Nama lengkap beliau adalah Kholil bin Ahmad bin Amr bin Tamim Al-Ajdi Al-Farahidi. Menurut Imam Al-Jazari, ayahnya adalah orang kedua yang memiliki nama Ahmad setelah Nabi Muhammad Saw.
Beliau dikenal sebagai orang pertama yang menciptakan ilmu Arudh, ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah syair bahasa Arab. Hal inilah yang menjadi sebab permulaan tersohornya nama beliau di dalam dunia kebahasaan.
Beliau adalah guru Imam Sibawaih, ulama yang menjadi rujukan utama dalam ilmu gramatikal bahasa Arab.
Imam Kholil dilahirkan di Basrah pada 100 H. Beliau tumbuh besar di negeri kelahirannya, berada dalam lingkungan dan didikan syariat. Beliau mengambil ilmu dari berbagai ulama termasyhur pada zamannya.
Beliaulah sosok utama dan imam dalam bidang ilmu Nahwu, semangatnya dalam menuntut ilmu melahirkan sebuah karya fenomenal yang terkenang sepanjang masa. Ilmu tersebut terhimpun dalam sebuah kitab yang disimpan di berbagai perpustakaan di dunia.
Imam Kholil menyusun Arudh didorong dari keinginannya sendiri, kemudian ilmu tersebut disempurnakan oleh generasi setelahnya, dan yang menyempurnakannya ialah muridnya sendiri yang bernama Imam al-Akhfasyi.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, ketika berada di Makkah, Imam Kholil pernah memanjatkan doa kepada Allah agar mengaruniainya sebuah ilmu yang belum pernah dimiliki oleh para ulama pendahulu.
Doanya terkabul selepas beliau kembali ke kota Basrah. Allah membukakan hati dan pikirannya hingga ia mampu menyusun sebuah ilmu yang menjadi fondasi dasar dalam dunia syair. Ilmu tersebut dinamakan dengan ilmu Arudh. Beliaulah penggagas pertama dan penyusun kitab kamus Al-‘Ain dalam bidang kebahasaan.
Baca juga: Biografi Imam Az-Zamakhsyari, Penulis Kitab Tafsir Al-Kasysyaf
Hamzah bin Hasan Al-Asbahani mendeskripsikan Imam Kholil dalam kitabnya At-Tanbih ala Hudutsi at-Tashif sebagai berikut:
“Sesungguhnya keilmuan bahasa Arab Daulah Islam sejak zaman dahulu tidak lepas dari kaidah-kaidah dasar yang diciptakan oleh Kholil. Hal itu terjadi karena tidak ada ilmu lain yang lebih jelas dan detail daripada ilmu yang disusun olehnya. Tak ada yang mampu menandingi mahakarya Kholil, ilmu yang telah melampaui para pendahulunya.”
Imam Kholil adalah sosok yang saleh, kharismatik, tawadhu, warak, taat beragama, cerdas, pintar, berperangai baik lagi terpuji, serta tidak pernah melihat dirinya memberikan manfaat terhadap orang lain.
Beliau pernah berkata, “Sempurnanya akal dan pola pikir seseorang akan mampu diraih ketika ia sudah mencapai 40 tahun, tepat sebagaimana Rasulullah diutus sebagai nabi. Dan hal itu akan semakin berkurang ketika ia sudah mencapai umur 63 tahun, tahun di mana ruh Rasulullah Saw dipanggil menghadap Rabb-Nya. Dan sebaik-baik waktu pola pikir seseorang bekerja ialah di seperempat malam.”
Nadhr bin Syumail berkata, “Aku tidak pernah melihat sosok guru yang lebih tawadhu daripada Kholil Al-Farahidi.”
Sufyan An-Nauri berkata, “Barangsiapa hendak melihat seseorang yang tercipta dari emas dan minyak misik, maka lihatlah Kholil bin Ahmad.”
Baca juga: Sayyiduna Ibnu al-Faridh, Sulthanul ‘Asyiqin Raja Para Perindu
Imam Kholil menulis ilmu Arudh di kediamannya. Sering kali beliau mengucapkan wazan-wazan fi’il bahasa Arab yang tak dimengerti oleh orang lain. Suaranya itu pun terdengar oleh sang anak. Khawatir dengan apa yang didengarnya, akhirnya anaknya pergi keluar rumah lalu mengumumkan peristiwa itu di khalayak, “Sesungguhnya ayahku telah gila, dia sering mengucapkan kalimat yang aku tak paham.”
Heran dengan kata-kata si anak, masyarakat langsung bergegas menuju ke kediaman Kholil.
Mereka bertanya kepada Kholil, “Wahai Kholil, apa yang terjadi padamu? Apakah kamu mau agar kami mengobatimu?”
Kholil berkata, “Ada apa dengan kalian?”
Mereka berkata, “Anakmu mengadu kepada kami, bahwa kamu telah gila.”
Seusai mengetahui alasan mereka, Imam Kholil menjawabnya sembari melantunkan syair,
لو كنت تعلم ما أقول عذرتني … أو كنت أجهل ما تقول عذلتكا
لكن جهلت مقالتي فعذلتني … وعلمت أنك جاهل فعذرتكا
Jika kalian tahu apa yang aku ucapkan, pastilah kalian akan meminta maaf padaku
Atau jika aku yang bodoh hingga tak mengerti ucapan kalian, aku akan menjauhi kalian.
Akan tetapi, pada kenyataannya memang kalianlah yang tak paham akan ucapanku, maka menjauhlah dariku.
Dan aku tahu bahwa kalianlah yang bodoh, oleh karenanya aku memaafkan kalian.
Alkisah, suatu waktu ketika Imam Kholil safar dan sampai di padang pasir, gelap mulai menyelimuti langit, hawa dingin bertiup kencang menembus pakaian yang dikenakannya, dingin tersebut merasuk ke dalam tubuh beliau. Di saat itu, beliau mencari tempat berlindung, demi menghindari cuaca dingin dan agar bisa beristirahat sejenak sebelum melanjtukan perjalanan.
Terlihat cahaya yang begitu terang benderang, berharap hal itu menunjukan bahwa ada orang selainnya yang bertempat tinggal di padang pasir tersebut. Imam Kholil beranjak dari tempatnya, mendekati sumber cahaya. Dengan perasaan gembira, ternyata cahaya itu bersumber dari sebuah rumah.
Imam Kholil memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Tidak lama kemudian terdengar sahutan dari dalam rumah. “Siapakah engkau?”
“Aku Kholil bin Ahmad,” jawabnya.
“Apakah engkau yang sedang diperbincangkan masyarakat? Mereka beranggapan bahwa kamu adalah orang yang paling paham bahasa Arab?” tanya pemilik rumah.
“Ya benar, mereka menganggapku seperti itu. Namun itu tidaklah benar, aku hanya seorang penuntut ilmu biasa.” Jawab Imam Kholil.
Diliputi oleh rasa ingin tahu, pemilik rumah hendak menguji apakah benar orang tersebut adalah Kholil yang sering disebut masyarakat atau bukan. “Kalau begitu, aku akan memberikan tiga pertanyaan. Jika kamu mampu menjawabnya dengan benar, maka aku akan mempersilakan kamu masuk. Jika tidak, maka aku tak akan menerimamu di rumahku.”
Setelah itu, Imam Kholil diuji dengan tiga macam pertanyaan yang berbeda, salah pertanyaan yang dilontarkan kepadanya ialah, “Kamu menyatakan bahwa seluruh manusia di surga makan dan minum, akan tetapi mereka tidak perlu buang hajat. Sedangkan yang kita tahu bahwa tidak ada seseorang yang makan dan minum, kecuali setelahnya dia akan membuang hajat.”
Baca juga: Anregurutta Kali Sidenreng, Ulama Kharismatik dari Sulawesi Selatan
Dengan tenang dan berwibawa, Imam Kholil menjawab, “Ya benar, secara rasional yang kita lihat, tidak ada seseorang yang tidak membuang hajatnya selepas makan dan minum. Akan tetapi, apa yang aku jadikan syahid (bukti) yaitu dengan tidak ada seorang pun di surga yang membuang hajatnya, hal tersebut tidak bisa dipungkiri: Apakah kamu tidak melihat, bahwa janin yang berada dalam perut ibunya juga mengonsumsi makanan, akan tetapi dia tidak perlu membuang hajat?!”
Selepas mendengar jawaban Imam Kholil, pemilik rumah kagum dan mulai mengakui kecerdasaan dan kealiman beliau. Akhirnya ia mempersilakannya masuk dan memberikan jamuan yang istimewa.
Pundak beliau memikul tanggung jawab pengkaderan para murid. Yang terlahir dari didikannya dan menjadi ulama tersohor di antaranya ialah Imam Sibawaih, Nadr bin Syumail, Harun bin Musa, Wahab bin Jarir, Al-Ashma’i, dll.
Semasa hidupnya, Imam Kholil telah melahirkan banyak karya. Di antara karya-karya beliau yang terkenal ialah Kitab Al-‘Ain, kitab Al-‘Arudh, kitab As-Syawahid, kitab An-Nuqot wa Syakl, kitab An-Naghom, serta kitab Al-Awamil. Kesemuanya itu merupakan kitab-kitab yang mengkaji bahasa Arab.
Mengenai tahun wafatnya, terjadi perbedaan pendapat antara ulama. Pendapat termasyhur mengatakan bahwa Imam Kholil bin Ahmad wafat pada 170 H. Pendapat lain menyebut beliau wafat pada 160 H. Imam Ibnu Jauzi menyatakan beliau wafat pada 130 H.
Referensi:
- Akhbarun Nahwiyyin, karya Syekh Abu Tahir Al-Muqri.
- Al-Wafi bi al-Wafayat, karya Syekh As-Shofadi.
- Aniisul Fudhola min Siyari a’lam an-Nubala, karya Muhammad Mansur bin Ibrahim.
- Ghoyat an-Nihayah fi Thabaqatil Qurra, karya Imam Al-Jazari.
- Mu’jamul Udaba, karya Syekh Yaquth Al-Hamawi.
- Siyaru A’lam an-Nubala, karya Imam Ad-Dzahabi.
- Syadzarat ad-Dzahab fi Akhbari man Dzahab, karya Syekh Ibnu Al-Imad Al-Akari.
- Taarikhul Islam wa Wafayatul Masyahir wal A’lam, karya Imam Ad-Dzahabi.
- Wafayatul A’yan wa Anbau Abnaa’iz Zaman, karya Syekh Ahmad bin Khaliqan.