Artikel
Siapa Orang yang Pertama Kali Memperingati Maulid Nabi SAW?
Ada tuduhan memperingati Maulid Nabi atau hari kelahiran Kanjeng Nabi SAW adalah sesuatu yang mengada-ada dan tidak ada dasarnya dari Kanjeng Nabi. Tuduhan ini sudah sering dilontarkan, diulang-ulang, walaupun sebenarnya tak banyak dipedulikan.
Terlepas dari tuduhan semacam itu, ada beberapa keterangan para ulama kaliber dunia yang meneguhkan betapa indahnya memperingati Maulid Nabi SAW di bulan Rabiul Awwal ini. Lalu siapakah orang yang pertama kali memperingati hari kelahiran Kanjeng Nabi?
Yang pertama kali memperingati hari kelahiran Kanjeng Nabi SAW adalah justru beliau sendiri. Ada sebuah riwayat hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang kurang lebih pengertiannya begini: "Ketika Kanjeng Nabi SAW ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab, hari tersebut (Senin) adalah hari saya (Kanjeng Nabi) dilahirkan."
Hal ini seperti disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Malaki Al-Makki dalam kitabnya, Haula Al-Ikhtifal Bidzikri Al-Maulid An-Nabawi Asy-Syarif.
Baca juga: Fatwa Mufti Makkah Tentang Berdiri Ketika Pembacaan Maulid
Selanjutnya, Sayyid Muhammad menyebutkan sebuah keterangan dari Ibnu Hajar Al-Asqalani bahwa ada perilaku-perilaku khusus di hari-hari tertentu dalam rangka mensyukuri nikmat Allah SWT dan atau menolak bencana. Perilaku-perilaku tersebut termasuk di dalamnya melaksanakan puasa, bersedekah, membaca Al-Qur'an, dan melakukan kebaikan lainnya.
Sedangkan dalam keterangan Imam Jalaludin As-Suyuthi, terdapat satu riwayat dari Imam Baihaqi tentang Kanjeng Nabi SAW yang pernah mengaqiqahi dirinya sendiri setelah pada masa kenabian. Padahal, diketahui Kanjeng Nabi sudah pernah diaqiqahi oleh kakeknya, Abdul Mutholib.
Hal tersebut, menurut Imam Jalaludin As-Suyuthi, adalah bentuk syukur Kanjeng Nabi SAW atas hari kelahiran beliau. Dan bagi kita, umatnya, memperingati hari kelahiran beliau adalah termasuk perilaku yang baik atau disukai (mustahab).
Kanjeng Nabi dulu memang memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa. Lalu apakah hari ini kita harus memperingatinya dengan berpuasa?
Berpuasa adalah salah satu jenis ibadah yang amat mudah dilakukan oleh siapa saja, terkecuali bagi orang sakit. Tidak seperti perilaku ibadah lain seperti sedekah yang meharuskan ada kelebihan harta. Mengingat kala itu, puasa adalah bentuk ibadah termudah untuk dilakukan bagi seluruh kalangan sahabat.
Baca juga: Fatwa Mufti Makkah Tentang Berdiri Ketika Pembacaan Maulid
Sederhananya berpuasa adalah standar minimal, dan intinya adalah melakukan kebaikan dalam rangka memperingati hari kelahiran Kanjeng Nabi SAW sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT.
Jadi, dalam momen bulan Rabiul Awwal (Maulud) ini, mari kita memperingati kelahiran Kanjeng Nabi SAW dengan perilaku-perilaku kebaikan. Seperti membaca shalawat, membaca (atau mendengar) sejarah Kanjeng Nabi SAW, bersedekah, bersilaturahmi, dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Pun jika tak setuju dan masih menganggap peringatan atau perayaan Maulid Nabi adalah hal yang mengada-ada, tetapi bukankah berperilaku baik kepada manusia juga hal yang baik? Karena setahu saya, junjungan kita, Kanjeng Nabi Muhammad SAW adalah orang yang diutus untuk menyempurnakan perilaku baik.
Disarikan dari: Haula Al-Ikhtifal Bidzikri Al-Maulid An-Nabawi Asy-Syarif, karya Sayyid Muhammad Al-Malaki Al-Makki.
Asal Purworejo, Jawa Tengah. Pernah mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir. Sekarang sedang menyelesaikan program doktoral di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Baca Juga
Hati-hati jika berbasa-basi
06 Oct 2024