Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Tokoh

Menziarahi Makam Raden Hasan Mustapa Bandung

Avatar photo
33
×

Menziarahi Makam Raden Hasan Mustapa Bandung

Share this article

Risalah Rihlah Jaringan Murid Syaikhona Kholil Madura di Tatar
Sunda (2): Raden Hasan Mustapa (w. 1930) Bandung

Setelah makam KH. Rd. Muhammad b. Alqo (w. 1911) di Pesantren
Sukamiskin Bandung, destinasi kegiatan “ziarah sejarah murid-murid
Syaikhona Kholil Madura di Tatar Sunda” berikutnya adalah makam Rd. H.
Hasan Mustapa (w. 1930) yang terletak di kompleks pemakaman bupati-bupati
Bandung di kawasan Astana Anyar.


Hasan Mustapa dikenal sebagai tokoh besar sejarah kebudayaan
Sunda modern. Sosoknya tercatat sebagai seorang ulama sufi, sastrawan sekaligus
aristokrat Sunda. Hasan Mustapa memiliki sejumlah karya intelektual yang
ditulisnya dalam bahasa Arab, bahasa Sunda aksara Arab (Sunda Pegon) dan bahasa
Sunda aksara Latin.

Terkait sosok Hasan Mustapa sebagai sastrawan besar Sunda dan
penghulu besar Bandung, hal ini sudah dikaji oleh cukup banyak sumber. Adapun
kajian sosok Hasan Mustapa dalam kapasitasnya sebagai “santri-ulama”,
maka hal ini belum terlalu banyak.

Jaringan keilmuan “santri-ulama” Hasan Mustapa terhubung dengan
pusat-pusat jaringan yang terdapat di Priangan (Jawa Barat), Surabaya (Jawa
Timur), Madura, dan juga Makkah di Timur Tengah. Salah satu inti jaringan keilmuan
Hasan Mustapa adalah Syaikh KH. Khalil Bangkalan (Madura). Dalam catataannya
(Adji Wiwitan Istilah), Hasan Mustapa menyebut dirinya pernah belajar kepada
KH. Kholil Bangkalan di Madura, sebelum beliau pergi belajar ke Mekkah.

* * *

Dalam karyanya yang berjudul “Adji Wiwitan Istilah”, Hasan
Mustapa menceritakan pengembaraan intelektual di masa mudanya. Ia menulis bahwa
pada masa kecilnya ia belajar kepada Kiyai Haji Hasan Basri dari Kiarakoneng,
lalu kepada Penghulu Garut Raden Haji Yahya, lalu kepada Kiyai Abdul Hasan di
Sawahdadap Tanjungsari (Sumedang), lalu kepada Kiyai Muhammad Cibunut Garut
(putra Kiyai Hasan Basri Kiarakoneng), lalu kepada Kiyai Adzra’i (menantu Kiyai
Muhammad Cibunut), lalu kepada Kiyai Abdulkahar (Dasarema, Surabaya) dan Kiyai
Khalil (Bangkalan, Madura) (Rosidi, 1989: 48; Rohmana, 2018: 20).

Hasan Mustapa menulis:

“Kaula keur leutik diguru Embah Haji Hasan Basari, Kiarakoneng,
mashur maca Qur’anna, satengah hafad. Pindah deui ngaji sarap nahu nu leutik di
Juragan Panghulu pareman, Raden Haji Yahya, Garut. Pindah deui kaula ka
Tanjungsari, Sumedang, pasantren Kiai Abdul Hasan (Sawahdadap). Pindah deui ka
Cibunut, Kiai Muhammad Garut. Datang deui guru anyar, paman Muhammad Idjra’i,
mantuna, pangajaran Kiai Abdulkahar (Dasarema Surabaya), Kiai Khalil (Bangkalan
Madura)”

(Ketika kecil saya belajar pada Embah Haji Hasan Basri,
Kiarakoneng, yang terkenal sebagai ulama pembaca al-Qur’an. [Di sana saya
belajar hingga] setengah hapal al-Qur’an. Lalu pindah lagi mengaji ilmu sharaf
dan nahwu yang masih dasar pada Juragan Penghulu Raden Haji Yahya, Garut. Lalu
saya pindah lagi ke Tanjungsari Sumedang di Pesantren Kiai Abdul Hasan
(Sawahdadap). Lalu pindah lagi ke Cibunut, Kiai Muhammad Garut. Lalu datang
lagi guru baru, paman Muhammad Idjra’i, menantunya (Kiai Muhammad), (juga)
mendapat pengajaran dari Kiai Abdulkahar (Dasarema Surabaya), Kiyai Khalil
(Bangkalan Madura).

Setelah itu, Hasan Mustapa pergi melanjutakan studinya ke
Makkah. Di kota suci itu, Hasan Mustapa belajar kepada Syaikh ‘Abd al-Hamîd
al-Syirwânî (w. 1883), Sayyid Ahmad Zainî Dahlân (w. 1885), Syaikh Abû Bakar
Muhammad Syathâ (w. 1890), Syaikh Sa’îd Bâ-Bashil (w. 1912), Syaikh ‘Abdullân
al-Zawâwî (w. 1924), Syaikh Sulaimân Hasbullâh al-Makkî (w. 1917), Syaikh
Nawawi Banten (w. 1897) dan lain-lain

Di Makkah, Hasan Mustapa juga tercatat pernah mengajar. Hal ini
setidaknya terjadi pada kurun masa 1878-1885. Saat itu, usianya masih terbilang
relatif muda (ia lahir 1852). Karirnya sebagai “guru para pelajar Sunda di
Makkah” pada akhir abad 19 M ini terekam dalam sumber sezamannya, yaitu
buku “Mekka” (1888) karya Snouck Hurgronje. Selain terdapat dalam
buku “Mekka”, jejak karir Hasan Mustapa di Makkah juga terekam dalam
manuskrip berbahasa Arab berjudul “Tarajim Ulama Jawah” karya Rd.
Aboe Bakar Djajadiningrat (w. 1914), seorang bangsawan Sunda asal Pandeglang
yang bekerja sebagai penerjemah dan informan di kantor Konsulat Belanda di
Jeddah.

Dalam “Mekka”, Snouck menulis:

سنتوقف هنيهة مع أهل العلم من
صوندا. لقد جلب انتباهنا اليهم عالمان بسبب العدد الكبير من التلاميذ الذين يحيطون
بهم. ومعظم الطلاب هم من شباب البريانجان. إن كلا من محمد وحسن مصطفى معروفان باسم
منطقتهما قاروت في بريانجان

(Kita akan sejenak bersama para ahli ilmu yang berasal dari
Sunda [di Makkah]. Perhatian kami telah tertarik oleh dua orang sosok ulama
dari Sunda yang memiliki jumlah murid banyak yang mengelilinginya. Rata-rata
para murid dua ulama Sunda itu berasa dari para pemuda Priangan. Kedua ulama
Sunda itu adalah Syaikh Muhammad Garut dan Syaikh Hasan Mustapa [Musthafa]
Garut yang dikenal dengan nama daerah asal mereka di Priangan, yaitu Garut.

أما حسن مصطفى فهو تلميذ محمد محمد
في جزيرة جاوة. ولقد قدم الى مكة منذ أربعة عشر عاما بهدف طلب العلم والأخذ م شيوخ
الجاوي في مكة أمثال حسب الله ومصطفى وعبد الله الزواوي وغيرهم. وفي خلال السنوات
العشر الماضية كان يقوم بالتدريس. كما أنه قد ألف بعض الكتب التي طبعت في مصر منها
كتاب في علم العروض. لقد كان منزل الشيخ يعج بعد صلاة الفجر وبعد الظهيرة بعدد
كبير من الجاويين والصونديين الذين يفدون لسماع محاضراته

(Hasan Mustapa adalah murid dari Syaikh Muhammad ketika masih
berada di Pulau Jawa dulu. Hasan Mustapa telah datang ke Makkah sejak empat
belas tahun silam dengan tujuan untuk belajar ilmu dari para guru di Makkah,
semisal Syaikh Hasbullah, Syaikh Musthafa, Syaikh Abdullah al-Zawawi dan
lain-lain. Sejak sekitar sepuluh tahun yang lalu, Hasan Mustapa telah mengajar
di Makkah. Ia juga mengarang beberapa kitab yang dicetak di Mesir, di antaranya
adalah kitab dalam bidang ilmu puisi Arab. Rumah Hasan Mustapa senantiasa
dipenuhi oleh para pelajar setelah waktu shalat subuh dan setelah waktu shalat
zuhur. Para santrinya kebanyakan dari Nusantara, khususnya dari Sunda yang
dengan seksama mendengarkan kuliah/ pengajian Hasan Mustapa)

* * *

Ketika berada di Makkah, Hasan Mustapa menulis beberapa karya
dalam bahasa Arab. Karya-karya yang ditulisnya dalam bahasa Arab tersebut
meliputi “al-Lam’ah al-Nûrâniyyah” dalam bidang disiplin ilmu gramatika Arab
(ilmu nahwu) dan juga “al-Fath al-Mubîn fî Manzhûmah al-Sittîn” dalam bidang
fikih madzhab Syafi’i.

Dua karya Hasan Mustapa di atas juga menegaskan kedekatan
hubungannya dengan Syaikh Nawawi Banten. Karya pertama (al-Lam’ah al-Nûrâniyyah)
adalah karya syarah Hasan Mustapa atas teks puisi (nazhom) yang dikarang oleh
Syaikh Nawawi Banten berjudul “al-‘Iqd al-Jummâniyyah”. Sementara itu, Syaikh
Nawawi Banten juga menulis syarah atas karya kedua Hasan Mustapa (al-Fath
al-Mubîn), dengan judul “al-‘Iqd al-Tsamîn bi Syarh al-Fath al-Mubîn”. Untuk
lebih lanjut tentang dua karya Hasan Mustapa berbahasa Arab ini, sila rujuk
tulisan saya di sini:

Sebuah karya Hasan Mustapa berbahasa Arab lainnya adalah “Injâz
al-Wa’d fî Ithfâ al-Ra’d” yang masih berupa manuskrip (naskah tulis tangan).
Dalam karya tersebut, Hasan Mustapa membantah sebuah risalah dengan tanpa nama
pengarang yang terbit di sebuah koran di Mesir yang menyerang sosok pribadinya,
berjudul “al-Radd ‘alâ Iblîs Bandûm fî Itsbât Dzât al-Hayy al-Qayyûm”. Dalam
risalah “surat kaleng” tak berpengarang itu, Hasan Mustapa diserang karakternya
dengan disebut sebagai “Iblis Bandung”.

* * *

Setelah kepulangannya ke tanah air dari Makkah, Hasan Mustapa
lebih dominan dikenal sebagai sosok pujangga besar dan sastrawan Sunda, juga
aristokrat lokal yang bekerja untuk pemerintahan kolonial Hindia Belanda
(sebagai penghulu Aceh dan penghulu besar Bandung). Hasan Mustapa juga tercatat
memiliki hubungan yang dekat dengan Snouck Hurgronje sebagai mitra informan dan
kolabolator. Kedekatan hubungan ini dapat disimak melalui surat-surat Hasan
Mustapa untuk Snouck dalam buku “Informan sunda masa kolonial: surat-surat Haji
Hasan Mustapa untuk C. Snouck Hurgronje dalam kurun 1894-1923” karya Jajang
Rohmana (2018).

Hasan Mustapa wafat di Bandung pada tahun 1930 dan dimakamkan di
kompleks bupati-bupati Bandung di kawasan Astana Anyar. Di dekat makam Hasan Mustapa,
terdapat juga makam Rd. H. Moehammad Sjoe’eb (Kalipah Apo, w. 1922), penghulu
Bandung kawan Hasan Mustapa yang juga mertua Snouck Hurgronje.

* * *

Setelah dari makam Hasan Mustapa, saya dan tim Lajnah Turats
Ilmi Syaikhana Khalil Bangkalan (Kiyai Usman Hasan Su Kakov, Kiyai Ismail
Kholili, Ustadz Mufti) dan tim Sanad Media Pustaka (Ustadz Mabda Dzikara,
Ustadz Abdul Majid, Ustadz Harir) melanjutkan perjalanan muhibah ke Pesantren
Cibeureum Kidul, Cimahi.

Wallahu A’lam
Bandung, Jumadil Awal 1442 H/Desember 2020
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban

 

Kontributor

  • A. Ginanjar Syaban

    Nama lengkapnya Dr. Ahmad Ginanjar Sya'ban, MA. Filolog Muda NU ini adalah pakar naskah Islam Nusantara. Sehari-hari menjadi dosen di UNU Jakarta, dan aktif menulis juga menerjemah buku-buku berbahasa Arab.