Botani adalah
ilmu yang memiliki andil besar untuk kelangsungan
kehidupan umat manusia dalam dunia pengobatan. Saking
pentingnya, ilmu ini masih digunakan sampai sekarang. Ilmu yang membahas seputar tumbuh-tumbuhan ini berguna
untuk pengobatan dari ekstrak-ekstrak yang dihasilkannya.
Pada Abad Pertengahan
muncul seorang ilmuwan muslim terkenal yang
telah melakoni banyak penelitian tentang
tumbuhan untuk proses identifikasi manfaat dan bahayanya. Bernama Ibnu Al-Baithar, ia merupakan sosok peneliti yang mahir dan ulet.
Bukan sembarang percobaan, penggaliannya demi mengetahui dan memastikan keabsahan dan
validitasnya.
Nama utuhnya adalah Dhiya’
Al-Din Ibnu Al-Baithar. Dia mentereng sebagai sosok ilmuwan
tanaman yang terhormat lagi bijaksana, lahir di Malaga, Andalusia pada tahun
1197 M dan wafat di Damaskus pada tahun 1248 M. Lantaran kiprah dan dedikasinya
Ibnu Al-Baithar disebut sebagai ahli botani Arab terbesar Abad pertengahan.
Masa Kecil Ibnu Al-Baithar
Ibnu Al-Baithar
sejak kecil sudah tertarik apa saja seputar dunia tumbuhan. Pada saat usianya
mecapai sepuluh tahun, ia nekat berangkat ke hutan untuk menghabiskan waktunya
demi berkeliaran di antara pepohonan, tanaman dan bunga. Ia merenungkan dan
menlitinya, bahkan mengilustrasikan, mengumpulkan informasi tentang mereka dan
menuliskannya.
Perjalanan keilmuwannya
membawa ia singgah ke berbagai negara yang berbeda-beda, mulai dari Yunani,
Syam, Maroko, Spanyol hingga Mesir. Ibnu Al-Baithar begitu gandrung dengan
kebiasaan mengumpulkan tumbuhan dan mempelajarinya dengan amat teliti. Bahkan
siapa saja yang memiliki kapasitas keilmuwan mengenai sejarah alam, tanpa
gengsi dan merasa tinggi Ibnu Al-Baithar akan menjumput pengetahuan darinya.
Pada saat
kepindahannnya dari Damaskus menuju Mesir, Ibnu Al-Baithar mengirim secarik
surat kepada gurunya, Abu Al-Hajjaj Al-Maghribi tentang kondisinya yang prima
dan baik-baik saja. Pada saat itu usiannya tiga puluh dua tahun.
Dari
Alexandria dia pergi ke Kairo, dan sehari setelah kedatangannya. Dia diminta
oleh al-Malik al-Kamil untuk melayani bimaristan (rumah sakit) dan apoteknya, dan
mengizinkannya untuk mempraktikkan profesinya di tanah Mesir.
Kecermatan dan tekad
baja belajar Ibnu Al-Baithar bukan semata-mata pengindahan saja. Bukti ini
dikuatkan oleh tuturan muridnya sendiri,
Ibnu Abi Usaybi’a:
“Ibnu Al-Baithar
mempelajari buku-buku karangan Galenus, Al-Ghafiqi dan Dioscorides. Ia
menghafal sebaik ia memahaminya, bahkan dia tidak meninggalkan satu bagian pun
tanpa mempelajarinya dan berlatih mengekstraksi obat-obatan dari buku tersebut.”
Kegilaannya mengumpulkan aneka gulma
dan tumbuhan sampai membuat Ibnu Abi Usaybi’a
terkagum-kagum.
Pada
masa Raja Al-Kamil Muhammad ibn Abi Bakr bin Ayyub, Ibnu Al-Baithar ditempatkan
sebagai kepala pengobatan di tanah Mesir. Sang raja mengandalkannya untuk
obat-obatan dan gulma.
Selepas
kematian Raja al-Kamil, putranya Al-Saleh Najm Al-Din sebagai
penerus kekuasaan mempertahankan Ibn al-Bitar di bawah pengabdiannya di kota
Damaskus.
Selain
itu, Ibnu Al-Baithar juga menambah kekayaan ilmu pengetahuan dengan menulis
buku-buku terkemuka tentang tumbuhan yang sukses membantu dan memajukan ilmu
pengetahuan serta menunjukkan manfaat tumbuhan untuk pembuatan obat-obatan.
Ibnu
Al-Baithar bukanlah sosok dengan tipikal asal jumput sana sini sebuah informasi. Dia benar-benar memeriksa
dengan cermat sampai ia yakin dengan menyaksikannya sendiri keabsahan dan
kebenaran informasi tersebut.
Kitab-kitab Penting Ibnu Al-Baithar:
1. Al-Jami’ li Mufrodati al-Adwiyah wa Al-
aghdhiat
Dalam buku ini Ibnu
Al-Baithar menyebutkan segala sesuatu yang berhubungan dengan obat-obatan,
nama-nama mereka, apa yang dikandungnya, apa manfaatnya dan gejala apa yang
diduga terjadi.
Max Meyerhof, Orientalis
penulis buku “Studies Medieval Arabic
Medicine” hingga berkata bahwa buku itu adalah buku bahasa Arab terbaik
mengenai botani. Ia mengandung banyak pembahasan lebih dari 150 buku yang
sebagiannya bahasa Yunani, dengan verifikasi, catatan dan revisi. Di dalamnya
termuat penjelasan lebih dari 1.400 tumbuhan, hewan dan obat-obatan mineral,
termasuk 300 obat baru dengan penjelasan cara pemanfaatnya sebagai bahan pangan
dan pengobatan.
Sanjungan lain juga datang dari Orientalis
kebangsaan Jerman, Sigrid Hunke (1999 M): “Dia adalah si jenius Arab terbesar
dalam bidang botani. Penjelasan tentang serubu empat ratus tumbuhan obat dengan
menyebutkan nama dan metode penggunaan itu sangat luar biasa.”
Sementara Orientalis Ruska
mengatakan atas otoritas karya Ibnu Al-Baithar: “Buku Al-Jami’ itu penting,
berharga, dan memiliki pengaruh yang besar pada kemajuan botani.”
2. Al-Mughni fi Al-‘Adwiat Al-Mufrodat
Karangan ini disebut sebagai buku
monumental kedua setelah kitab Al-Jami’, sebab di dalamnya berisi dua puluh bab
yang disusun secara rapi tentang tata cara merawat dan menyembuhkan organ yang
sakit secara singkat.
Setiap masing-masing penyakit
seperti sakit kepala, sakit telinga dan badan demam langsung disusul keterangan
obat-obatan untuk mengatasi penyakit tersebut. Tidak terlepas juga sakit anggota
badan yang terkena racun dan obat-obat yang paling sering digunakan.
Sementara karya-karyanya yang lain
adalah Al-Mughni di At-thib, Maqolah fi Al-Liymun, Kitab fi At-Thib, dan Mizan
At-thabib.
Manhaj Ilmiah Ibnu Al-Baithar
Integritas ilmiah Ibnu Al-Baithar
ketika menulis buku dan pengambilan putusannya didasarkan pada pengalaman
langsung, sehingga sewaktu dia menulis buku Al-Jami’ sampai merujuk pada lima
puluh buku, dan dua puluh di antaranya buku Yunani.
Metode ilmiahnya dicirikan oleh
kesadaran kritis dengan komitmen penuh pada objektvitas. Misalnya saja ketika ia
menulis, secara runut dan runtut disebutkan di mana obat itu muncul, manfaat
yang terkandung, dan membatasi bagian yang semestinya dibatasi dengan poin-poin
yang tepat agar tidak melebar kemana-mana.
Langkah ini dimabil sebagai
antisipasi kebingungan atau distorsi bagi mereka yang menyalin ataupun yang
hanya membaca buku-bukunya. Sebab kesalahan menyangkut obat bisa berdampak
buruk bagi kehidupan masyarakat.
Ibnu
Al-Baithar wafat di Damskus pada tahun 646 H/1248, dia meninggalkan warisan
ilmiah yang menjadi saksi kejeniusannya yang luar biasa.