Artikel

Kejeniusan Ulama Membaca Kitab Berkali kali

26 Aug 2020 09:19 WIB
1882
.
Kejeniusan Ulama Membaca Kitab Berkali kali

Orang-orang yang berbeda tingkat pemahaman akan mendapatkan hasil yang berbeda-beda setelah membaca kitab yang sama. Demikian pula dengan satu orang yang sama. Meski membaca kitab yang sama pada waktu yang berlainan, dia akan mendapatkan pemahaman yang berbeda-beda pula. Dirinya pasti akan menemukan sesuatu yang baru. Sebab akalnya dahulu dan kini tidak berada pada tingkatan yang sama.

Imam An-Nawawi dalam pengantar kitab Majmu'-nya meriwayatkan bahwa Imam Al-Muzani berkata, "Saya telah membaca kitab Ar-Risalah sebanyak 500 kali. Dan tidaklah aku membacanya berulang kecuali aku mendapatkan faedah baru darinya.” Ar-Risalah adalah karya agung Imam Asy-Syafi’i dalam Ushul Fikih.

Dr. Mahmud Abdur Rahman menjelaskan bahwa Imam Al-Muzani mengkhatamkan kitab Ar-Risalah hingga 500 kali selama 40 tahun. Setiap satu bulan sepanjang hidupnya dia mengkhatamkan satu kali kitab penuh berkah tersebut.

Imam Al-Muzani benar benar menjadikan membaca kitab itu wirid hariannya. Setiap membaca ulang kitab tersebut,  beliau pasti menemukan hal yang baru: ilmu baru, gagasan baru dan faedah baru.

Kitab, buku dan bahan bacaan apa saja seakan memiliki banyak tirai. Di balik setiap tirai, ada faidah dan ilmu yang tidak ada di tirai lain. Membaca buku kali pertama ibarat baru membuka tirai depannya. Ketika membaca ulang, akan ditemukan gagasan baru yang tidak diperoleh pada bacaan pertama. Satu tirai akan terbuka setiap kali selesai membaca.

Demikian kebiasaan para ulama dahulu dalam berinteraksi dengan kitab. Pantas jika ilmu mereka bak lautan yang menenggelamkan.

Baca juga:

Jangan kita bertanya berapa buku yang sudah mereka sudah lumat. Pasti tak terkira. Di sisi lain, kita juga akan dibuat takjub oleh kegigihan dan kesabaran mereka dalam mengkhatamkan satu kitab berkali kali.

Imam As-Sakakini Asy-Syafi’i (w. 838 H) membacakan kitab Al-Hawi sebanyak 30 kali. Imam Abdul Qadim bin Abdurrahman An-Nuzaili Al-Yamani pernah mengajar kitab fikih Al-‘Ubab sebanyak 800 kali.

Para ulama dahulu biasa menyematkan nama suatu kitab di belakang nama para santri karena  ketekunan mereka dalam membaca satu kitab berulang-ulang dan kesibukannya dalam menelaah kitab yang sama. Ada yang dijuluki Al-Wasithi karena serius mengkaji kitab fikih Al-Wasith karangan Imam Al-Ghazali. Yang masyhur adalah gelar Al-Minhaji, disematkan kepada beberapa ulama yang benar-benar mengkaji dan mengulangi kitab agung Imam Nawawi Minhaj Ath-Thalibin seperti Imam As-Suyuthi Al-Minhaji dan Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasy Al-Minhaji.

Imam An-Nawawi pernah memiliki pengalaman tidak mengenakkan terkait dalam hal ini. Suatu kali dia didebat oleh seseorang dalam masalah fikih yang ada dalam kitab Al-Wasith karangan Imam Al-Ghazali. Orang tersebut ngeyel, padahal ia keliru. Dia tidak mau menerima penjelasan Imam An-Nawawi. Sampai akhirnya beliau berkata, "Kamu membantahku tentang apa yang ada di dalam kitab Al-Wasith sedangkan aku telah menelaahnya lebih dari 400 kali."

Berangkat dari kisah di atas, para guru dan syeikh selalu mengingatkan kita agar jangan cepat puas ketika telah mengkhatamkan suatu kitab.

Pernah seorang syeikh ditanya tentang kitab selanjutnya yang mesti dibaca setelah mengkhatamkan Fathul Qarib. Beliau menjawab: Fathul Qarib lagi.

Salah seorang pengajar di Masjid Al-Azhar, Syeikh Muhammad Abu Musa—semoga Allah selalu menjaga beliau—pernah ditanya tentang berapa kali mengkhatamkan kitab Dalail Al-I’jâz. Beliau kemudian menjawab sembari memberikan teladan, “Jangan tanya berapa kali aku membacanya. Tetapi tanyalah berapa salinan yang sudah usang kubolak-balik.”

Baca juga:

Demikian para ulama memahami hakekat dan faedah dari pengulangan membaca kitab. Sebagian sampai mengatakan bahwa satu kitab yang dibaca tiga kali, itu lebih baik daripada membaca tiga kitab sekali saja.

Jangan cepat puas dan jangan merasa sudah menguasai dan memahami dengan sempurna isi kitab dalam sekali baca. Dengan membaca kitab berulang kali, kita akan menemukan kebenaran metode ulama-ulama terdahulu, bahwa akan ada ilmu dan gagasan baru setiap setelai mengkaji dan membaca untuk kali kedua, ketiga dan seterusnya.

Amru Hamdany
Amru Hamdany / 18 Artikel

Mahasiswa Fakultas Syariah Islamiyah, Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Asal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Suka mengkaji fikih.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: