Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Tokoh

Mengenal Uns Khatun, Istri Ibnu Hajar Al-Asqalani

Avatar photo
36
×

Mengenal Uns Khatun, Istri Ibnu Hajar Al-Asqalani

Share this article

Uns
Khatun adalah istri Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani
. Beliau dilahirkan pada tahun 780 H. Ayahnya seorang ahli fikih, bernama Al-Qadhi Nadzir Al-Jaisy Karim Ad-Din.

Lahir di keluarga seorang ulama membuat
Uns Khatun kecil tumbuh sebagai sosok ahli ibadah yang
paham betul agamanya. Dia memiliki ketertarikan yang sangat besar kepada
ilmu hadits.

Ketertarikan
inilah yang menjadi inspirasi Ibnu Al-Qathan untuk menikahkan
dia dengan Ibnu Hajar Al-Asqalani. Dalam kitab Nisa Min At-Tarikh
disebutkan
:
Pernikahan keduanya berlangsung pada bulan Sya’ban tahun 798 H. Saat itu,
Ibnu Hajar berumur 25 tahun dan Uns Khatun berumur 18 tahun.

Di usia belia, Uns Khatun sudah mendapatkan kursi
sebagai ahli hadits perempuan yang terkenal
. Namun, kepopuleran Uns
Khatun kalah dengan suaminya. Kebiasaan Uns Khatun setiap tahun adalah
menyelenggarakan haflah khataman Shahih al-Bukhari pada setiap bulan
Sya’ban.

“Di balik lelaki sukses, ada perempuan tangguh di belakangnya,” Ucap seorang yang bijak. Ucapan ini sangat realistis pada kehidupan Ibnu
Hajar bersama istrinya. Sosok istri yang senantiasa menjadi support s
ystem, dan pendidik unggul bagi anak-anaknya, membuat Ibnu Hajar lebih tenang dalam berkhidmat untuk agama.

Karena
istrinya itu, Ibnu Hajar memiliki waktu maksimal dan stamina prima dalam
mengajar dan secara khusus berkhidmat kepada hadits nabawi.
Sehingga lahir dari tangan Ibnu Hajar, kitab-kitab berkelas internasional yang menjadi sumber memahami hadits bagi umat Islam hingga saat ini.

Diriwayatkan bahwa Ibnu Hajar pernah ditanya tentang istrinya, “Bagaimana
pendapatmu tentang istrimu? Bagaimana dia dengan anak-anaknya? Bagaimana juga
keadaan dia dengan ilmu, membacakan hadits, dan menghafal?”

Ibnu
Hajar menjawab, “Dia adalah sebaik-baik istri, dan sebaik-baik ibu bagi
anak-anaknya
. Saya tidak melihat dia melainkan juga
guru terbaik bagi murid-muridnya.”

Pada waktu yang lain, murid Ibnu Hajar pernah
bertanya, “
Amalan apa yang membuat istri anda
mendapatkan kemuliaan
setinggi itu?”

Ibnu
Hajar menjawab, “Usai resepsi pernikahan kami, selama 7 hari berturut-turut ia mendirikan
shalat malam (qiyamul lail). Dia tidak meninggalkan kebiasaannya itu kecuali
jika ada uzur. Karena beberapa rakaat malam itu, rumah tangga dan anak-anak
kami diberkahi.”

Al-Imam
As-Sakhawi dalam kitab Adh-Dhau` Al-Lami’ menggambarkan Uns Khatun
sebagai pemimpin perempuan pada masannya, dermawan, senang dengan kebaikan, dan
doanya cepat terkabul.

Perhatian
Ibnu Hajar dalam Mendidik Uns Khatun

Al-Hafidz
Ibnu Hajar Al-Asqalani memiliki karakter intelektual yang sangat
tampak pada keluarganya. Ia memiliki peran utama dalam mematik semangat
keluarganya dalam belajar, dan mempersiapkan mereka dari segi keilmuan dan
pemikiran.

Karena
dasar ini, Uns Khatun berhasil sampai kepada keilmuan yang tinggi dalam ilmu hadits.
Di
antara peran Ibnu Hajar adalah
menyambung sanad gurunya
, Al-Hafidz Al-Iraqi kepada istrinya
dengan memperdengarkan Hadits Musalsal bil Al-Awwaliyyah.

Dia
juga menyambung sanad dengan ulama-ulama lain seperti Syekh Abu Al-Khair bin
Al-Hafidz al-‘Alai dan Syekh Abu Hurairah bin Al-Hafidz Adz-Dzahabi dengan
memintakan ijazah riwayat untuk istrinya, atau dengan menghadiri majelis-majelis
periwayatan hadits, baik ketika berada di Mesir maupun sedang berpergian.

Keilmuan
Uns Khatun

Uns
bin Khatun menduduki keilmuan yang tinggi pada masanya, terkhusus dalam ilmu
hadits. Posisi ini bukan hanya sek
adar klaim
buta
, akan
tetapi para ulama yang mengakui hal tersebut.

Beliau
memiliki upaya yang besar dalam mengajar hadits nabawi dengan membuat majelis
yang dihadiri oleh santri yang sangat banyak. Bahkan dalam sebuah riwayat
dikatakan, lebih dari seribu santri hadir dalam majelis hadit
snya.

Sejarah
juga mencatat, bahwa
Uns Khatun merupakan perempuan satu-satunya yang memiliki majelis pembacaan hadits di masjid Amr bin Ash (Fustat Mesir).

Di antara santrinya yang paling menonjol adalah Imam As-Sakhawi yang juga
merupakan murid dari suaminya.

Ketika menulis biografi Uns Khatun, Imam As-Sakhawi berkata, “Beliau guru kami. Saya telah mendengar darinya 40 hadits yang didapat dari 40 guru yang
berbeda
. Majelis itu juga dihadiri oleh suaminya.”

Kedudukan
mulia ini merupakan hasil dari perhatian dan didikan luar biasa suaminya,
sehingga Uns Khatun mengungguli para perempuan pada masanya.
Sebuah kehormatan tersendiri bagi keluarga Ibnu Hajar.

Khataman
Shahih Al-Bukhari di Bulan Sya’ban

Di
antara kebiasaan Uns Khatun yang sudah dikenal di masyarakat dan juga sudah menjadi
kebiasaan mereka adalah menyelenggarakan acara tahunan bertajuk khataman Shahih
Al-Bukhari
pada bulan Sya’ban.

Acara
ini turut mengundang semua lapisan masyarakat, dan dimeriahkan dengan pembagian
manisan dan makanan, sebagai bentuk syukur atas khataman, dan bentuk
penghormatan kepada hadits nabawi.

Imam
As-Sakhawi menceritakan perayaan
khataman
tersebut sebagai berikut:

 وكانت كثيرةَ الإمداد لشيخنا العلَّامة ابن خضر، وهو الذي كان يقرأ لها “البخاري”
في رجب وشعبان مِنْ كلِّ سنةٍ بالمدرسة، وتحتفل يومَ الختم بأنواعٍ مِنَ الحلوى
والفاكهة وغير ذلك، ويهرعُ الكبارُ والصغار لحضور هذا اليوم، وهو قُبَيْل رمضان،
بين يدي صاحب التَّرجمة- يعنى بحضرة الحافظ ابن حجر
-.

Uns
Khatun memiliki hubungan
dengan Al-Allamah Ibnu Khidr. Beliau yang membacakan Shahih Al-Bukhari pada bulan Rajab dan Sya’ban
setiap tahun. Pada acara khataman, Uns Khatun akan membagikan berbagai macam
manisan dan buah-buahan. Semua orang diundang untuk menghadiri acara tersebut,
tepatnya sebelum Ramadhan. Acara tersebut ikut dihadiri oleh Al-Hafidz Ibnu
Hajar.

Mungkin,
tujuan Uns Khatun menyelenggarakan acara tersebut di penghujung bulan Sya’ban adalah
sebagai penyemangat bagi masyarakat dalam menyambut bulan Ramadhan, dan
mengingatkan mereka bahwa bulan Ramadhan adalah bulan khusus untuk menyibukkan
diri dengan ibadah dan membaca Al-Quran. Apalagi ada riwayat dari Imam Malik
bahwa ketika sudah masuk bulan Ramadhan,
Uns Khatun akan

fokus membaca Al-Quran dan tidak membacakan hadits.

Pada bulan Jumadil Awwal tahun 852 H,
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani jatuh sakit, sakit yang berkelanjutan hingga 7
bulan lamanya. Pada masa sakit ini, Uns Khatun tetap setiap merawat suaminya,
hingga suaminya wafat pada tanggal 28 Dzulhijjah tahun 852 H.

Setelah
wafatnya sang suami, Uns
Khatun hidup sendiri dan tidak menikah lagi. Ia
menyibukkan diri dengan ibadah dan belajar. Kegiatan itu ia lakukan sendiri selama
15 tahun, hingga
pada tanggal 15 Rabiul Awal tahun 867 H, ia wafat dalam usia 87 tahun.

Tulisan ini berasal dari status Facebook guru kami,
Syekh Yahya Al-Ghautsani, dengan beberapa tambahan yang
penulis tulis dari beberapa sumber.

 

Kontributor

  • Fahrizal Fadil

    Mahasiswa Indonesia di Mesir, asal dari Aceh. Saat ini menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Fakultas Bahasa dan Sastra Arab. Aktif menulis di Pena Azhary. Suka kopi dan diskusi kitab-kitab turats.