Makam Nabi Muhammad yang berada di area masjid Nabawi, kota Madinah merupakan salah satu destinasi yang dianggap wajib diziarahi para pelancong atau jamaah haji dari seluruh penjuru dunia sebagai penyempurna manasik.
Rasulullah saw. bersabda dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar:
من حج البيت ولم يزرني فقد جفاني
“Barangsiapa yang telah menyempurnakan ibadah hajinya, sedang ia tak menyempatkan berziarah kepadaku sungguh ia telah bersikap acuh kepadaku.” (HR. Ibnu ‘Adi dalam kitab al-Kamil)
Hal inilah yang mendorong Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, pakar ilmu tafsir dari Mesir untuk berkunjung dan berziarah ke makam Rasulullah saw.
Sesampainya di depan tembok batu penyekat pusara Rasulullah, tanpa disadari Syekh Sya’rawi hendak mencium penyekat makam, karena ingin meluapkan perasaan cinta kepada sosok Rasulullah yang terkubur di balik pagar tersebut.
Namun, ketika hendak melakukan, salah seorang pihak keamanan yang berjaga di sekitar makam menghalangi dan menghadangnya, seraya ingkar dan mencela Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi.
“Wahai Syekh, janganlah kau melakukan hal bid’ah dan kesyirikan ini, terlebih-lebih kau termasuk sosok yang ditokohkan oleh orang-orang, karena kedalaman ilmumu!” ucap petugas keamanan.
Syekh Muhammad Mutawalli membalasnya dengan senyuman, seraya berkata, “Perihal apakah yang kau ingkari dari perbuatanku wahai petugas?”
“Perbuatanmu mencium batu penyekat makam ini, bagaimana mungkin kau mengagungkan sebongkah batu, dan menciuminya?” tegas petugas keamanan.
Dengan mimik wajah yang santai, Syekh Muhammad Mutawalli menjawab, “Mulanya aku hendak mencium kekasihku (Rasulullah saw.), namun ternyata dugaanku salah, aku hanya mencium sebongkah batu. Maka, aku sangat berterima kasih padamu yang telah mengingatkanku hal tersebut. Izinkanlah aku untuk mencium kepalamu sebagai bentuk penghormatan dan rasa terima kasihku padamu!”
Baca juga: Muslihat Syekh Sya’rawi Supaya Gagal Masuk Al-Azhar
Rasa bingung mulai menghinggap di pikiran petugas keamanan. Namun Syekh Muhammad Mutawalli bersikukuh menciumnya. Beliau mencium topi dari petugas tersebut.
Terlihat senyum remeh yang nampak dari raut wajah Syekh Muhammad Mutawalli. Petugas keamanan itu bertanya, “Apakah hal yang membuatmu tersenyum remeh padaku, wahai Syekh?”
“Sungguh kasihan sekali, jika kau telah mengira bahwa aku telah mencium kepalamu wahai petugas.” sahut Syekh Muhammad Mutawalli.
“Seorang ulama sepertimu, masihkah bisa berbohong di tanah mulia ini, serta mengelak atas perbuatan yang telah dilakukan?” heran dia.
“Ketahuilah aku hanya mencium topimu, bukan kepalamu,” jawab Syekh Muhammad Mutawalli.
Petugas itu pun menyela ucapannya dan berkata, “Bukankah topi yang kau cium itu berada di atas kepalaku? Lantas, adakah perbedaan antara mencium kepala, dengan mencium topi yang berada di atas kepala? Sungguh tak ada bedanya!”
Maka, Syekh Mutawalli pun menimpali jawaban petugas tersebut seraya berkata, “Bukankah pembatas serta tembok penghalang ini berada di depan makam Rasulullah? Maka dengan menciumnya, sama halnya aku mencium kekasihku Rasulullah yang berada di baliknya, seperti aku mencium topi yang berada di atas kepalamu.”
Derai air mata tercucur dari kedua mata petugas keamanan setelah mendengar alasan Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi. Akhirnya ia pun mencium pagar tembok pembatas tersebut, dan bersandar seraya tersungkur bertaubat kepada Allah swt. atas apa yang ia yakini sebelumnya.
Hukum Mencium Makam Rasulullah dan Orang Shaleh
Mencium makam Rasulullah saw. atau orang-orang shaleh sejatinya ialah perwujudan dari luapan cinta seseorang kepada jasad yang terkubur di dalamnya. Serta bukan bermaksud penghambaan atau pengagungan kepada batu atau dzat dari makam tersebut.
Hal tersebut telah dicontohkan oleh para sahabat nabi terhadap makam Rasulullah saw. seperti halnya yang telah dilakukan oleh Mu’adz bin Jabal dan Abu Ayyub al-Anshari.
أقبل مروان يوما فوجد رجلا واضعا وجهه على القبر، فقال: أتدري ما تصنع؟ فأقبل عليه فإذا هو أبو أيوب، فقال: نعم، جئت رسول الله صلى الله عليه وسلم ولم آت الحجر، سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لا تبكوا على الدين إذا وليه أهله، ولكن ابكوا عليه إذا وليه غير أهله
Diriwayatkan suatu ketika Marwan bin al-Hakam (salah seorang raja dari dinasti Umayyah) berkeliling dan memantau kondisi negara. Sampai ia melintas di area makam Rasulullah dan melihat seseorang menyandarkan kepalanya di atas kubur tersebut.
Marwan pun mengingkari perbuatan tersebut seraya menegur, “Wahai lelaki, tidakkah kau tahu hukum atas perbuatan yang telah kau lakukan?”
Lelaki itu mendongakkan kepalanya. Marwan kaget ternyata dia adalah Abu Ayub al-Anshory (salah seorang sahabat Rasulullah).
Abu Ayyub menjawab, “Ya, aku tahu hukum dari apa yang aku telah perbuat. Sungguh maksud kedatanganku ke sini adalah menziarahi Rasulullah dan menciumnya (yang terkubur di dalam makam ini). Bukan untuk datang dan menciumi sebongkah batu ini. Serta ingin menyampaikan sebuah hadits yang aku dengar dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda,
لا تبكوا على الدين إذا وليه أهله، ولكن ابكوا عليه إذا وليه غير أهله
“Janganlah kau tangisi agama Islam ketika kepemimpinannya di emban oleh orang-orang yang pantas (mengemban amanah), namun tangisilah ia ketika kepemimpinannya diemban oleh orang-orang yang tidak pantas.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya, no: 23.585).
Maka dugaan bid’ah serta syiriknya mencium makam atau nisan Rasulullah saw. atau para ulama dan shalihin terbantah dengan dalil akal yang telah dikemukakan oleh Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, dan dalil naqli; berupa riwayat dari perbuatan para sahabat nabi. Wallahu a’lam bis showab.
Mukalla, Hadramaut-Yaman.
Ahad, 12 Desember 2021.
Baca tulisan menarik lainnya tentang Syekh Sya’rawi di sini.