Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

KDRT, Ustazah Oki dan Sayyid Ahmad Ar-Rifa’i

Avatar photo
37
×

KDRT, Ustazah Oki dan Sayyid Ahmad Ar-Rifa’i

Share this article

Baru-baru ini warga +62 dihebohkan dengan potongan video ceramah dari salah seorang Ustazah Oki Setiana Dewi. Ia menjelaskan kisah seorang perempuan yang mengalami KDRT, namun enggan mengadu pada orang tuanya. Bagian ini tidak jadi soal. Yang kemudian menuai kontroversi, Ustazah yang pernah membintangi film Ketika Cinta Bertasbih itu menambahkan, sikap inilah yang mestinya ditiru oleh para istri shalehah daripada berlebayria dengan ngumbar-ngumbar aib pasangan.

Gegara itu, Ustazah Oki dihujat habis-habisan oleh netijen indonesia. Dari pihak yang kontra beralasan, bila narasi normalisasi pemukulan suami terhadap istri dibiarkan begitu saja, ia akan mendorong lebih banyak perempuan korban KDRT cenderung diam saat dirinya diperlakukan tidak baik oleh suaminya. Sebagian lagi, dengan bedebah berkata bahwa sejatinya kakak dari Youtuber Ria Ricis tersebut tidak pantas diberi panggung. Tidak lain karena berdasar asumsi mereka, Ustazah Oki memang tak punya kapasitas mumpuni dalam bidang agama. Ia hanya punya keberanian tampil di depan publik.

Sementara pihak yang pro menyatakan tidak ada kesalahan fatal dari video itu. Sebab, anjuran untuk tidak ngumbar kekerasan yang dialami, bukan berarti membolehkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam hal ini, saya tidak akan memperkeruh keadaan dengan membuat narasi-narasi yang membela salah satu pihak. Tidak. Itu tidak akan menyelesaikan masalah. Tetapi, saya tak menjamin tulisan ini akan tuntaskan masalahnya. Boleh jadi, malah menambah masalah.

Begini, kapan hari saya menikmati kitab asyik berjudul ash-Shabru ‘ala al-Zaujaat wa al-Hilm Alaihinna karya Yusuf Abjik as-Susi. Dari judulnya sudah bisa ditebak. Kitab ini berisikan kumpulan kisah dari para nabi, ulama, wali-wali Allah dan para bijak bestari yang sabar menghadapi perlakuan istri-istrinya. Saya buka kitab itu secara random. Tanpa sengaja, saya dapati tema yang bikin hati saya tertarik atau bisa disebut tema tersebut sesuai dengan kondisi hati saya saat itu. Tepatnya di halaman 18, Yusuf Abjik menuliskan judul besar Hikayatani fi fadhli al-Hilm ‘ala al-azwaaj wa ‘uluwwi maqom ash-shabirin ala adzahunna”.

Sayyid Ahmad ar-Rifa’i dan Istri

Di momen ini penulisnya menceritakan, ada sebagian orang berkeyakinan bahwa sabar dalam menghadapi perlakuan istri akan membuahkan kewalian dan kedudukan istimewa di sisi-Nya. Sebut saja al-Arif billah Sayyid Ahmad ar-Rifa’i, salah satu kekasih (wali) Allah yang amat masyhur. Bagi kalangan pesantren, khususnya tempat saya mondok, nama ini tidak asing. Karena setiap kali membaca Ratib al-Haddad, nama beliau hampir tidak pernah absen dihadiahi fatihah. Di balik ketenarannya ini, ada istri “galak” yang senantiasa mengolok-oloknya di rumah. Lebih dari itu, bahkan beliau sering kali menerima kekerasan dari istrinya.

Diceritakan, salah seorang murid Sayyid Ahmad ar-Rifa’i sering bermimpi melihat beliau berada di tempat istimewa di surga. Mimpi itu ia rahasiakan dari orang lain. Hanya dia dan Tuhan yang tahu.

Alkisah, pada saat murid tersebut berkunjung ke rumah Sayyid ar-Rifa’i. Dia mendapati sang guru sedang dipukuli kayu oleh istrinya. Herannya, beliau hanya terdiam membatu. Tak sepatah kata pun terucap dari lisannya. Tentu kejadian ini membuat muridnya berang. Ia segera bergegas pulang untuk mengabari kawan-kawan ngajinya tentang apa yang baru saja dia lihat.

“Guru kita mengalami KDRT kalian diam saja? Murid macam apa kalian ini?” tegasnya saat memberitahu kawan-kawannya.

“Kita bisa apa? Meminta guru untuk menceraikannya? Itu tidak mungkin!” ujar salah seorang dari mereka.

“Kita tahu sendiri kan? Mahar istri beliau mahal sekali. Sedangkan beliau tak punya apa-apa untuk menebusnya.” pungkasnya.

Akhirnya mereka urun rembuk untuk patungan sebagai bentuk rasa peduli pada guru tercinta. Setelah semuanya terkumpul, murid yang tadi melihat syekh dipukuli datang kembali dengan membawa uang tersebut. Tanpa basi-basi ia menaruhnya di hadapan Sayyid Ahmad ar-Rifa’i.

“Apa ini?” tanya Sayyid kepadanya.

“Saya tak rela melihat engkau dipukuli. Ceraikan saja istri njenengan! Ini kami sudah siapkan maharnya.”

Sayyid Ahmad ar-Rifa’i tersenyum dan berujar, “Andaikan bukan karena kesabaran atas ulah istriku, kau tak akan pernah memimpikanku berada di tempat khusus di surga.”

Kekerasan dalam Rumah Tangga

Dari kisah di atas, saya berpandangan bahwa kekerasan dalam rumah tangga sejatinya bisa terjadi dari pihak manapun. Baik istri maupun suami sama-sama punya potensi untuk melakukan perbuatan keji itu. Semua hanya soal kesempatan saja. Bila suaminya diam, istrinya ngelunjak. Sebaliknya, jika istri lebih banyak pasrah maka suami akan betingkah. Anda jangan buru-buru naik darah, bagaimanapun saya berkeyakinan ini hanya dialami oleh sebagian kecil orang saja. Jika diteliti lebih lanjut, ada sekian banyak kisah keluarga bahagia dan membahagiakan yang tak pernah terungkap ke permukaan.

Akhirnya, alangkah baik jika kisah tersebut menjadi pelajaran berharga bagi para suami agar senantiasa sabar menghadapi istri. Di sisi lain, adalah tidak tepat jika cerita di atas dijadikan dalil oleh para istri untuk berbuat semena-mena pada suami.  Dengan alasan, “kekasih Allah saja tak luput dari amukan istri, apalagi yang tidak ulama.” Wallahu a’lam bis shawab.

Ma’had Aly, 6 Februari 2022

Kontributor

  •  Wandi Isdiyanto

    Saat ini menjadi tenaga pengajar Ma'had Aly Situbondo. Tinggal di Banyuwangi Jawa Timur. Meminati kajian tafsir, hadits, fikih, ushul fikih dan sejarah.