Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Tokoh

Menziarahi Makam Sayyid Abdullah bin Shadaqah bin Zaini Dahlan di Garut

Avatar photo
60
×

Menziarahi Makam Sayyid Abdullah bin Shadaqah bin Zaini Dahlan di Garut

Share this article

Risalah Rihlah Jaringan Keilmuan Syaikhona Kholil Madura di
Tatar Sunda (3): Makam Sayyid Abdullah bin Shadaqah bin Zaini Dahlan (w. 1941
M) di Karangpawitan Garut

Destinasi kegiatan muhibah ziarah sejarah jaringan keilmuan
Syaikhona Kholil Bangkalan Madura di Tatar Sunda berikutnya adalah makam Sayyid
Abdullah b. Shadaqah b. Zaini Dahlan yang terdapat di Ciparay Girang,
Karangpawitan, Garut, Jawa Barat.

Bagaimana Syaikhona Kholil Bangkalan (w. 1925) bisa terhubung
jaringan keilmuannya dengan Sayyid Abdullah Shadaqah Zaini Dahlan (w. 1941)?

Di antara guru Syaikhona Kholil Bangkalan di kota suci Makkah
adalah Sayyid Ahmad b. Zaini Dahlan (w. 1885). Beliau adalah mufti madzhab
Syafi’i di Makkah yang juga menjadi mahaguru ulama Nusantara di Makkah generasi
akhir abad 19 M. Di antara murid beliau, selain Syaikhona Kholil Bangkalan,
adalah Syaikh Nawawi Banten (w. 1897), Sayyid Usman b. Yahya (w. 1913), Syaikh
Ahmad Khatib Minangkabau (w. 1916), Syaikh Mahfuzh Tremas (w. 1920) dan
lain-lain.

Di antara kitab karangan Sayyid Ahmad b. Zaini Dahlan yang
populer dan hingga saat ini masih dipelajari dan tersebar di instansi
pendidikan tradisional di Nusantara adalah “Syarh Mukhtashar Jiddan ‘alâ
al-Âjurûmiyyah” dalam bidang kajian gramatika bahasa Arab. Kitab ini kemudian
di-hâsyiah (diberi komentar panjang) oleh Syaikh Ma’shum b. Salim Semarang
(w.?). Hâsyiah tersebut berjudul “Tasywîq al-Khallân ‘alâ Syarh Mukhtashar
Jiddan” yang ditulis pada tahun 1884-an.

Perjumpaan antara Syaikhona Kholil Bangkalan dengan Sayyid Ahmad
Zaini Dahlan terekam dalam manuskrip biografi Syaikhona Kholil Bangkalan yang
ditulis oleh Syaikh Yasin Padang (w. 1991). Tertulis di sana:

قرأ بمكة على المفتي السيد أحمد بن
زيني دحلان المكي ولازمه سنين عديدة. وبه تخرج. فأخذ منه على العربية اللغة والنحو
والقراءات واتفسير والحديث والأصول والفقه الشافعي وأجازه عامة بالرواية عامة
والتدريس

(Di Makkah, Syaikhona Kholil Bangkalan mengaji kepada Mufti
[Madzhab Syafi’i] Sayyid Ahmad b. Zaini Dahlan al-Makki. Syaikhona Kholil
belajar dan mulazamah kepada Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam beberapa tahun
lamanya. Dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan pula Syaikhona Kholil lulus. Dari
beliau, Syaikhona Kholil belajar dalam bahasa Arab, nahwu, ilmu qira’at,
tafsir, hadits, ushul fikih dan fikih madzhab Syafi’i. Sayyid Ahmad Zaini
Dahlan juga memberikan Syaikhona Kholil kredensi (ijazah) umum atas jalur
transmisi keilmuan (riwayah), juga memberikannya izin untuk mengajar).

Sayyid Ahmad b. Zaini Dahlan memiliki keponakan yang diasuhnya
sejak kecil, yaitu Sayyid Abdullah b. Shadaqah b. Zaini Dahlan. Sayyid Abdullah
Shadaqah Zaini Dahlan juga yang di kemudian hari menggantikan posisi dan
kedudukannya sebagai imam dan pengajar madzhab Syafi’i di Masjidil Haram di
Makkah.

Sejak tahun 1356 H/ 1937 M, Sayyid Abdullah Shadaqah Zaini
Dahlan memilih untuk menetap di Garut, tepatnya di kampung Karang Pawitan,
Ciparay, hingga akhir hayatnya pada tahun 1360 H/ 1941 M. Sebelum menetap di
Garut, Sayyid Abdullah Shadaqah Zaini Dahlan telah beberapa kali datang ke
Nusantara (Singapura, Malaya, Sumatra, Jawa, dam Sulawesi), tercatat sejak
tahun 1318 H (1900 M). Beliau banyak membantu beberapa ulama Nusantara yang
menjadi kawannya dalam upaya mendirikan institusi pendidikan Islam, di
antaranya adalah Madrasah Nurul Islam di Jambi, juga Madrasah As’adiyah di
Sengkang (Sulawesi Selatan).

Sayyid Abdullah datang ke Jawa bersama saudaranya, yaitu Sayyid
Hasan b. Shadaqah b. Zaini Dahlan. Jika Sayyid Abdullah menetap di Garut, maka
Sayyid Hasan menetap di Kendal (Jawa Tengah). Sayyid Hasan berbesan dengan
Syaikh Hamzah Syatha, salah satu kerabat Syaikh Abu Bakar Muhammad Syatha
(Sayyid Bakri), pengarang kitab “I’ânah al-Thâlibin Hâsyiah ‘alâ Fath al-Mu’în”
yang menetap di Sedan (Rembang, Jawa Tengah). Putra Sayyid Hasan adalah Sayyid
Haidar, yang dimakamkan di Lasem. Sayyid Haidar adalah santri dari Hadratus
Syaikh KH. Hasyim Asy’ari (w. 1947) sekaligus orang yang pertamakali menulis
biografi Syaikh Nawawi Banten dalam bahasa Indonesia (terbit tahun 1975).

* * *

Di Garut, Sayyid Abdullah Shadaqah Zaini Dahlan meninggalkan
beberapa jejak karya intelektual yang ditulisnya dalam bahasa Arab. Di
antaranya adalah risalah berjudul “Risâlah al-‘Izhah wa al-Dzikrâ bi al-Harb
al-‘Âlamiyyah al-Kubrâ” yang ditulisnya pada tahun 1940. Terkait ulasan karya
tersebut, dapat disimak pada tautan berikut:

Kami tiba di Karangpawitan Garut saat waktu shalat ashar tiba.
Kami pun terlebih dahulu menunaikan shalat asar di Masjid Madrasah
Dahlan-Maimunah, sebuah institusi pendidikan yang dulu didirikan oleh Sayyid
Abdullah Shadaqah Zaini Dahlan. Setelah shalat, kami pun diantar oleh Bapak
Ajat, warga sekitar madrasah, untuk berziarah ke makam sang tokoh yang letaknya
cukup jauh dari kawasan madrasah.


Pusara orang alim besar yang juga imam dan pengajar madzhab
Syafi’i di Makkah ini terdapat di pemakaman umum msyarakat Ciparay Girang,
Karangpawitan, Garut. Makam Sayyid Abdullah Shadaqah Zaini Dahlan pun tampak
sangat sederhana sekali, demikian juga makam anggota keluarga beliau lainnya.
Di sekitaran makam beliau, terdapat juga makam Sayyid Musa al-Qadri (w. 1911) yang
berasal dari keluarga Kesultanan Pontianak yang menetap dan wafat di Garut. Di
samping makam Sayyid Musa al-Qadri, terdapat juga makam Raden Ayu Siti
Murtidjah (masih kerabat Pangeran Diponegoro), juga makam Syarifah Khadijah bt.
Ali al-Qadri (istri Habib Alwi al-Habsyi Solo).

Beruntungnya, ketika tiba di kompleks makam Sayyid Abdullah
Shadaqah Zaini Dahlan, kami bertemu dengan Habib Fahmi al-Munawwar yang sedang
memugar makam Syarifah Khadijah al-Qadri. Beliau banyak memberikan kami
informasi tentang sejarah trah Sayyid Abdullah Shadaqah Zaini Dahlan dan Sayyid
Musa al-Qadri di Garut.

Terkait sosok Musa al-Qadri Garut, saya menjumpai nama beliau
dalam surat yang ditulis oleh Sayyid Abdullah al-Zawawi di Cipanas (Jawa Barat)
dan dikirim kepada Snouck Hurgronje di Waltevreden (Batavia) bertitimangsa 28
Rabi’ul Tsani 1313 Hijri (17 Oktober 1895 Masehi). Sayyid Abdullah al-Zawawi
(w. 1924) adalah mufti madzhab Syafi’i di Makkah yang terakhir sebelum kota
suci itu diduduki oleh Wahhabi pada 1925. Pada akhir abad 19, Sayyid Abdullah
al-Zawawi bermukim di Nusantara selama beberapa tahun lamanya. Termasuk beliau
pernah mukim juga di beberapa kota di Priangan (Jawa Barat).

Dalam surat tersebut disebut dua orang atas nama Sayyid Abu
Bakar al-Qadri dan Sayyid Musa al-Qadri. Nama pertama, Sayyid Abu Bakar
al-Qadri, tertulis statusnya sebagai asisten Sayyid Abdullah al-Zawawi yang
bermukim di Singapura. Sementara Sayyid Musa al-Qadri, yang tertulis sebagai
seorang keturunan Pontianak yang tinggal di Garut, disebut hendak melakukan
pernikahan dengan putri Sayyid Abu Bakar al-Qadri.

* * *

Setelah selesai berziarah di makam Sayyid Abdullah Shadaqah
Zaini Dahlan di Ciparay Girang, saya dan tim Lajnah Turats Ilmi Syaikhona
Kholil Bangkalan (Kiyai Usman Hasan, Kiyai Ismail Amin Kholil, Ustadz Mufti)
dan tim Sanad Media (Kiyai Mabda dan Ustadz Abdul Majid )
bergeser menuju makam Kiyai Adzra’i Sukaraja (Garut), yang berjejuluk Syaikhul
Alfiyyah di Tatar Sunda.

Wallahu A’lam
Garut, Jumadil Awal 1442 Hijri/2020 Masehi
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban

Kontributor

  • A. Ginanjar Syaban

    Nama lengkapnya Dr. Ahmad Ginanjar Sya'ban, MA. Filolog Muda NU ini adalah pakar naskah Islam Nusantara. Sehari-hari menjadi dosen di UNU Jakarta, dan aktif menulis juga menerjemah buku-buku berbahasa Arab.