Zikir merupakan sarana untuk mengingat
atau menghadirkan kembali rekaman yang pernah masuk dalam diri manusia.
Menurut bahasa, kata zikir mempunyai
beberapa makna, bahkan Imam al-Tahanawi menyebutkan sampai delapan belas makna.
Berzikir kepada Allah Swt. merupakan
perintah sebagaimana kita menemukan dalam beberapa ayat al-Quran. Ini
menunjukkan betapa pentingnya pengaruh dan efek positif berzikir dalam diri
seseorang.
Oleh karena itu, seseorang dikatakan
mendapat predikat ulil albab (mempunyai akal sempurna nan cerdas) apabila mau
kontinyu berzikir kepada Allah Swt dan berfikir atas ciptaan-Nya.
Nah, berzikir dalam posisi
bagaimanakah yang terkategori ulil albab?
Allah Swt berfirman dalam al-Quran,
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى
جُنُوبِهِمْ
Dalam memahami tafsir ayat di atas,
terdapat dua pendapat di antara pakar ilmu tafsir.
Pertama, ayat tersebut menjelaskan
tentang urutan tata cara melakukan salat. Yaitu dengan cara berdiri, apabila
tidak mampu berdiri, maka diperbolehkan duduk dan jika tdk mampu duduk, maka
diperbolehkan dengan berbaring. Pendapat ini dipelopori oleh Imam Ali bin Abi
Thalib, Ibnu Abbas, An-Nakha’i dan Qatadah.
Kedua, ayat tersebut dimaksudkan agar
manusia selalu kontinu zikir kepada Allah Swt dalam berbagai posisi atau
keadaan karena manusia biasanya tidak bisa terlepas dari tiga posisi tadi
(berdiri, duduk atau berbaring), baik sedang salat atau di luar salat.
Pendapat ini diikuti oleh mayoritas
pakar tafsir.
Pendapat kedua ini, lebih rajih sebab
didukung dengan berbagai dalil lain yang menguatkan tentang keutamaan zikir,
seperti firman Allah Swt,
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا
وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ
Termasuk yang merajihkan pendapat
kedua adalah Imam Fakhruddin al-Razi.
Zikir sebagaimana boleh dilakukan
secara individu, juga dapat dilakukan secara kolektif sebab perintah zikir
kepada Allah Swt bersifat mutlak sehingga setiap perintah yang mutlak
menghendaki dalam berbagai waktu, tempat, individu dan posisi secara umum.
Di antara dalil al-Quran yang
memerintahkan zikir secara mutlak, firman Allah Swt,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا
كَثِيرًا . وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Perintah zikir dan bertasbih dalam dua
ayat di atas ditujukan kepada orang orang yang beriman dan perintah tersebut
bersifat mutlak maka dapat dilakukan secara kolektif atau individu, juga dengan
dalil firman Allah Swt,
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ
بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
Perintah untuk selalu bersama dengan
orang-orang yang berdoa kepada Allah Swt, boleh dijalankan dengan cara ikut
bersama-sama berdoa dengan mereka, mengamini doanya atau ikut hadir dalam
majlis doa mereka, sebab perintah tersebut bersifat mutlak.
Sedangkan dalil dari Sunah Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang bersifat mutlak,
قال النبي صلى الله عليه وسلم : يقول الله تعالى : أنَا
عنْدَ ظنِّ عبْدِيْ بيْ وأنَا معهُ إذا ذكَرَنيْ، فإنْ ذكَرَنيْ فيْ نفسهِ ذكرتُه
فيْ نفْسيْ، وإنْ ذكَرَنيْ فيْ ملَأٍ ذكرتُه فيْ ملَأٍ خيرٍ منْهمْ، وإنْ تقرَّبَ
إليّ شبْرًا تقرَّبْتُ إليْهِ ذراعًا، وإنْ تقرَّبَ إليّ ذراعًا تقرّبْتُ إليْهِ
باعًا، وإنْ أتانيْ يمشِيْ أتيْتُه هرولة . رواه البخاري ومسلم
Imam Suyuti memaknai kata fi mala’
berarti dilakukan dengan suara jelas dan terang bukan dengan suara pelan,
karena zikir tersebut dilakukan dalam skala kolektif.
Dengan demikian zikir merupakan
anjuran dari syariat Islam baik dilakukan secara individu atau kolektif dan
boleh dilakukan dalam berbagai posisi. Wallahu a’lam.