Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Berapa kali ulama membaca sebuah kitab?

Avatar photo
68
×

Berapa kali ulama membaca sebuah kitab?

Share this article

Di antara metode ulama dalam menguatkan hafalan dan pemahaman adalah dengan mengulang bacaan dan hafalan sebanyak mungkin. Mereka tidak membatasi sampai jumlah tertentu. Sebisa mungkin mereka mengulang-ngulang hadis atau bacaannya. Hal ini tentu akan mengurangi potensi lupa dan salah atas apa yang sedang dihafalkan atau dipelajarinya.

Membaca berulang-ulang, akan menuntun kita hafal di luar kepala. Metode ini telah dipakai para ulama semenjak dahulu, mulai zaman sahabat hingga saat ini. Dalam Tahdzib al-Kamal vol. 1 hal. 179 Imam al-Dzahabi bercerita:

Suatu ketika ada seseorang yang mengadu kepada Ahmad bin Furat al-Razi (w. 258 H) seorang muhaddits dari kota Isfahan. Dia mengadu sering lupa hadis yang sudah dihafalkannya. Ia merasa telah banyak menghafal hadis, namun begitu cepat melupakannya.

Mendengar hal tersebut Ibnul Furat menjawab ringan namun agak menyentil.

 أيُّكمْ يرْجِعُ في حِفظِ حديثٍ وَاحدٍ خمس مائة مرَّة

“Apakah engkau sudah mengulang setiap hadis yang engkau hafal sebanyak 500 kali?”

Orang itu hanya terdiam dan tertunduk. Namun kemudian sedikit memprotes, “Siapa yang sanggup melakukan hal tersebut saat ini, wahai Ibnul Furat?

“Ya sudah kalau begitu, Tak salah jika engkau sering lupa.”

Imam al-Muzani membaca kitab Ar-Risalah milik Imam Syafi’i sebanyak 500 kali. Beliau menjadikan kitab gurunya sebagai bacaan harian. Menurut penuturannya, walaupun telah mengkhatamkan ratusan kali, ia tidak hanya mendapat ilmu yang sama. Yang ada justru sebaliknya, setiap kali ia membaca ulang Ar-Risalah, dia selalu mendapatkan pemahaman-pemahaman baru yang belum ia dapatkan sebelumnya.

Sulaiman bin Ibrahim bin Umar bin Nafisuddin al-Alawi al-Yamani (w. 825 H) salah seorang ulama ahli hadits di Yaman. mengkhatamkan kitab Shahih Bukhari sebanyak 500 kali baik ketika ia masih belajar hingga sudah mengajar. Dari beliaulah As-Syarhi mendapat salah satu sanad sebelum menulis Tajrid al-Sharih.

Abu Bakar bin Muhammad bin Abdullah bin Muqbil al-Qahiri al-Hanafi (w. 895 H) atau yang lebih dikenal dengan sebutan at-Tajir. Memang dulu ia seorang makelar besar sebelum fokus menekuni ilmu. Namun karena bangkrut, ia banting setir mencari ilmu. Al-Sakhawi dalam al-Dlaul Lami’ mencatat bahwa dalam masa pencarian ilmu, ia telah membaca Shahih Bukhari sebanyak 95 kali.

Ibnu Syihnah (w. 882 H) seorang sejarawan dan ahli fikih dari Aleppo juga pernah membaca Shahih Bukhari hingga tak kurang 60 kali. Ibnu Athiyah al-Andalusi (w. 541 H) lebih banyak lagi, ulama kondang dari Andalus ini pernah bercerita bahwa kitab Shahih Bukhari telah ia baca berulang kali sebanyak 700 kali.

Ismail bin Umar bin Muhammad Abu Said al-Buhairi an-Naisaburi (w. 501 H) salah seorang ulama ahli Hadis di kota Naisabur. Ketika masih mondok kepada Abdul Ghafir al-Farisi ia telah mengkhatamkan Shahih Muslim lebih dari 20 kali. Jika pulang kampung, tidak lupa ia membacakannya kepada masyarakat.

Imam Abu Ishaq as-Syairazi, seorang pakar fikih dan ushul fikih penulis kitab al-Luma’.  Dulu ketika belajar selalu mengulang pelajarannya sebanyak 1000  kali.

كُنتُ أُعيدُ كلَّ قِيَاسٍ أَلفَ مَرَّةٍ، فَإذَا فَرغْتُ منه أَخذْتُ قيَاساً آخَرَ وهَكَذَا ، وكُنتُ أُعيدُ كُلَّ درسٍ أَلفَ مَرَّةٍ

“Saya selalu mengulangi setiap qiyas dalam masalah fikih sebanyak seribu kali. Setelah itu saya baru belajar qiyas masalah lain dan saya ulangi lagi, begitu seterusnya. Saya juga selalu mengulang pelajaran sebanyak 1000 kali.”

Ibnu Hisyam al-Anshari (w. 761 H) pemilik syarah alfiyah berjudul Audhah al-Masalik. Sebelum menulis syarah ia membaca alfiyah sebanyak 1000 kali.

Jadi apa kabar kita yang baru membuka buku atau kitab ketika waktu ngaji saja?

Kontributor

  • Ahmad Yazid Fathoni

    Santri, Pustakawan Perpustakaan Langitan, suka menggeluti naskah-naskah klasik.