Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Makna sab’ah ahruf dalam al-Quran

Avatar photo
19
×

Makna sab’ah ahruf dalam al-Quran

Share this article

Kebanyakan dari kita masih mengira bahwa yang dimaksud sab’ah ahruf dalam Al-Quran adalah tujuh qiraat mutawatir Al-Quran, yang sering diajarkan di pondok pesentren.

Padahal, hakikat sebenarnya dari sab’ah ahruf tidaklah demikian. Sebab ijtihad Imam Ibnu al-Jazari pun mengungkap ada tiga qiraat lain yang juga terbukti mutawatir.

Saat ini yang sering kita dengar tentang qiraat al-‘asyrah, semuanya adalah qiraat mutawatir yang membacanya bernilai ibadah dan sah untuk dibaca saat sholat (tidak hanya tujuh qiraat). Sehingga yang dimaksud sab’ah ahruf  bukan lah berdasarkan jumlah qiraat mutawatir.

Perlu kita tahu, bahwa istilah sab’ah ahruf ini berasal dari hadits Rasulullah SAW. yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:

إِنَّ هَذَا القُرْانَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَؤُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ

“Sesungguhnya Al-Quran diturunkan dengan tujuh huruf. Maka bacalah dengan yang mudah (bagimu) di antaranya.”

Penjelasan Rasulullah SAW. tentang Sab’ah Ahruf

Sayangnya, hadits tentang sab’ah ahruf  ini tidak disertai penjelasan Rasulullah SAW. tentang apa itu sab’ah ahruf. Sebagaimana Imam Ibnu Arabi menegaskan bahwa tidak ada riwayat yang menceritakan jika Rasulullah SAW. pernah menjelaskan tentang definisi sab’ah ahruf. Bahkan, tidak ditemukan juga teks-teks ataupun riwayat yang menyebutkan bahwa dari kalangan Sahabat ada yang menjelaskan tentang sab’ah ahruf. Oleh sebab inilah, para ulama kita masing-masing berijtihad dan akhirnya menghasilkan definisi yang beragam terkait sab’ah ahruf.

Memang benar, bahwa mengakhirkan penjelasan tentang suatu hal jauh di luar waktu terjadinya, agaknya kurang tepat. Akan tetapi, jika para ulama tidak berijtihad untuk mencari maksud sab’ah ahruf, maka umat muslim di generasi selanjutnya akan kesusahan memaknai rukhsah atau kemudahan yang diberikan Allah SWT. tentang cara membaca Al-Quran yang beragam.

Baca juga: Implikasi Perbedaan Qira’at terhadap Hukum Fikih

Alasan mengapa para Sahabat tidak menjelaskan maksud sab’ah ahruf (bahkan yang meriwayatkan hadits tersebut sekalipun),  adalah karena makna sab’ah ahruf saat itu sudah sangat jelas di kalangan mereka. Sehingga tidak lagi perlu dijelaskan. Karena jika sebaliknya, yakni  mereka tidak menjelaskan makna sab’ah ahruf sebab saking banyaknya perbedaan tersebut sehingga sulit untuk dipahami, maka hal ini tidak mungkin. Karena tanpa memahami maksud sab’ah ahruf, para sahabat juga akan kesulitan memahami maksud rukhsah yang diberikan Allah SWT. Sehingga jika demikian, kemudahan tersebut menjadi tidak ada artinya.

Hasil Ijtihad Ulama

Setelah berbagai ijtihad tentang makna sab’ah ahruf dilakukan oleh para ulamapada akhirnya hasil ijtihad mareka pun berbeda-beda. Bahkan di antaranya ada yang tidak menemukan hasil. Mereka menilai makna sab’ah ahruf terlalu sulit untuk ditelisik, sebab orang-orang Arab terbiasa menyebut suatu rangkaian kata sebagai sebuah huruf, sedangkan kasidah/puisi disebut sebagai sebuah kata.

Adapun hasil ijtihad ulama selainnya, berbeda-beda dalam memaknai sab’ah ahruf. Pendapat pertama mengatakan tujuh huruf tersebut kembali ke tujuh macam bahasa Arab yang mashur di antara suku-suku Arab ada saat itu. Pendapat kedua mengatakan tujuh huruf dalam Al-Quran merujuk pada tujuh klasifikasi ayat-ayat Al-Quran, yang masing-masing merupakan bagian dari Al-Quran itu sendiri. Sebagian di antaranya adalah perintah dan larangan, halal dan haram, janji dan ancaman, cerita-cerita, dan lain-lain.

Adapun pendapat ketiga mengatakan bahwa tujuh huruf tersebut merujuk pada bentuk-bentuk perbedaan dan perubahan yang ada dalam bacaan-bacaan Al-Quran (qirâ’at al-Quran). Pendapat terakhir inilah yang diamini oleh kebanyakan ulama.

Bentuk-bentuk Perbedaan Sab’ah Ahruf

Pertama, perbedaan lafaz dari segi tunggal-ganda-jamak, juga dari segi tadzkîr (laki-laki) dan ta’nîts (perempuan). Seperti lafaz tunggal miskîn dalam  طَعَامُ مِسْكِيْنٍ yang juga dibaca jamak menjadi مَسَاكِيْن. Contoh lain ada lafaz yuqbalu dalam وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ  yang juga dibaca tuqbalu dengan ta’.

Kedua, perbedaan bentuk kata kerja (tashrîf) dari fi’il mudhori’ (masa akan datang), fil’il madhi (masa lampau), dan fi’il amr (kata perintah). Seperti lafaz tathawwa’a dalam ayat وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا  yang juga dibaca يَطَّوَّعْ dengan huruf ya’tha’ yang ditasydid, dan ‘ain dibaca sukun karena jazm.

Ketiga, perbedaan wajah i’rab (harakat lafaz). Seperti lafaz yusabbihdalam ayat يُسَبِّحُ لُهُ فِيْهَا بِالْغُدُوِّ  وَالآصَالِ yang dibaca juga yusabbahdengan huruf ba’ yang difathah.

Keempat, perbedaan dengan pengurangan atau penambahan lafaz. Seperti وَسَارِعُوْا yang juga dibaca tanpa وَ.

Kelima, perbedaan dengan mengakhirkan atau mendahulukan. Seperti ayat وَقَاتَلُوْا وَقُتِلُوْا yang juga dibaca dengan sebaliknya. Yaitu وَقَاتَلُوْا  وَقُتِلُوْا.

Keenam, perbedaan sebab ibdâl atau mengganti satu huruf dengan huruf yang lain. Seperti lafaz tablû dalam ayat هُنَالِكَ تَبْلُوْا كُلُّ نَفْسٍ مَّا أسْلَفَتْ yang juga dibaca tatlû dengan mengganti huruf ba’ dengan huruf ta’.

Dan yang terakhir, ketujuh, adalah berbedaan lahjat. Di antaranya ada bacaan imalah dan taqlil, idgham, tafkhim dan tarqiq, dan lain-lain. Jika kita membaca ayat لَقَدْ جَاءَكُمْ dengan membaca jelas huruf dal sukunnya, maka ada qiraat lain yang membaca huruf dal sukun dimasukkan huruf jim. Sehingga menjadi laqajjâ’akum.

Baca juga: Tafsir Syekh Sya’rawi Tentang Alasan Al-Quran Turun dengan Bahasa Arab

Dari ulasan di atas, bisa kita pahami bahwa yang dimaksud sab’ah ahruf dalam hadits tersebut bukanlah tujuh qiraat Al-Quran. Melainkan tujuh qiraat atau pun sepuluh qiraat yang mutawatir tersebut merupakan bagian dari sab’ah ahruf . Pun yang perlu kita tandai adalah hakikat sab’ah ahruf  tidak terbatas di  tujuh atau sepuluh qiraat tersebut.

Kontributor

  • Tanzila Feby Nur Aini

    Alumni Pondok Pesantren Denanyar, Jombang. Sekarang Mahasiswa Universitas al-Azhar Kairo Jurusan Aqidah dan Filsafat. Menyukai kajian Ulumul Quran dan pemikiran Islam.