Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Youtube

Cadar Tidak Sunnah Apalagi Wajib, Ini Penjelasan Grand Syekh Al-Azhar

Avatar photo
20
×

Cadar Tidak Sunnah Apalagi Wajib, Ini Penjelasan Grand Syekh Al-Azhar

Share this article

Pembahasan hijab dan cadar masih saja menimbulkan dua golongan. Pertama mendukung menutupi wajah, yaitu cadar, kedua mendukung membuka wajah.

Lantas, bagaimana pernyataan yang benar tentang hijab dan cadar ini?

Berikut penjelasan Grand Syekh Al-Azhar Dr. Ahmad Thayyeb dalam sebuah acara televisi yang disiarkan di salah satu media di Mesir.

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah, shalawat salam atas sayidina Rasulullah. Keluarga serta sahabatnya. Wa Ba’du.

Pembahasan ini selalu dikobarkan. Meskipun para ulama sudah membahasnya. Dan menjelaskan yang dikehendaki syariat dalam masalah ini. Namun yang sangat disayangkan.

Saya tidak tahu kenapa masih saja selalu dikobarkan. Hingga di kalangan perempuan saat ini. Atau mereka yang ingin tahu apa hukum syariat dalam pembahasan ini. Pembahasannya mereka rubah menjadi mirip perdebatan atau pertentangan, Antara dua golongan.

Golongan cadar dan golongan hijab. Ini adalah bagian dari perseteruan. Bagian yang kedua adalah, antara para wanita muslimah yang dari awal tidak menginginkan mengenakan hijab.

Dari awal tidak menginginkan, saya banyak merenung tentang pembahasan ini. Dan saya berpandangan bahwa perseteruannya  bukan karena mencari hukum syariat. Dengan melihat mereka yang mendukung untuk menentang pihak tertentu.

Mereka yang mencari pengikut dan pendukung,  bersaing siapa yang lebih banyak.  Permasalahan ini seolah-olah–jika perumpamaan ini benar–ada semacam perusahaan-perusahaan bagi hukum-hukum ini. Maaf, tentu saya tidak mengatakan bahwa itu adalah perusahaan.

Namun seperti ada perusahaan-perusahaan yang bersaing, siapa yang akan menerapkan ini dan itu. Yaitu memakai cadar atau hijab atau tidak memakai keduanya. Namun kenyataannya benar-benar dibuat rumit. Padahal permasalahannya lebih sederhana dari pada yang ada. Dan lebih sederhana dari yang diperkirakan.

Dengan sangat ringkas. Jawaban dari pertanyaan Anda. Dalam permasalahan ini. Pertama, cadar bukanlah fardhu. bukan sunah juga bukan ‘mandub’. Namun cadar juga tidak makruh, juga tidak dilarang. Cadar adalah sesuatu yang mubah.

Perbedaan antara sesuatu yang mubah, dan sesuatu yang dituntut. Dalam syariat Islam, tuntutan ada beberapa tingkatan. Tingkatan tuntutan yaitu mandub, lalu sunah, lalu wajib, lalu fardhu. Dengan beberapa tingkatan tuntutan. Jika tidak dilakukan, akan terdapat teguran atau celaan,  atau kehilangan pahala atau haram. Kita harus memahami hal ini.

Tuntutan yang menjadi keharusan, maka dikatakan ‘Lakukan’. Atau ‘Lakukan’ bersifat wajib atau fardhu. Dengan arti jika Anda tidak melakukan, maka akan ada siksaan, akan ada azab, ada ditanyakan. ‘Lakukan’ yang bersifat sunah.

Maka akan terjadi kehilangan pahala besar, jika ditinggalkan. Artinya, tidak ada siksaan yang menyamai hukuman haram. Ada juga ‘Lakukan’ yang bersifat mandub. Ini adalah sesuatu yang jika Anda lakukan akan diberi pahala.

Jika tidak, maka tidak mendapat pahala. Juga tentang hal yang ‘mubah’. Jika saya melakukan, tidak mendapat pahala. Jika tidak melakukan, juga tidak mendapat pahala. Artinya, yang tidak mengenakan hijab? Saya sedang membahas cadar.

Tentang cadar. Sebab permasalahannya juga tumpang tindih. Maka jawaban saya, cadar bukanlah wajib, bukan sunah, bukan mandub. Cadar adalah sesuatu mubah. saya tidak bisa mengatakan kepada mereka yang memakainya bahwa Anda menambahkan batasan dari Allah. Sebab Allah memberi hukum mubah.

Saya juga tidak bisa mengatakan bagi yang mengenakannya bahwa Anda melakukan sesuatu yang syari, lantas Anda mendapat pahala karenanya. Itu adalah sesuatu yang masuk lingkup mubah. Bagi wanita boleh mengenakan dan tidak.

Menyesuaikan kondisimu. Namun yang mengenakan, tidak bisa berkata  bahwa saya mengenakannya sesuai anjuran syariat. Inilah perbedaannya. Tidak bisa mengatakan saya mengenakannya sesuai syariat. Juga bagi yang menanggalkannya, tidak bisa mengatakan bahwa syariat memerintahkan saya menanggalkan cadar.

Itu seperti memakai atau melepaskan cincin. Artinya itu termasuk urusan perhiasan. Saya akan mengemukakan dalil bahwa cadar adalah termasuk perhiasan. Cadar adalah termasuk urusan kebiasaan. Termasuk urusan hal-hal mubah.

Tidak terkait dengan perintah juga tidak dengan larangan. Tidak terkait dengan pahala juga tidak dengan dosa. Ini semua tentang cadar? Tentang cadar. Adapun tentang hijab, hijab di sini bermakna penutup rambut kepala. Maka ini adalah perintah bagi para wanita muslimah.

Terdapat dalam Al-Quran. Juga umat ini bersepakat bahwa hijab adalah  hal yang dituntut. Namun jika Anda berpikir bahwa wanita yang tidak mengenakan hijab berati dia keluar dari Islam, ini adalah kesalahan. Apa hukum bagi wanita yang tidak mengenakan hijab? Dia wanita yang melakukan maksiat, berdosa.

Seperti wanita yang berbohong. seperti orang yang melakukan salah satu maksiat. Perhatikan, maksiat juga memiliki tingkatan-tingkatan. Ada dosa-dosa besar. Apakah melepas hijab termasuk dosa besar?

Tidak termasuk. Itu termasuk maksiat, berdosa. Sebab menyelisihi bagian dari perintah syariat. Seperti berbohong?

Bisa saya katakan lebih rendah dari pada berbohong. Sebab berbohong adalah kriminal berat. Namun, misalnya wanita yang tidak mengenakan hijab. Namun dia menjaga mulutnya dari menggunjing orang lain. Dibandingkan dengan wanita yang mengenakan hijab.

Namun dia tidak menyisakan seorang pun untuk digunjing. Misalnya tetangganya atau siapa itu. Maka ini lebih berdosa. Dengan dalil bahwa nabi SAW. ditanyai tentang wanita. Beliau dikabarkan tentang wanita yang di siang hari puasa di malam hari shalat malam.

Adakah ibadah yang melebihi ini? Ini termasuk hal yang berat dilakukan. Ini hanya mampu dilakukan oleh ksatria. Puasa di siang hari dan shalat di malam hari. Namun dia menyakiti tetangganya dengan mulutnya.

Apa yang dikatakan Nabi? “Tidak ada kebaikan (yang seharusnya) padanya.” “Sungguh dia termasuk penduduk neraka.”

Tentu saja, sebab tidak ada akhlak. Dasar ibadah adalah akhlak. Dan nabi ditanyai tentang wanita yang shalat fardhu, puasa Ramadhan dan bersedekah dengan ‘aswar’. ‘Aswar’ adalah makan yang tersisa. Sisa makananmu, Anda perbaiki dan Anda sedekahkan. Nabi bersabda dia termasuk penghuni surga.

Dengan amal yang paling sederhana, masuk surga. Dan dengan melakukan ketaatan dan tuntutan yang berat dilakukan, namun masuk neraka. Sebab ibadah tanpa adanya akhlak maka hanya terbang terbawa angin.

Hadis, “Kalian yang tempat duduknya paling dekat denganku di hari kiamat” tidak berarti bahwa Nabi mengatakan yang paling banyak shalatnya atau yang paling banyak puasanya. Nabi hanya mengatakan: “Kalian yang akhlaknya paling baik, yang mudah pergaulannya, tidak menyakiti orang lain, yang menyukai dan disukai.”

Maka, jawaban kedua kalinya dengan ringkas. Siapa yang ingin mencukupkan diri, maka jawabannya begini. Dan siapa yang ingin menyimak saya dalam menunjukkan dalil atas apa yang saya katakan, maka juga lebih baik. Kita masih memiliki banyak penjelasan tentang hal ini.


Simak video selengkapnya di sini:

Kontributor

  • Redaksi Sanad Media

    Sanad Media adalah sebuah media Islam yang berusaha menghubungkan antara literasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Mengampanyekan gerakan pencerahan melalui slogan "membaca sebelum bicara". Kami hadir di website, youtube dan platform media sosial.