Teh adalah satu komoditi yang beredar hampir di seluruh dunia saat ini. Tumbuhan teh juga telah ditanam dibanyak negara dengan industrinya masing-masing sehingga sangat mudah saat ini ketika seseorang ingin meminum teh.
Penelitian dan buku-buku yang membahas teh dari berbagai aspeknya juga telah banyak dikaji dan ditulis. Namun demikian terkait awal mula minuman teh banyak literatur menyebutkan bahwa teh berasa dari negri China dan awal kali dikenalkan oleh orang-orang China.
Salah satu literatur menyatakan bahwa teh pertama ditemukan sekitar tahun 3000 sebelum masehi di China. Kemudian di Jepang mengenai penemuan teh, pada abad ke-sembilan dikenal biarawan Jepang yang pulang dari China untuk belajar Buddha. Biarawan tersebut Bernama Yeisei yang membawa teh dan mengenalkanya dari China ke Jepang. Setelah tersebar ke negri-negri sekitar China, teh pada akhirnya tersebar sampai ke Asia, Afrika dan Eropa. Teh dikenal dan dinikmati oleh peradaban dan orang-orang selain China.
Seiring tersebarnya teh, terdapat kisah menarik dari teh yang bersinggungan dengan budaya dan peradaban lainya termasuk peradaban Islam.
Salah satu cerita menarik adalah yang dituliskan oleh At-Thantawi dalam tafsirnya. Ia bercerita bahwa pada era Islam di Andalus, khomr disebar di tengah masyarakat dan menjadikan masyarakat Islam kala itu terlena akan diri mereka sendiri.
Suatu kali ada seseorang yang akan masuk ke seberang Andalus yaitu kota Marakesh, Maroko. Pada saat itu Marakesh adalah kota maju dan terhormat. Masyarakat yang demikian jelas sangat sulit untuk menjadikan mereka terlena dengan khamr, pada akhirnya jalan lain pengganti khomr adalah mereka mengenalkan dan menyebarkan minuman teh bergula.
Teh pada akhirnya tersebar dan banyak dinikmati masyarakat Marakesh saat itu, tentunya dengan gula yang dijual mahal. Selain mahal gula ternyata juga dapat mennyebabkan banyak penyakit jika dikonsumsi terus menerus.
Sumber yang lain menyatakan teh awal kali masuk ke Maroko sebagai hadiah dari raja Inggris ke raja Maroko. Di awal masuknya teh adalah minuman yang elite dan mahal karena sedikitnya ketersediaan teh diawal masuknya.
Selanjutnya teh merebak ke seluruh lapisan masyarakat Maroko termasuk para cendikiawan. Topik teh pada akhirnya termaktub dalam dunia keilmuan dan sastra Maroko. Salah satu sastrawan Maroko menulis syi’ir tentang teh mencakup cara penyajian, wadah dan komunitas minum teh. Ia adalah Abdul Salam al-Azmuri.
Al-Azmuri memuji teh di awal syiirnya sebagaimana berikut:
الحَمْدُ للهِ الَّذِي نعَّمَنَا بِكُلِّ مَطْعُومٍ بِهِ أَطْعَمَنَا
وَ كُلِّ مَشْرُوبٍ لَذِيذٍ أَطْيَبِ حُلْوٍ حَلاَلٍ كَالغَمَامِ الصَّيِّبِ
مِثْل الأَتَاي الوَنْدَرِيزِ مَذْهَبَهْ عَلَى صَفَا صِينِيَّةٍ مُلْتَهِبَهْ
تَطَايَرَ الهَمُّ لَدَيْهِ وَ انْشَرَحْ صَدْرُ الَّذِي يَشْرَبُهُ مِنَ الفَرَحْ
Bahkan kemudian syiir tentang teh ini diberi syarah penjelasan oleh ‘alim besar pada masa itu yaitu Sayyid al-Makki al-Batoqari ar-Ribathi yang juga menulis syarah penjelasan Jauharoh tauhid dan matn sanusiyah dalam ilmu tauhid, Mandzuma Baiquniyah dalam ilmu hadist, syarah jam’ul jawami’ dalam ilmu ushul fikih dan banyak karyanya yang lain. Ini semua menunjukkan bagaimana minuman teh mendapatkan perhatian kalangan cendikiawan muslim kala itu.
Selanjutnya terkait hukum meminum teh juga sempat menuai perdebatan di kalangan cendikiawan muslim Maroko di awal abad 20. Ada pihak yang mengharamkan dan ada yang tidak setuju terkait pengharamanya.
Sebab para ulama mengharamkan teh saat itu karena ia dianggap berbahaya untuk Kesehatan tubuh, menjauhkan seseorang dari ibadah dan identik secara kebiasaan dengan perkumpulan peminum khamr. Berdasarkan hal-hal di atas teh diharamkan oleh beberapa ulama di antaranya al-Baisyuri dan fatwa yang dinisbatkan kepada al-Faqih Ahmad Hamid as-Syinqiti.
Namun banyak ulama lainnya tidak mengharamkan teh dengan dalil bahwa keadaan atau kondisi tertentu tidak bisa mengharamkan apapun termasuk teh. Mengingat alasan pengharamnya lebih kepada keidentikan peminum teh dengan hal-hal yang melanggar ajaran Islam saat itu.
Hari ini teh telah menjadi minuman yang hampir dinikmati semua orang di Timur atau di Barat serta memiliki penikmatnya sendiri. Sebagaimana kopi, teh juga memiliki filosofi dan jalan ceritanya sendiri dengan keunikannya masing-masing. Dan dalam Islam tidak hanya teh, kopi juga pernah diharamkan dalam perjalanya.
Referensi :
- Martin, C. Laura, Tea: Teh Drink That Changed teh World. (America: Tuttle Publishing,2007)
- Thantawi, Tafsir at-Thantowi,(Kairo, Dar an-Nahdloh,1998)
- Muhammad Hamud, Adabiyyat Syahy fi Mauritania,(Rabath,1988).
Karimah Hukusy, Min al-‘adah ila al-Mahdzur, dalam Mominoun Without Orders, 2014.