Buku
Hijrah Ekologis dan sederet tantangan masa depan kaum santri
Pas orang-orang sedang melaksanakan Puasa Asyura, buku Hijrah Ekologis ini naik cetak. Pas Indonesia merayakan kemerdekaannya ke-77 nanti, karya Walang Gustiyala ini selesai cetak.
Tidak sedang ngepas-ngepasin, tapi ini terjadi begitu saja, tanpa setingan. Tadinya mau cetak malam Sabtu kemarin. Ternyata bertepatan dengan akhir pekan, otomatis tidak bisa. Senin baru bisa dikerjakan.
Jadinya malah punya waktu dua hari untuk kembali ngecek ulang, mengotak-atik barangkali ada ide-ide baru yang bisa diselipkan.
Awalnya berlangsung alot.
Ustadz Walang Gustiyala, sapaan akrab santri-santri penghafal Quran di Daarul Ulum, Lido Bogor untuk si penulis buku ini, memang pemalu. Malu untuk menuangkan idenya mempromosikan karya kedua dia yang akan terbit. Bagi dia, terbit ya terbit saja, urusan lain diserahkan pada pembaca. Meskipun dia percaya gagasan dalam bukunya luar biasa. Dan mengamini buku ini memang penting dibaca.
Syukurlah kemaluannya itu tidak bertahan lama. Dalam diskusi singkat namun intens, muncullah gagasan dari dia untuk menambahi empat questioner di belakang buku. Diletakkan di bagian paling akhir buku. Untungnya tidak nambah halaman.
Questioner itu bukan survey seperti yang sering kita jumpai dalam buku-buku yang tujuannya untuk mencari tahu kecenderungan pembaca. Biasanya itu berisi pertanyaan basic seperti, "berapa kali kamu membaca buku dalam sebulan?", "berapa alokasi danamu untuk membeli buku?" dan pertanyaan-pertanyaan modus marketing lainnya. Yang, umumnya membosankan dan bahkan kerap diabaikan pembaca. Walang punya cara berbeda. Menurutku cukup menohok.
"Sebutkan dosa ekologis yang kamu lakukan!"
Walang memberimu 7 kolom jawaban untuk mengakui dosa yang pernah, sedang, dan akan kamu kerjakan. Tujuh kolom pengakuan dosa itu terbilang sedikit mengingat, dosa-dosa ekologis itu punya daya rusak yang parah dan berdampak sistemik pada kelangsungan bumi. Parahnya, dosa-dosa itu terkadang tidak kita sadari.
Pernahkah kita mengira bahwa saat kita memesan sebuah big mac, itu sama dengan mengendarai 8-seater fullsize SUV sejauh 13 km sendirian? Segitu kira-kira limbah karbon yang ditinggalkan oleh fastfood rendah gizi itu. Lewat questioner di atas, Walang hanya ingin pembacanya menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan cara kita memperlakukan bumi. Tidak untuk menggurui. Percayalah, dia tidak sepercaya diri itu.
Hijrah Ekologis
Buku ini dapat dipesan di sini.
Buku Hijrah Ekologis adalah ikhtiar untuk mewujudkan cita-cita "Islam rahmatan lil alamin". Disampaikan dengan cara-cara sederhana, manusiawi, dan mudah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Buku ini sekaligus ingin menegaskan bahwa makna hijrah itu tidak pernah sesempit sekarang. Simbol-simbol keagamaan diagungkan sedemikian meriah, sementara esensinya malah ditinggalkan.
Ada keresahan mendalam terkait gaya hidup umat Islam yang dewasa ini makin jauh dari kesadaran menjaga lingkungan hidup. Pesantren misalnya, dapat penilaian buruk sebagai lembaga yang kurang berperan aktif dalam melestarikan lingkungan hidup. Padahal, seharusnya mereka mampu menjadi garda terdepan dalam mempraktikkan gaya hidup berkelanjutan. Ini menjadi catatan penting bagi kita semua.
Dia mengandaikan kelak pesantren dapat menjadi tempat yang paling nyaman untuk mempraktikkan gaya hidup ramah lingkungan. Harapan ini tentu tidak mudah diraih dalam waktu dekat. Untuk itu perlu digencarkan kampanye hidup ramah lingkungan secara terus-menerus baik oleh pemangku kepentingan maupun oleh kaum santri itu sendiri.
Sejalan dengan visi Islam rahmat lingkungan, penulis ingin mengajak kaum santri untuk terlebih dahulu menyadari mana saja perilaku yang kontraproduktif terhadap kelangsungan bumi. Dengan begitu, kaum santri diharapkan dapat menjadi kompas perubahan menuju masa depan bumi yang lebih baik. Agar Islam tidak terstikmatisasi sebagai agama yang acuh terhadap isu lingkungan hidup.
Part-time writer, serious reader, full-time editor. Loving books, movies, history and math. Living in Jakarta now.