhammad Karim, seorang bangsawan berpengaruh dan dicintai rakyat, ia juga
seorang pejabat Dinasti Ottoman di lepas pantai Mediterania itu. Dengan gagah
berani, Ia terjun ke medang perang bersama pasukannya yang tak seberapa,
menghadapi ekspansi penjajah Prancis yang datang dari jauh.
Tapi apa daya, setelah berperang beberapa lama, pasukannya berguguran,
mereka menderita kekalahan. Muhammad Karim pun ditangkap.
Dalam penawanan, ia dijatuhi hukuman mati. Tapi Napoleon tak
mampu menyembunyikan kekagumannya pada pahlawan pemberani itu. Napoleon lantas
berkata:
“Rasanya, sangat tidak terhormat jika aku menghukum mati seorang
ksatria yang berjuang untuk tanah airnya! Saya tidak ingin dikenang dalam
sejarah sebagai orang yang membunuh para pahlawan pembela negeri mereka!” Ujar
Napoleon kepada Muhammad Karim.
Muhammad Karim hanya terdiam. Ia tak bergeming, meski tangannya
terbelenggu.
“Tuan, apa yang engkau pikirkan?.” Tanya pasukan Napoleon.
“Begini saja, aku memberikan amnesti dan pengampunan terhadapmu,
Muhammad Karim.” Ujar Napoleon.
“Tapi, karena engkau telah banyak membunuh pasukanku, engkau harus
membayar sebanyak 1000 dinar sebagai gantinya! Apakah engkau setuju?” Sambung
Napoleon sambil bertanya.
“Baiklah!” Jawab Muhammad Karim. Ia berpikir tawaran itu cukup
bagus, angka 1000 dinar tidak begitu banyak. Dan yang penting kelak ia bisa
melanjutkan perjuangan melawan penjajah itu.
“Tapi untuk sekarang ini aku tidak punya uang. Tapi berikan aku
waktu sebulan untuk mengumpulkan uang dari para saudagar.” Ujar Muhammad Karim.
“Baiklah, kuberi engkau waktu sebulan.” Jawab Napoleon.
Sejak hari itu, Muhammad Karim berkeliling ke pasar dan pemuka
Alexandria dengan dikawal tentara Napoleon. Ia meminta bantuan kepada para
saudagar untuk mendapatkan uang yang tak seberapa itu.
Tapi apa yang ia dapatkan? Bukannya bantuan, Muhammad Karim—yang
telah berlumuran darah membela rakyat dan tanah airnya itu—malah mendapat
cercaan dari orang-orang kaya sebangsanya itu. Tak seorang pun yang sudi
membantu. Mereka malah menudingnya sebagai biang kerok, perang-perang yang
dilakukannya itu dituding sebagai penyebab kehancuran ekonomi Alexandria.
Setelah lewat sebulan, dengan tangan hampa ia kembali diseret ke
hadapan Napoleon.
“Mana uang 1000 dinar itu?” Tanya Napoleon.
“Saya tidak mendapatkan 1 dinar pun!” Jawab Muhammad Karim.
Napoleon tak habis pikir. Bagaimana seorang pahlawan seperti ini
diabaikan oleh rakyat dan masyarakatnya sendiri.
“Ya sudah, saya tidak punya pilihan. ! , !”
Keesokkan harinya, Muhammad Karim dibawa ke Kairo. Dan tepat
pada tanggal 6 September 1798, ia pun gugur di hadapan pasukan tembak di
Rumaila Square.
Dan sekarang, sebuah patung terpahat untuk mengenang
kepahlawanannya di Immortals Garden (ℎ ℎ – ℎ ), Alexandria.
***
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha bertitah:
الثائر لأجل مجتمع جاهل هو شخص
أضرم النيران بجسده كي يضيء الطريق لشخص ضرير
“ ℎ ℎ .”