Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Ishaq bin Rahawaih, Menikahi Seorang Perempuan karena Koleksi Bukunya

Avatar photo
39
×

Ishaq bin Rahawaih, Menikahi Seorang Perempuan karena Koleksi Bukunya

Share this article

Apa kriteria anda ketika memilih calon istri? Tentu jawaban sebagian besar dari anda adalah sama. Yaitu taat agama, mempunyai dasar pemahaman agama yang baik, yang solehah.

Kriteria-kriteria tersebut tentunya merupakan kriteria wajib yang mesti dipilih oleh kaum muslim. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dituntunkan oleh Rasulullah Saw. Dalam hadis riwayat Muslim disebutkan:

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Muslim)

Namun, selain kriteria tersebut ada kisah unik mengenai tambahan kriteria calon istri yang dicari oleh salah satu ulama.

Kisah Asmara Ishaq bin Rahawaih

Kisah ini dialami oleh Ishaq bin Rahawaih atau kadang dieja dengan Ishaq bin Rohuyah (w. 238 H). beliau ini merupakan salah satu ulama pakar hadits pada masanya. Jika anda mengenal Kitab Shahih Bukhari, maka Ishaq bin Rahawaih inilah orang yang menyuruh Imam Bukhari menulis kitab tersebut. Ishaq bin Rahawaih sendiri memiliki kitab kompilasi hadis yang berjudul al-Musnad.

Alkisah, dalam perjalanan pencarian asmaranya. Selain mencari sosok pendamping hidup yang mempunyai bekal agama yang kuat, ada satu lagi kriteria khusus yang sangat beliau idamkan. Yakni beliau memilih calon istri yang mempunyai banyak koleksi buku. Utamanya buku-buku karangan Imam Syafi’i. Akhirnya beliau pun menemukan pasangan hidupnya di Kota Moro. Ia mengetahui ada sosok gadis jelita yang mempunyai koleksi kitab As-Syafii dari ayahnya yang telah meninggal. Ia pun terobsesi untuk menikah dengannya. Akhirnya gayung pun bersambut, sang gadis pun bersepakat untuk hidup bersama.

Abu Nuaim al-Ashfihani dalam kitab Hilyat al-Auliya’ menceritakan hal tersebut:

تَزَوَّجَ إِسْحَاق ُ بْنُ رَاهَوَيْهِ بِمَرْوَ بِامْرَأَةِرَجُلٍ كَانَ عِنْدَهُ كُتُبُ الشَّافِعِيِّ وَتُوُفِّيَ. لَمْ يَتَزَوَّجْ بِهَا إِلا لِحَالِ كُتُبِ الشَّافِعِيِّ

“Ketika masih berdomisili di Kota Moro, Ishaq bin Rahawaih pernah menikahi putri seseorang yang mempunyai koleksi kitab dari Imam Syafii.  Ishaq bin Rahawaih menikahi perempuan tersebut semata-mata karena koleksi kitab Imam Syafii miliknya.” (Al-Hafidz Abu Nuaim Ahmad bin Abdullah al-Asfihani, Hilyat al-Auliya’, [Beirut: Darul Fikr, 2019], juz IX, h. 79).

Mengapa Ishaq bin Rahawaih sangat terobsesi dengan koleksi kitab Imam Syafi’i? Hingga melabuhkan cintanya juga kepada gadis pemilik kitab Imam Syafi’i?

Hal ini bisa kita pahami jika melihat konteks sejarah waktu itu. Ishaq bin Rahawaih merupakan salah satu ulama hadits yang bermazhab Syafi’i. Beliau memang bukanlah merupakan murid langsung dari Imam Syafi’i.

Ishaq bin Rahawaih hidup semasa dengan Imam Syafi’i. Mereka hanya terhalang oleh posisi tempat tinggal masing-masing yang berjauhan. Ishaq bin Rahawaih hidup di Iran sedangkan Imam Syafi’i di baghdad kemudian di Mesir.  Akan tetapi walaupun saling berjauhan dan belum pernah berinteraksi secara langsung. Ishaq bin Rahawaih begitu mengidolakan Imam Syafi’i.

Namun walaupun begitu Ishaq bin Rahawaih begitu mengagumi sosok imam Syafi’i. Imam Ishaq bin Rahawaih pun sangat mengakui bahwa ajaran mazhab fikih yang diajarkan oleh Imam Syafi’i sangatlah menarik. ketertarikan serta keingintahuan itu mendorong Ishaq bin Rahawaih selalu mencari informasi terkait Imam Syafi’i dan ajarannya.

Dan orang yang pertama kali membawa kitab Imam Syafi’i dari Mesir adalah muridnya sendiri yaitu Muhammad bin Isa As-Sulami at-Tirmidzi. Menurut catatan Ibnu Asakir dalam Tarikh Madinah Dimasyq, sekembali dari Mesir At-Tirmidzi membawa kitab Imam Syafii yang ditulis oleh Buwaithi. Mengetahui hal tersebut, Ishaq bin Rahawaih tidak perlu berfikir lama beliau langsung menyalin kitab Imam Syafi’i tersebut. (Abul Qosim Ali ibn al-Hasan Ibn Asakir, Tarikh Madinah Dimasyq, [Beirut: Darul Fikr, 2010], juz IV, h. 370).

Perhatian besar serta ketertarikannya akan karya-karya Imam Syafi’i semakin dikuatkan dengan kisah pernikahannya dengan seorang gadis karen koleksi bukunya tersebut yang telah saya singgung diatas.     

Lantas, tercatat dengan kitab Imam Syafii itu, Ishaq bin Rahawaih kemudian menjadikannya menjadi referensi atas kitab yang akan ditulisnya. Dimana tak lama setelah itu Ishaq bin rahawaih menulis kitab berjudul al-Jami’ al-Kabir yang tak sedikit menukil pendapat-pendapat dari  Imam Syafi’i.

Dari kisah ini setidaknya kita bisa menggali beberapa pelajaran. Pertama, perhatian para ulama dalam menghargai serta mengkaji kitab-kitab terdahulu. Mereka rela berkorban serta mengalokasikan seluruh hidupnya untuk meraih ilmu tersebut. Kedua, bagaimana cinta para ulama akan pengetahuan yang luar biasa. Mereka menjadikan ilmu dan buku menjadi salah satu bagian dari cinta mereka. Mereka sanggup mengkompromikan antara syahwat dunia dengan syahwat ilmu. Sehingga keduanya bisa berjalan beriringan dengan saling menguntungkan.

Kontributor

  • Ahmad Yazid Fathoni

    Santri, Pustakawan Perpustakaan Langitan, suka menggeluti naskah-naskah klasik.