Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Indonesia dan Nahdlatul Ulama, apresiasi dari negeri seberang

Avatar photo
51
×

Indonesia dan Nahdlatul Ulama, apresiasi dari negeri seberang

Share this article

“Kami salut atas kemampuan pemerintah Indonesia dalam mengkondisikan kestabilan negara dari beragam kelompok yang ada di sana,” ungkap DR. Abdullah Salamah, salah satu Doktor di gedung Fatwa Elektronik Al-Azhar.

DR. Abdullah Salamah dan timnya sedang meneliti tentang keislaman di Indonesia dan meminta kami untuk menuliskan secara khusus profil Nahdlatul Ulama sekaligus metode ‘Fatwa’ dan hasil keputusan dari Nahdlatul Ulama yang membuahkan kestabilan masyarakat.

Memang, Indonesia sedang menjadi pembicaraan banyak pihak terutama dari sisi keberhasilannya dalam merawat pluralitas dan perdamaian antar anak bangsa serta melesat menjadi salah satu negara dengan keberhasilan yang tinggi. Beberapa kali kami sendiri menyaksikan kekaguman penduduk negeri lain mengenai hal itu baik dalam tulisan maupun pernyataan mereka.

Dalam penyusunan tulisan tersebut, ternyata kami banyak menemukan beberapa keputusan Nahdlatul Ulama yang dilatarbelakangi beberapa situasi genting sehingga perlu adanya pernyataan bijak dan solutif dari Nahdlatul Ulama.

Sebagai contoh, hanya berselang satu bulan dari kemerdekaan NKRI 1945, datanglah pasukan Inggris yang membonceng NICA dengan bertujuan melanjutkan lagi hegemoni atas bumi pertiwi. Sontak perlawanan sengit terjadi di berbagai daerah termasuk Surabaya.

Sehingga Presiden Sukarno secara khusus memerintahkan untuk menghadap KH. Hasyim Asy’ari guna meminta pernyataan beliau dalam menghadapi musuh. Sehingga keluarlah Fatwa Jihad beliau yang kemudian dikuatkan dengan keputusan resmi dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Surabaya pada 22 Oktober 1945.

Dorongan moral tersebut yang kemudian mengiringi pertempuran besar pada 10 November di Surabaya yang berhasil menyudutkan pasukan musuh.

Kemudian, pada tahun 1953 di mana saat itu masih berlangsung gerakan yang menyebut dirinya Darul Islam atau DI/TII pimpinan Marijan Kartosuwiryo, teman seperguruan Sukarno ketika belajar kepada HOS Cokroaminoto. DI/TII tidak setuju dengan Pancasila sebagai landasan negara dan menyerukan untuk membentuk negara berasaskan Islam. Tidak hanya itu, mereka menyebut kepemimpinan Indonesia adalah tidak sah secara Islam.

Tentu saja tuduhan demikian berakibat sangat serius menurut Islam yang membutuhkan seorang pemimpin dalam menjalankan beberapa hal misalnya keharusan patuh, kewenangan wali nikah dan seterusnya. Sehingga Nahdlatul Ulama menginisiasi mengadakan Musyawarah Nasional Alim Ulama di Cipanas Bogor untuk mengukuhkan status pemimpin Indonesia.

Dalam hasil yang waktu itu disampaikan oleh Rais Am Nahdlatul Ulama, KH. Abdul Wahab Hasbullah, di antaranya adalah penganugerahan Presiden Indonesia sebagai “Waliyul Amri Ad-Dhoruri Bisyaukah” sehingga kepemimpinannya sah secara lahir batin menurut syariat Islam.

Keputusan tersebut menjadi benteng yang kokoh bagi Indonesia dalam untuk masa depan, menghadapi berbagai macam tuduhan atas ketidak islaminya pemimpin dan negara ini. Tuduhan yang rawan diperalat untuk memberontak pemerintah dengan dalih pemerintah yang tidak sah secara Islam.

Kemudian pada tahun 1983 ketika Rais Am Nahdlatul Ulama, KH. Ahmad Siddiq menyuarakan tentang Tri Ukhuwah; Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathaniyah, Ukhuwah Basyariyah. Yang kemudian hal itu dikuatkan dalam muktamar tahun 1994.

Nahdlatul Ulama memberikan landasan yang kokoh dalam kehidupan berbangsa, bersatu padu meski berbeda suku, untuk membangun negara yang maju. Pola hubungan demikian yang kelak menjadi penghapus sekat antar anak bangsa dalam berbakti pada tanah airnya.

Sehingga ketika hari ini (17/8/2022), kemerdekaan, keamanan, kesejahteraan yang diraih oleh bangsa Indonesia merupakan buah dari jerih payah para pendahulu yang telah meletakkan pondasi kokoh bagi kehidupan bangsa dan negara. Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia.

Kontributor

  • Hafidz Alwi

    Asal Malang Jawa Timur. Pernah belajar di pesantren Lirboyo. Sekarang sedang menempuh pendidikan di Al-Azhar jurusan Tafsir. Berkhidmah di PCINU Mesir. Penulis adalah penerjemah video Youtube Sanad Media.