Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Detoks Ala Turki, Dari Sabun Hingga Makanan

Avatar photo
30
×

Detoks Ala Turki, Dari Sabun Hingga Makanan

Share this article

Musim panas berkelindan dengan liburan. Namun, di tengah pandemi Covid-19, musim panas terasa hambar. Liburan tak bisa dinikmati dengan sempurna. Indonesia tak identik dengan musim panas. Tapi, paling tidak medio Juni-Agustus adalah surganya liburan. Tanggal merah dan cuti bersama bisa kita lihat di kalender. Namun, tak mampu kita wujudkan karena pandemi.

Kembali ke tradisi adalah jargon untuk menjaga imun di tengah pandemi. PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) digaungkan. Tempat cuci tangan di depan rumah, kantor atau bahkan toko menjadi marak. Ini salah satu tradisi lama yang hidup dan digalakkan kembali.

Berbicara tradisi, Turki memiliki tradisi kuno yang menarik. Laela Yvonne Ergil, kolomnis Daily Sabah menulis tentang tradisi hidup bersih dan detoks masyarakat Turki. Karakter fisik warga Turki dari rambut, kulit, hingga badan yang bugar menjadi titik tekan Yvonne. Menurutnya semua hal itu tak didapatkan cuma-cuma. Ada tradisi yang dipertahankan turun-temurun. Untuk itu bolehlah kita ‘mengaca’ pada tradisi Turki dalam hal menjaga kebugaran dan kesehatan. Dari mulai makanan, kamar mandi, hingga olahan dapur tradisional mereka yang lestari hingga kini.

Hamam adalah sebutan untuk kamar mandi di Turki. Tentu, hal ini adalah pengaruh dari Arab dan dinasti Usmani. Hamam tak sekedar kamar mandi biasa. Namun, ada sauna untuk mandi uap. Ditambah lagi scrube untuk menghilangkan kulit mati serta sabun adalah cara terbaik untuk meremajakan kulit dan menghilangkan kotoran bahkan kuman yang melekat di kulit.

Selain sabun dari sari minyak zaitun, Turki juga mempunyai sabun batang yang disebut “Aktar”. Sabun tradisional ini terbuat dari rempah-rempah dengan aroma khas. Sabun ini sangat diminati dan mudah dijumpai di pasaran. Masyarakat Turki lebih menyukai Aktar daripada sabun atau sampo modern yang telah dicampur dengan aroma wewangian kekinian.

Masyarakat Turki juga terbiasa dengan melepas sepatu di luar rumah. Lalu, mereka mengenakan sandal khusus dalam rumah. Hal ini, terlihat sepele, namun tradisi yang mengakar kuat ini memiliki manfaat yang besar. Kita tak pernah tahu bahwa kotoran menempel di sepatu dan membawanya masuk ke dalam rumah ? kiranya perlu mengadopsi tradisi sepele ini untuk zaman modern, apalagi saat pandemi seperti sekarang.

Dapur Organik ala Turki

Turki, negara dengan empat musim. Tiga persen wilayahnya terletak di Benua Eropa. Secara geografis, Turki berada di Eropa Tenggara dan Asia Barat Daya di sepanjang Laut Hitam, Laut Aegea dan Laut Tengah.

Untuk itu, pada akhir musim panas, rumah tangga di Turki sibuk menyiapkan bekal makanan untuk musim dingin. Mereka memastikan cadangan tomat dan saus untuk pasta tercukupi. Pada akhir musim panas, adalah saat panen tomat dan paprika merah.

Bagi masyarakat yang tak memiliki sarana menyimpan asupan bergizi selama musim dingin, tak perlu risau. Karena, banyak toko dan kios yang menyediakan bahan olahan tradisional tersebut. Tentunya, yang perlu digarisbawahi adalah tak memakai tambahan bahan kimia. Dengan tomat dan paprika merah yang mengandung vitamin C dan A dalam jumlah tinggi, keduanya berfungsi sebagai antioksidan dan penguat kekebalan yang sangat baik untuk musim dingin.

Salah satu aspek penting makanan sehat di Turki adalah sebagian besar sayuran dan buah-buahan segar dikonsumsi saat matang. Artinya tak ada istilah ‘karbitan’ ala kimia. Sehingga vitamin dan mineral bisa optimal diserap oleh tubuh.

Tren hidup sehat yang digaungkan di Barat, tak terlalu bergema di Turki. Karena hidup sehat telah menjadi norma dan kebiasaan. Menyerap nutrisi dari makanan yang kita makan adalah tujuan utama. Namun, ada satu perilaku yang perlu ditanamkan melebihi itu.

Kita perlu menahan diri untuk tak berkontribusi lebih jauh merusak lingkungan dengan menggunakan bahan kimia. Baik untuk menghasilkan produk di luar musim atau menanam tanaman di lokasi yang tak sesuai, agar tanaman tumbuh dengan cara-cara instan menggunakan bahan kimia.

Yoghurt dan Kefir

Turki terkenal dengan minuman tradisional bernama ”Ayran”. Minuman ini berbahan utama yoghurt. Ditambah garam dan air, menjadikannya berbusa. Yoghurt adalah minuman yang dapat ditemui di seantero Turki. Yoghurt selalu ada mendampingi kebab, meze (sejenis salad turki) bahkan sayuran yang biasa mereka santap.

Yoghurt mengandung antioksidan dan probiotik, yang berfungsi membantu pencernaan dan menjaga bakteri baik di usus. Bakteri baik ini tak hanya membantu menurunkan berat badan tetapi juga kunci untuk detoksifikasi racun berbahaya dalam sistem pencernaan.

Di Turki, yoghurt dapat diproduksi skala rumahan. Setiap rumah mampu menyiapkan yoghurt yang baik. Ragi yang digunakan juga tersedia di pasar dan apotek. Untuk membuat yoghurt segar sangat simpel. Cukup susu segar, panci dengan penutup dan tentu tak perlu menambahkan pengawet buatan.

Selain yoghurt, di Turki juga ada kefir. Kefir adalah produk susu fermentasi yang mirip yoghurt, namun lebih encer. Sebagai sumber nutrisi yang luar biasa, kefir mengandung mikroorganisme yang lebih bersahabat, alias probiotik, daripada yoghurt dan memiliki sifat antibakteri yang kuat, berfungsi sebagai antibiotik alami.

Konon, kefir adalah minuman yang resepnya berasal dari Rasulullah SAW. dibagikan kepada para pengembara dari Kaukasus. Kefir dalam bahasa Turki berarti kebahagiaan (keyif). Kefir dibuat dari hasil fermentasi biji kefir dan susu dan dikonsumsi sebagai minuman sehat. Cara ideal untuk membuat kefir adalah dengan membeli biji kefir, yang disebut sebagai “maya”, dari penjual produk organik online atau dari toko rempah-rempah.

Dengan memiliki biji kefir, siapapun bisa membudidayakan dengan menambahkan susu dan meminumnya setiap hari. Hidup sehat tanpa kimia, kembali ke tradisi dan berusaha hidup ‘biasa’ dengan membiarkan tumbuhan hidup ‘layak’ tanpa rangsangan obat kimia kiranya adalah resep sehat ala Turki.

Kontributor

  • Kadarisman Ahmad

    Penikmat kopi dan penyuka hujan. Aktif menulis, menerjemah dan mbakul buku. Kini tinggal di Malang, Jawa Timur.