Scroll untuk baca artikel
Ramadhan kilatan
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Ikuti Pesan Guru: Tidak Salah Sih, Tapi Nggak Bener Juga

Avatar photo
740
×

Ikuti Pesan Guru: Tidak Salah Sih, Tapi Nggak Bener Juga

Share this article
Bila pesan guru diikuti apa adanya.
Bila pesan guru diikuti apa adanya.

Alkisah, ada seorang pemuda gagal mencuri, padahal harta sudah tinggal dibawa lari. Bukan karena ketahuan, tetapi karena ingin memastikan. Harta yang ingin dicurinya adalah harta yang memang harus dikeluarkan pemiliknya.

Pemuda itu sampai berpikir demikian, karena dia sudah bertahun-tahun mengaji. Dia anak muda yang taat, cerdas dan pandai berhitung. Dia juga polos.

Kisah anak muda ini saya baca dalam kitab Fushul fi Al-Adab wa Ats-Tsaqafah, karya seorang fakih, kadi dan penulis terkenal asal Suriah, Ali Thanthawi (w. 1999 M).

Bermula dari masa belajarnya yang sudah sampai di penghujung waktu. Ketika dirasa mendapatkan ilmu yang cukup, gurunya berkata kepada dia dan teman-temannya, “Janganlah kalian menjadi beban bagi manusia. Seorang alim yang mengulurkan tangannya kepada ahli dunia tidak akan membawa kebaikan.”

“Hendaklah setiap dari kalian bekerja sesuai pekerjaan ayahnya dahulu, dan bertakwalah kepada Allah,” imbuh sang guru dalam wasiatnya.

Pemuda itu pun pulang, menemui ibunya. Dia tanyakan, “Ibu, apa pekerjaan ayah dulu?”

Sang ibu terkejut.

“Ayahmu sudah lama meninggal. Untuk apa kamu tanyakan pekerjaannya?” kata ibunya.

Namun anak muda itu terus mendesak ibunya, dan sang ibu pun terus menghindar. Karena terus didesak, ia dengan berat hati berkata, “Ayahmu dahulu seorang pencuri.”

Pemuda itu lalu mengaku, “Guru kami memerintahkan agar setiap murid bekerja sesuai pekerjaan ayahnya lalu bertakwa kepada Allah.”

“Celaka kamu!” tukas sang ibu, “Adakah takwa dalam mencuri?”

Tanpa berpikir dua kali, ia mantap menjawab, “Begitulah yang dikatakan guru.”

Dia pun pergi bertanya ke sana kemari, sampai akhirnya ia tahu bagaimana para pencuri beraksi. Sudah bulat tekadnya untuk mencuri nanti malam.

Peralatan untuk mencuri sudah dia siapkan. Selepas salat Isya, ia menunggu hingga orang-orang tidur. Lalu keluar hendak “bekerja” seperti pesan sang guru.

Pertama-tama, dia mulai dengan rumah tetangganya. Namun ia teringat pesan gurunya, “Tidak termasuk takwa menyakiti tetangga.”

Maka ia melewati rumah itu.

Kemudian ia mendapati rumah lain. Ternyata itu rumah anak-anak yatim. Dalam hati, ia berkata, “Allah memperingatkan keras agar jangan memakan harta anak yatim.”

Ia lanjut berjalan sampai tiba di rumah seorang saudagar kaya. Orang-orang tahu bahwa saudagar itu memiliki banyak harta lebih dari kebutuhannya. Dan dia juga memiliki seorang anak perempuan. Cantik.

“Di sinilah tempatnya,” ujar pemuda itu.

Ia membuka pintu dengan kunci yang telah disiapkannya. Ia masuk dan mendapati rumah luas dengan banyak kamar. Setelah berkeliling, ia berhasil menemukan tempat penyimpanan uang. Dia membuka peti dan ternyata ada emas, perak dan uang dalam jumlah yang besar.

Ia hampir mengambilnya, tapi dalam hati ia berkata, “Tidak, guru kami memerintahkan kami bertakwa. Mungkin saudagar ini belum menunaikan zakat malnya.”

Pemuda itu ingin menghitung zakat mal saudagar kaya itu, dan hanya mengambil apa yang menjadi jatah zakat tersebut.

Ia mengambil buku catatan, menyalakan lampu kecil yang dibawanya, lalu menghitung. Ia sudah berpengalaman dalam pembukuan. Ia menghitung seluruh harta dan menentukan zakatnya, lalu memisahkan bagian zakat ke samping. Ia terus menghitung hingga berjam-jam, sampai tiba waktu fajar.

Ia berkata, “Takwa mengharuskan aku harus salat dahulu.”

Maka ia keluar ke halaman rumah, berwudhu di kolam, lalu salat Subuh.

Tidak disangka, pemilik rumah mendengar suara aneh. Lalu ia dapati pemandangan yang aneh: lampu menyala, peti uang terbuka dan seorang laki-laki sedang salat.

Istrinya bertanya, “Apa ini?”

Ia menjawab, “Demi Allah, aku tidak tahu!”

Saudagar kaya itu kemudian menghampiri pemuda tadi, “Siapa kamu dan apa-apaan ini?”

Pemuda itu menjawab, “Mari kita salat dulu, baru nanti kita bicara.”

Ia bahkan menyuruh saudagar kaya itu berwudhu dan menjadi imam salat. Ia tahu, yang lebih berhak menjadi imam adalah pemilik rumah.

Karena takut kalau pencuri itu bersenjata, saudagar itu pun menuruti perintahnya.

Seusai salat, saudagar pemilik rumah itu bertanya, “Sekarang beritahu aku, siapa kamu dan apa yang kamu lakukan di sini?”

“Aku seorang pencuri,” jawab pemuda itu. Tanpa ragu.

“Apa yang kau lakukan dengan buku catatanku?”

“Aku menghitung zakat yang belum kamu keluarkan selama enam tahun. Semalam aku telah menghitung dan memisahkannya supaya kamu menyalurkannya ke tempatnya.”

Saudagar itu dibuat keheranan oleh pencuri muda tersebut. Dia bertanya, “Siapa kamu sebenarnya? Apakah kamu sudah gila?”

Maka pemuda itu menceritakan seluruh kisahnya.

Sang saudagar mendengar kisahnya. Diam-diam ia mengamati ketampanan wajahnya dan mengagumi kecermatannya berhitung. Dia pergi menemui istrinya, berbicara sebentar.

Yang tidak dibayangkan pemuda tersebut adalah kata-kata yang dia dengar dari saudagar kaya itu. “Bagaimana pendapatmu jika aku menikahkanmu dengan putriku, menjadikanmu akuntan dan mitraku, lalu kamu dan ibumu tinggal di rumah ini?”

“Setuju.” Jawab pemuda itu seketika.

Pagi pun tiba. Penghulu nikah dan para saksi dipanggil. Akad nikah pun dilangsungkan!

Kontributor

  • Abdul Majid

    Penerjemah kitab-kitab Arab Islam. Mengisi waktu luang dengan bertanam dan mengajar kelas privat bahasa Arab. Sekarang tinggal di Majalengka. Dapat dihubungi di IG: @amajid13.