Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Daftar ulama yang lahir di perpustakaan dan wafat tertimpa buku

Avatar photo
24
×

Daftar ulama yang lahir di perpustakaan dan wafat tertimpa buku

Share this article

Perpustakaan atau tempat apapun yang mengoleksi banyak buku, lazimnya menjadi tempat lahir dan tersebarnya gagasan-gagasan dan ilmu pengetahuan. Dari perpustakaan, bisa teridentifikasi lahirnya sebuah  ilmu dari berbagai aktivitas keilmuan. Namun, apa jadinya ketika perpustakaan justru ‘melahirkan’ sosok manusia dan pada satu waktu juga menjadi tempat akhir manusia menutup mata.

Ini bukan kisah yang mengada-ngada. Ini kisah nyata. Karena ada orang-orang yang menghabiskan sebagian besar waktu dan kehidupannya di perpustakaan. Pagi, siang dan malam tak beranjak dari meja perpustakaan. Hari demi hari berganti, sebagian orang tetap nyaman berselancar di perpustakaan. Tidak heran jika kemudian ia mengalami hal-hal yang biasanya tidak terjadi di perpustakaan.

Di antara kejadian unik yang terjadi berkaitan dengan buku dan perpustakaan adalah lahirnya anak dan kematian seseorang di antara tumpukan buku. Dua hal yang sangat jarang terjadi. Dua hal yang sangat sakral tentunya. Jika menyangkut kelahiran, sudah barang tentu setiap orang tua akan jauh-jauh hari mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan persalinan. Bahkan ketika sudah mendekati waktunya ia akan bersiap-siap. Sedangkan kematian, sekalipun ia seringkali datang secara mendadak tanpa kabar. Namun jarang sekali ada berita kematian yang disebabkan oleh sekumpulan buku.

Imam Suyuthi, sang putra buku

Mengenai  anak yang lahir di antara koleksi buku, ia adalah Imam Suyuthi (w. 911 H). Seorang pembesar mazhab Syafi’i di paruh kedua abad 9 hijriah. Entah sebuah kebetulan atau bagaimana, menurut penuturan para sejarawan, Imam Suyuthi lahir di muka bumi, tepat di antara berbagai koleksi buku milik ayahnya.

Kronologisnya, seperti yang dicatat Khairuddin az-Zirkili dalam al-A’lam:

Suatu ketika sang ayah hendak menelaah sebuah kitab. Ia kemudian menyuruh istrinya untuk mengambilkan salah satu kitab di perpustakaan pribadinya. Istrinya berjalan mengambil kitab yang diinginkan. Namun, tiba-tiba perutnya mengalami kontraksi, ia agak panik. Dengan segala keterbatasan, akhirnya persalinan putranya terpaksa dilakukan di tempat. Di tengah-tengah perpustakaan pribadi milik suaminya.  Dengan pertolongan Allah saat itu juga ia melahirkan Imam Suyuthi. Dari kisah inilah kemudian Imam Suyuthi dijuluki dengan Ibnu al-Kutub (putra buku).

Kelahiran Imam Suyuthi bertepatan pada akhir tahun 849 H/ 1445M. Dengan melihat latar belakang kelahirannya yang sangat dekat dengan buku, tidak heran jika pada kemudian hari Imam Suyuthi menjadi sosok ulama yang begitu disegani. Karya tulis dan bukunya tak terbilang. Tak kurang 600 judul buku telah ia lahirkan dari rahim intelektualnya. Karya-karyanya tersebut juga tidak hanya melulu dalam satu bidang keilmuan. Melainkan lintas bidang keilmuan.

Dalam beberapa kesempatan Imam Suyuthi bahkan menunjukkan kadar keilmuannya yang sangat tinggi. Di antara salah satu statemennya yang sangat populer:

رُزقت التبحر في سبعة علوم: التفسير والحديث والفقه والنحو والمعاني والبيان والبديع

“Aku telah diberi kedalaman penguasaan (tabahhur) atas tujuh macam ilmu: ilmu tafsir, hadis, fikih, nahwu, al-Maani, dan al-Badi’.”

Di antara karyanya yang sampai saat ini masih terus dikaji adalah: Alfiyah fi al-Nahwi, Tarikh al-Khulafa’, Tarjaman Al-Quran, Al-Itqan fi Ulum al-Quran, Al-Asybah wa al-Nadzair,  Uqud al-Juman fi al-Maani wa al-Bayan dan lain sebagainya.

Al-Jahiz, ulama yang wafat tertimpa buku

Sedangkan ulama yang wafat tertimpa tumpukan buku adalah Imam al-Jahiz. Sosok ilmuwan dan sastrawan kesohor dalam khazanah intelektual Islam.

Namanya adalah Abu Utsman Umar bin Bahr bin Mahbub al-Kinani al-Bashri. Ia ulama yang pakar dalam banyak sekali bidang keilmuan. Mulai sastra Arab, sejarah, filsafat, teologi, bahkan ilmu zoologi atau ilmu yang berkaitan dengan hewan. Kitabnya yang berjudul al-Bayan wa al-Tabyin bahkan masuk dalam salah satu dari empat buku induk sastra Arab yang mesti dipelajari menurut rekomendasi Ibnu Khaldun.

Tak heran jika Yaqut al-Hamawi dalam Mu’jam al-Udaba’ menyebut Al-Jahiz ini sebagai sosok ulama موسوعي atau ensiklopedis dan polymath (ahli di banyak bidang keilmuan):

لم أرَ قط ولا سمعت من أحب الكتب والعلوم أكثر من الجاحظ، فقد كان موسوعة تمشي على الأرض، حتى استطاع أن يكتب كتباً في كثير من العلوم التي كان يهتم بها

“Saya belum pernah bertemu seseorang yang punya perhatian besar terhadap ilmu dan pengetahuan melebihi al-Jahiz. Ia merupakan ulama ensiklopedis dan polymath (ahli di banyak bidang keilmuan) di atas muka bumi. Hingga ia mampu untuk menulis banyak sekali buku dalam lintas disiplin pengetahuan.”

Bermula ketika al-Jahiz menjalani rutinitas hariannya sebagai intelektual. Dia seperti biasa bergelut dan tenggelam dengan berbagai buku dan referensi. Dalam perpustakaan pribadinya, ia terbiasa menumpuk buku-buku yang hendak ia telaah secara vertikal, bertumpuk-tumpuk. Hingga menyerupai tembok tinggi yang mengelilinginya. Tentu hal tersebut ia maksudkan agar sewaktu-waktu ketika membutuhkan buku pembanding dan referensi ia tak perlu lagi beranjak dari tempat duduk. Ia buat tempat kerjanya senyaman mungkin.

Di akhir-akhir masa hidupnya ia mengalami sakit yang cukup parah. Dalam catatan Khatib al-Baghdadi ia mengalami sakit komplikasi yang cukup aneh dan parah. Separuh tubuhnya lumpuh sedangkan separuh lainnya terasa encok dan nyeri yang luar biasa. Keterbatasan itu menuntut ia hanya bisa beraktivitas di perpustakaan pribadinya.

Namun nahas, justru ketika sedang asyik-asyiknya membuka dan menulis cakrawala keilmuan baru, ia justru menemui ajal. Buku-buku yang menumpuk di sekelilingnya tiba-tiba runtuh. Entah karena tersenggol atau apa. Yang jelas tumpukan buku yang begitu banyak dengan tepat menghujam dan menimpa tubuh ringkih al-Jahiz. Ia yang saat itu sedang lumpuh pun tidak berdaya. Ia tenggelam dan wafat tertimbun di antara berbagai buku karangan dan koleksinya.

Kisah kewafatannya seakan menunjukkan bahwa al-Jahiz sangat mencintai ilmu pengetahuan dan buku. Hingga ia tidak mau meninggalkan dunia kecuali ia bersama buku-bukunya. Ia wafat pada bulan Muharram 255 H/868 M.

Kontributor

  • Ahmad Yazid Fathoni

    Santri, Pustakawan Perpustakaan Langitan, suka menggeluti naskah-naskah klasik.