Lubna Al-Qurthubiyah (m. 984 M.) adalah seorang intelektual dan ahli matematika asal Andalusia pada paruh kedua abad ke-10 yang kesohor lantaran kemahirannya dalam sastra dan gramatika Arab, terutama yang berkaitan dengan syair.
Siapa nyana jika persona yang mengkilau selama ratusan tahun tersebut awalnya adalah seorang budak? Oleh karena kerja keras, kecerdasan, dan keuletannya, Lubna Al-Qurthubiyyah mampu menjadi sekretaris Khalifah Cordoba di kemudian hari. Namanya pun harum sampai hari ini.
Sang khalifah sendiri tidak lain adalah figur yang amat masyhur dalam membela nilai-nilai keilmuan dan kebudayaan, dialah Al-Hakam II, alias Abu al-Ash al-Muntashir Billah putra Abdurrahman III yang memerintah Andalusia dari 961 hingga 976 Masehi.
Di perpustakaan Cordoba, Lubna bertugas merapikan, menulis, dan menerjemahkan berjibun manuskrip. Bersama rekan Yahudi bernama Hasdai ibn Syabruth, Lubna adalah sosok di balik kejayaan perpustakaan megah bernama Medina Azahra yang amat ternama dalam khazanah sejarah kegemilangan Islam. Perpustakaan yang sayangnya kini tinggal nama tersebut, di bawah pengaruh Lubna dulunya sukses menampung lebih dari 500.000 buku dari berbagai pelosok bumi.
Dalam bingkai sejarah panjang bangsa Arab, masa Khalifah Al-Hakam II memang masa yang terkenal unik lantaran memperkerjakan lebih dari 170 wanita terpelajar di istana. Meskipun keberadaan perempuan pada posisi penting di istana tidak jarang dalam sejarah Andalusia, namun menonjolkan sekian banyak potensi perempuan dalam bidang keilmuan boleh dibilang tidak umum juga. Mereka bertanggung jawab membuat salinan dari manuskrip-manuskrip penting yang terus menerus didatangkan dari luar tanah Andalusia. Hal ini memberikan gambaran tentang kebudayaan yang luhur di mana peranan kaum hawa sangat andil dalam pencapaiannya.
Di tengah-tengah hampir 200 perempuan tersebut Lubna menampakkan sinar tercemerlangnya. Ia adalah sosok yang berpribadi kuat dan mandiri dengan sebongkok pengalaman yang siap diadu dengan politisi atau kaum intelektual lain pada zamannya. Bila diibaratkan dengan seorang perempuan zaman sekarang, kemungklinan besar Lubna mampu mendapatkan pekerjaan apa pun sesuai keinginannya.
Lubna al-Qurthubiyah dalam lukisan karya Jose Luis Munoz
Lubna terlahir sebagai gadis budak dari keturunan budak juga, asal-usulnya yang tidak berdarah biru dan bukan bangsawan inilah yang menunjukkan betapa besarnya kepercayaan dan rasa hormat para punggawa istana yang diberikan kepada Lubna. Tidak berbeda dengan bermacam pemerintahan pada zaman modern, menjadi seorang sekretaris pada zaman dahulu adalah posisi terelit langsung di bawah pemimpin berikut wakilnya.
Tidak hanya itu, Lubna juga memperoleh hak istimewa dari istana untuk dapat berpelesir kemana pun yang ia kehendaki selama bertujuan mengumpulkan manuskrip dan upaya pengembangan perpustakaan. Tercatat dalam perjalanannya ia beberapa kali mengunjungi Kairo, Damaskus, Baghdad, dan pusat-pusat keilmuan Islam lainnya.
Perpustakaan Medina Azahra adalah salah satu pusat pendidikan paling penting dan terkenal pada masanya. Memercayakan seorang perempuan untuk bertanggung jawab penuh dalam pengelolaannya adalah bukti kepercayaan yang tidak sepele, sebuah fakta yang dengan mudah mematahkan pendapat yang mengatakan bahwa perempuan Muslim termarjinalkan serta tidak dihormati secara layak oleh Islam sepanjang sejarahnya.
Sebagai pustakawati, Lubna berhasil menambahkan karya ke perpustakaan tersebut atas hasil transkripannya sendiri, bahkan kepiawaiannya sebagai linguis merampungkannya menerjemahkan banyak teks Yunani yang teramat penting yang mungkin jika tidak ia lakukan akan hilang seiring waktu.
Cerita tentang Lubna berkeliaran di jalanan Cordoba demi mengajar anak-anak ilmu hitung cukup populer dalam khazanan Islam. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh kaum bangsawan kecuali yang memang benar-benar memiliki kepedulian terhadap peradaban. Lubna pastilah seorang pendidik yang hebat, lantaran olehnya anak-anak menjadi tertarik dengan matematika dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Sejarawan ternama Andalusia, Ibnu Basykuwal (m. 1183 M.), dalam kitab Al-Shillah mencatat bahwa Lubna “tidak hanya unggul dalam menulis, menguasai ilmu tata bahasa, dan perpuisian saja, namun juga luar biasa mahir dalam matematika dan disiplin ilmu sains lainnya. Tidak ada seorang pun di istana Umayyah yang semulia Lubna.”
Fenomena seorang Lubna tentu tetap menarik sampai hari ini, ia begitu unik lantaran berhasil naik sebegitu tinggi dari asal muasalnya yang kurang beruntung. Lubna layak dijadikan inspirasi bagi pemuda Muslim saat ini, khususnya perempuan yang tidak hanya terhormat namun juga layak melejit tinggi. Setinggi-tingginya.