Dahulu ada seorang yang sangat ahli membuat kunci, bernama as-Syasi. Dia sangat terkenal di kota Marwa karena mampu membuat kunci yang sangat kecil, hanya seberat satu Daniq. Satu daniq sama dengan 800 miligam. Kunci yang sangat kecil. Seluruh kota kagum dan memuji kunci itu.
Kabar itu kemudian didengar oleh Abu Bakar, seorang lelaki paruh baya berusia 40 tahun. Lalu Abu Bakar membuat kunci yang yang beratnya empat kali lebih kecil dari kunci yang paling terkenal di kota Marwa itu. Dia pamerkan kunci kecil itu, dan orang-orang hanya memnganggap kunci itu bagus, tapi kabarnya tidak seviral kunci milik as-Syasi.
Abu Bakar bergumam: Lihatlah segala sesuatu perlu kepada nasib. As-Syasi membuat kunci yang kecil dan kabar kehebatannya tersebar ke seluruh penjuru kota, aku membuat kunci yang empat kali lebih kecil dari kuncinya, tapi tak seorang pun yang menyebutnya.
Lalu seorang menyahut, “Sebutan, reputasi dan kedudukan itu, hanya didapatkan dengan ilmu, bukan dengan kunci.”
Kata itu menyadarkan Abu Bakar, lalu ia mencari syaikh di kota Marwa dan menyampaikan maksudnya. Lalu Syaikh itu menyampaikan ilmu pertama, kalimat pertama dalam kitab Mukhtasar Muzani, “Hadza kitabun Ikhtashartuhu”. ‘Ini adalah sebuah kitab yang telah aku ringkas… ‘
Sepulang ke rumah, Abu Bakar naik ke atas loteng rumahnya dan mengulang-ngulang, “Hadza kitabun Ikhtasartuhu” hingga malam suntuk menjelang fajar. Lalu ia tertidur.
Ketika terbangun, Abu Bakar lupa apa yang ia hafalkan, ia sedih, dan malu jika bertemu dengan Syaikhnya.
Ketika pagi hari, Abu Bakar keluar ingin pergi mengaji, tiba-tiba tetangganya menegur, “Hei Abu Bakar, tadi malam kami tidak bisa tidur karena mendegar kamu selalu mengulang-ulang: “Hadza kitabun Ikhtasartuhu”. Akhirnya Abu Bakar ingat apa yang dia hafal karena teguran tetangganya.
Ketika bertemu dengan gurunya, Abu Bakar menceritakan kejadian itu. Lalu gurunya menasehati, “Jangan biarkan kejadian itu menghalangimu untuk menghafal dan menuntut ilmu, karena kalau kamu terus menerus menghafal dan belajar akan menjadi kebiasaan, kalau sudah jadi kebiasaan akan menjadi mudah.”
Abu bakar semakin semangat dan terus fokus dalam ilmu hingga ia menjadi Imam Fikih Syafi’i Model Khurasan yang menulis, mengumpulkan dan membukukan furu’ kitab-kitab Madzhab Imam Syafi’i.
Dalam buku-buku Madzhab Syafii Abu Bakar dikenal dengan julukan al-Qaffal as-Shagir, Si pembuat kunci yang kecil. Ia adalah ulama besar madzhab Syafi’i sekelas Abu Hamid al-Isfirayaini dari Irak.
As-Syasi pembuat kunci terkenal itu juga ternyata adalah ulama besar; Ahli Fikih, Hadist dan Bahasa Arab. Dalam turast dikenal dengan julukan: al-Qaffal al-Kabir.
Syaikh Awwamah mengomentari cerita ini, “Lihatlah pengaruh kata-kata baik dari hati yang ikhlas dan jatuh ke hati yang penuh semangat.”
Beliau juga mengomentari keahlian membuat kunci; “Lihatkan dan renungkan betapa tingginya keahlian orang muslim zaman dulu dalam bidang kerajinan tangan”.
Orang muslim harusnya menjadi ahli dalam setiap bidang yang ia tekuni.