Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Youtube

Jangan Meminta Fatwa pada Orang yang Tidak Memiliki Tiga Syarat Ini

Avatar photo
22
×

Jangan Meminta Fatwa pada Orang yang Tidak Memiliki Tiga Syarat Ini

Share this article

Ada perbedaan antara ahli fikih, mufti dan hakim atau kadi. Sudah banyak ulama yang menulis tentang definisi ketiga istilah itu dalam kitab-kitab karangan mereka.

Syekh Ali Jum’ah menjelaskan bahwa fatwa dan hukum adalah dua hal yang berbeda. Letak perbedaan keduanya ada pada pemahaman terhadap realita.

Ahli fikih atau fakih adalah seorang yang mengetahui hukum. 

Sedangkan mufti, selain harus mengetahui hukum, dia juga harus memahami realita dan mengetahui kemampuan cara menerapkan nash yang sifatnya mutlak dalam al-Quran dan hadits para realita yang sifatnya relatif dan dinamis.

Seorang mufti harus memiliki tiga kecakapan. Mengetahui hukum Alah, mengetahui realita dan mengetahui cara menghubungkan keduanya.

Dengan ketiga kemampuan itu, dia akan bisa berfatwa sembari mempertimbangkan maqashid syariah, kemaslahatan manusia dan ijmak umat.

Ketika seorang mufti tidak memperhatikan semua faktor itu dan malah mengkacauan aturan-aturan tadi, maka dia dinamakan mufti majin atau mufti yang ngaco.

“Para ulama sudah sedari dulu untuk menjauhi mufti-mufti seperti itu,” terang Syekh Ali Jum’ah.

Jika seseorang berada sendirian di dalam kamar bersama kitab-kitab, membaca dan memahaminya namun tidak memahami realita, maka dia silakan menulis tapi tidak boleh berfatwa.

Imam al-Qarafi berkata dalam kitab Al-Ihkam fi Tamyiz al-Fatawa ‘an al-Ahkam bahwa jika seseorang membaca hukum dalam kitab, semisal pendapat Imam Malik yang datang sejak 1200 tahun lalu, kemudian dia menerapkan pada masa sekarang yang berbeda dari masa Imam Malik hidup, tanpa mengetahui perbedaan yang ada pada dua masa itu, maka dia itu sesat dan menyesatkan.

Mengapa? Menurut Syekh Ali Jum’ah, karena dia mengatakan kebenaran bukan pada tempat yang benar.

Ketika Dewan Ulama Senior al-Azhar melarang orang yang tidak kompeten dari berfatwa untuk menghindari kekacauan, apakah itu menghina para ulama al-Azhar asy-Syarif? 

“Tentu tidak.” jawab Syekh Ali Jum’ah, “kita menempatkan sesuatu pada tempatnya yang layak.”

Lantas apa saja dimensi hukum? Dan berapa banyak dimensi yang dicakup fatwa? Simak selengkapnya dalam ceramah Syekh Ali Jum’ah berikut:

Kontributor

  • Redaksi Sanad Media

    Sanad Media adalah sebuah media Islam yang berusaha menghubungkan antara literasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Mengampanyekan gerakan pencerahan melalui slogan "membaca sebelum bicara". Kami hadir di website, youtube dan platform media sosial.