Artikel

Wisata Masjid dan Makam, Bolehkah?

29 Jan 2022 05:50 WIB
1723
.
Wisata Masjid dan Makam, Bolehkah? Tidak sedikit masyarakat menjadikan masjid sebagai tempat wisata. Alasannya simpel, “berkunjung ke rumah-rumah Allah membuat hati tambah adem.”

Masjid adalah tempat suci umat Islam dalam melaksanakan ibadah. Mulai dari shalat 5 waktu, iktikaf, membaca al-Qur’an, berdzikir, infak-sedekah, majlis ta’lim dan aktivitas sosial-keagamaan lainnya. Kegiatan-kegiatan ini bisa dilakukan di masjid baik secara rutin maupun tidak.

Demikian banyaknya fungsi masjid dalam memfasilitasi kegiatan umat menjadikan masjid sebagai tempat ‘kongkow’ favorit umat Islam. Bahkan masjid-masjid yang berada di pinggir jalan raya sering disinggahi para sopir untuk beristirahat demi menghilangkan rasa kantuk dan penat.

Tidak sedikit pula masyarakat menjadikan masjid sebagai tempat wisata. Alasannya simpel, “berkunjung ke rumah-rumah Allah membuat hati tambah adem.” Di tambah lagi semakin banyak masjid-masjid besar nan agung yang memang menyediakan fasilitas bagi para pengunjung untuk menikmati isi masjid maupun sekelilingnya.

Ada banyak masjid ikonik nan unik di Indonesia yang dijadikan kunjungan wisata religi. Di Jawa Tengah ada masjid Menara Kudus, masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), masjid Kapal Semarang, masjid Agung Kraton Surakarta dan lainnya.

Di samping itu ada pula masjid Muhammad Cheng Ho di Surabaya, masjid Raya Sumatera Barat, masjid Tiban di Malang, masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan, masjid Kubah Emas Depok, dan masjid paling besar seasia Tenggara yaitu masjid Istiqlal Jakarta.

Saya jadi teringat hadis “La tusaddu al-rihâl illa ila tsalâtsati masâjid. Masjidil Harâm, wa Masjidil Aqshâ, wa masjidy hâdzâ ..” Yang kira-kira artinya: “dan jangan mengencangkan pelana (melakukan perjalanan jauh) kecuali untuk mengunjungi 3 masjid; Masjid Al-Haram, Masjid Al-Aqsha dan Masjidku (Masjid Nabawi),” demikian sabda Nabi.

Hadis ini menjadi viral sebab awal tahun 2022 ini ada seorang ustadz berinisial MQ mengkaitkannya dengan larangan ziarah kubur kepada para leluhur yang menjadi tonggak penyebaran agama Islam di Nusa Tenggara Barat. Sebut saja makam Seloparang, Bintaro, Loang Baloq, Sekar Bela, Ali Batu, Batu Layar dan beberapa makam keramat lainnya.

Menurut Sayyid Muhammad bin ‘Alwi Al-Maliki Al-Hasani dalam kitab Az-Ziyârah An-Nabawiyyah Bainal Bid’iyyah wa As-Syar’iyyah bahwa hadis di atas tidak ada hubungannya dengan ziarah kubur. Khususnya ziarah makam Rasulullah yang berada di dalam Masjid Nabawi. Hal ini menandakan bahwa tidak ada larangan berziarah ke makam Nabi saat mengunjungi masjid Nabawi.

Sejatinya, Rasulullah ingin memberitahu umat Islam bahwa mengunjungi ketiga masjid ini telah menjadi ketetapan syariat. Apalagi jika ditambah dengan melaksanakan shalat di dalamnya. Allah akan melipatgandakan pahala bagi mereka yang berkunjung sekaligus melaksanakan shalat. Sebagaimana sabdanya: “Shalat di masjidku (masjid Nabawi) lebih utama daripada seribu shalat di tempat yang lain, kecuali Masjidil Haram. Dan shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada seratus ribu shalat di tempat yang lain.”  

Hal ini menandakan kemuliaan dan keutamaan yang dimiliki ketiga masjid yang pernah dikunjungi Rasulullah. Di mana Rasulullah pernah melakukan shalat di dalamnya. Jika mengunjungi masjid Nabawi disyariatkan, maka mengunjungi makam Nabi yang berada di dalamnya juga diperbolehkan. Dalam sabdanya: “Barang siapa yang menziarahi makamku, dia wajib mendapatkan syafaatku.

Melestarikan Masjid dan Makam Lewat Wisata Religi

Saat masih belajar di Mesir, saya ingat ada beberapa kawan yang menamakan diri mereka dengan istilah ‘Sarkub’ atau ‘sarjana kuburan’. Istilah itu disematkan karena mereka senang melancong untuk mengunjungi satu masjid dan makam para wali yang ada di Mesir.

Di Mesir, banyak makam yang berada dalam masjid atau satu atap dengan bangunan masjid. Sebut saja makam Imam Syafi’i; imam madzhab mayoritas umat Islam Indonesia,  Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary; pengarang kitab Al-Hikam, Abu Hasan As-Syadzili; pendiri thariqah Syadzaliyyah/Syadziliyyah dan masih banyak lagi.

Masjid-masjid dan makam-makam seperti ini seakan tidak bisa terpisahkan untuk diziarahi. Maka sah saja kita mengatakan ziarah masjid maupun ziarah kubur. Walaupun kata ‘ziarah’ lebih populer untuk mendatangi makam-makam yang dianggap keramat. Demikian persepsi umat Islam Indonesia terhadap kata tersebut.

Di Indonesia, wisata religi yang identik mengunjungi masjid dan makam sudah sangat populer. Gayung bersambut, kegiatan ini didukung para agen perjalanan dalam menyediakan jasa layanan bagi para pelaku wisata religi. Tidak mengejutkan bus-bus pariwisata ‘berseliweran’ di jalan raya seraya membawa penumpang dengan tulisan rombongan ziarah ini dan itu.

Wisata masjid dan makam sudah menjadi satu paket komplet sebagaimana mengunjungi masjid Nabawi dan makam Rasulullah. Jika banyak umat Islam belum bisa mengunjungi salah satu di antara masjid suci yang ada dalam hadis Nabi, maka solusinya adalah mengunjungi masjid dan makam di Indonesia yang dianggap memiliki keutamaan dan kemuliaan.

Meskipun tidak sebanding dengan masjid Al-Haram, masjid Al-Aqsha dan masjid Nabawi, paket komplet dalam rangka wisata religi semacam ini masuk dalam kategori mentradisikan ziarah dua tempat yang diisi oleh hamba-hamba Allah yang mulia. Masjid berisi orang-orang yang melaksanakan ibadah, sedangkan makam yang diziarahi biasanya makam ulama atau tokoh yang berjasa kepada umat Islam.

Hal ini senada dengan filosofi masjid-masjid di Indonesia yang banyak berdekatan dengan makam para penduduk sekitar. Setelah mengingat Allah dengan melaksanakan ibadah di masjid, mereka didorong untuk menziarahi makam keluarganya sekaligus mendoakan. Hubungan kepada Allah semakin baik, begitu pula hubungan dengan sanak saudara yang telah meninggal juga terjaga.

Tidak berat kiranya melaksanakan wisata religi dengan paket komplet seperti ini. Apalagi ditambahi promo murah dari para agen perjalanan. Namun bagi yang menganggap hal ini bagian dari kesyirikan dan akan menjauhkan diri dari Allah, maka peluang-peluang untuk mentradisikan hadis Nabi akan semakin menipis.

Dengan demikian, wisata masjid dan makam sekaligus diperbolehkan. Apalagi jika niatnya untuk mengenal rumah-rumah Allah di tempat lain yang menjadi kebanggaan umat Islam. Begitu juga untuk mengetahui nilai-nilai sejarah yang pernah diperjuangkan oleh ulama-ulama yang berjasa di daerah tersebut. Hal ini yang justru akan mendorong generasi penerus kita untuk senantiasa melestarikan tradisi mengunjungi masjid dan makam sebagai wisata religi yang menentramkan hati serta pikiran. Wallâhu A’lam.

Andi Luqmanul Qosim
Andi Luqmanul Qosim / 29 Artikel

Mengenyam pendidikan agama di Ta'mirul Islam Surakarta dan Universitas Al-Azhar Mesir. Sekarang aktif sebagai pengajar di Fakultas Syariah IAIN Salatiga dan Guru Agama di SMAN 1 Parakan Temanggung.

Aristika
03 February 2022
Assalamu'alaikum Pak Andi, sehat selalu untuk bapak dan keluarga. Terima kasih banyak atas segala ilmu yg tidak pernah berhenti bapak berikan, dari sewaktu dibangku sekolah, di kampus, dan sekarang melalui tulisan-tulisan bapak.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: