Artikel
Hukum Memegang, Mengusap dan Mencium Batu Nisan
Kadang kala, orang yang berziarah kubur, ketika hendak meninggalkan pusara, ia memegang batu nisan dan menciumnya. Kira-kira bagaimana fikih memandang fenomena ini?
Persoalan ini sangat sensitif, sebab berziarah kubur oleh sebagian kalangan itu tidak diperbolehkan. Bahkan bagi kalangan yang membolehkan ziarah kubur, mencium batu nisan itu juga mengundang pro kontra.
Imam al-Ghazali dalam Ihya' Ulumiddin mengatakan, bahwa mencium batu nisan adalah kebiasaannya orang Nasrani.
Beliau berkata:
وَالْمُسْتَحَبُّ فِي زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَنْ يَقِفَ مُسْتَدْبِرَ القبلة مستقبلا بوجهه الْمَيِّتِ وَأَنْ يُسَلِّمَ وَلَا يَمْسَحَ الْقَبْرَ وَلَا يَمَسَّهُ وَلَا يُقَبِّلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَادَةِ النَّصَارَى
Yang disunnahkan ketika melakukan ziarah kubur ialah membelakangi kiblat sembari menghadapke arah wajah mayit, dan mengucapkan salam kepadanya. Seorang yang berziarah kubur dilarang untuk mengusap, memegang kuburan dan mencium batu nisan. Sebab yang demikian adalah kebiasannya kaum Nasrani. (Ihya' Ulumiddin, 4/491 )
Baca juga: Wisata Masjid dan Makam, Bolehkah?
Berbeda dengan Imam Ghazali, Syekh Bujairimi mengatakan:
قَوْلُهُ: (وَكُرِهَ أَنْ يُجْعَلَ لَهُ فَرُشٌ) أَيْ كَمَا يُكْرَهُ تَقْبِيلُ التَّابُوتِ الَّذِي يُجْعَلُ فَوْقَ الْقَبْرِ، وَكَذَا تَقْبِيلُ الْقَبْرِ وَاسْتِلَامُهُ وَأَعْتَابِ الْأَوْلِيَاءِ عِنْدَ الدُّخُولِ لِزِيَارَتِهِمْ نَعَمْ إنْ قَصَدَ بِتَقْبِيلِ أَضْرِحَتِهِمْ التَّبَرُّكَ لَا يُكْرَهُ كَمَا أَفْتَى بِهِ الْوَالِدُ شَرْحُ م ر أج
Dimakruhkan mencium peti yang berada di atas pusara, sebegitu juga makruh untuk mencium atau mengusap pusara dan batu nisannya para wali ketika berziarah kepada mereka. Hanya saja, ketika diniati ngalap berkah dengan mencium pusaranya, maka tidak dimakruhkan. (Tuhfat al-Habib ala Syarh al-Khatib, biasa dikenal dengan Hasyiyah Al-Bujairimi Ala al-Khatib, 2/296).
Jadi ada perbedaan pendapat dalam hukum memegang dan mencium batu nisan. Dalam fikih dikenal suatu istilah dalam perbedaan pendapat, yaitu; “sesuatu yang hukumnya belum disepakati itu tidak boleh diingkari”. Maka dari itu mari saling menghormati, tanpa saling vonis bid’ah sana sini.
Asal dari Pasuruan. Sekarang menempuh studi program Double degree di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada program studi PAI dan Fikih Muqaran dan tinggal Wisma Ma’had Aly UIN Malang.
Baca Juga
Profil Kampus Sanad
23 Aug 2024
Perjalanan seorang santri dalam surat al-Kahfi
18 Aug 2024