Nahdlatul Ulama sebagai inisiator perdamaian, pernah menjadi solusi atas permasalahan suatu negara. Jika slogan kampanye PDI Perjuangan adalah “Mengepakkan Sayap Ke-Bhinneka-an”, maka NU juga (bukan resmi) memiliki slogan “Mengepakkan Sayap Internasional”. Bukan hal baru apabila inisiator Nahdliyin di berbagai lintas negara aktif beraudiensi dengan berbagai khalayak internasional, entah itu untuk bekerja sama atau sebagai upaya mendamaikan berbagai konflik di berbagai negara. Karena misi internasional NU salah satunya adalah untuk kedamaian dunia.
Seperti Afganistan, ulama lintas etnis yang lelah akan perang saudara mencari komposisi yang pas untuk mendamaikan konflik negaranya. Mereka studi banding ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta dan mendapati Indonesia dengan NU-nya yang menghormati keberagaman dan keberagamaan yang indah. Kemudian pulang ke negaranya dan memutuskan mendirikan Nahdlatul Ulama di berbagai provinsi di Afganistan. Mereka mengkloning NU di negaranya, menjadikan NU sebagai prototipe organisasi yang menebarkan kedamaian. NU Afganistan memang tidak punya kaitan struktural dengan PBNU, tetapi NU dijadikan parameter organisatoris dan sumber inspirasi.
Dahulu, salah satu tokoh Nahdlatul Ulama, K.H. Ahmad Sjaichu menggerakkan roda Konferensi Islam Asia-Afrika pada Maret 1965. Kemudian putra tiri K.H. Abdul Wahab Chasbullah ini menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Islam Asia Afrika.
Berpuluh tahun kemudian, sayap internasional NU digerakkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid, atau akrab disapa Gus Dur, melalui World Conference on Religion and Peace (WCRP) dan beliau menjadi Presidennya. Secara individu, Gus Dur dengan lincah bergerak ke berbagai jaringan di luar negeri. Beliau memainkan pengaruhnya dan pemikirannya, serta memperluas jaringan dan relasinya.
Sayap internasional NU mengepak lebih jelas di era K.H. Hasyim Muzadi dengan dibentuknya Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU di berbagai negara seperti Arab Saudi dan Sudan pada awal tahun 2000. Kiai Hasyim kemudian juga menginisiasi pelaksanaan International Conference of Islamic Scholars (ICIS) beberapa angkatan, yang menghimpun para ulama dari Sunni dan Syiah moderat untuk mewujudkan perdamaian dunia. Pengganti Kiai Hasyim, K.H. Said Aqil Siroj punya wadah lain, namanya International Summit Of Moderate Islamic Leaders (ISOMIL). Acara yang mempertemukan ratusan delegasi ulama dari berbagai negara ini juga mencari format terbaik yang pas mewujudkan dunia yang berkeadilan.
Pada tahun lalu, KH. Yahya Cholil Staquf yang saat itu masih menjabat Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), mendapatkan apresiasi tinggi dari tokoh-tokoh perdamaian global di ajang International Religious Freedom (IRF) Summit, di Washington, DC, Amerika Serikat atas pidato tentang perdamaian dunia dengan judul “The Rising Tide of Religious Nationalism” (Kebangkitan Nasionalisme Religius).
Dengan amanah sekarang sebagai Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf mencoba mematangkan rumusan perdamaian dan penyelesaian konflik di berbagai negara. Seperti pada Oktober mendatang, Nahdlatul Ulama bakal menggelar dua agenda berskala internasional, yaitu Religion of Twenty (R20) dan Muktamar Internasional Fikih Peradaban.
Gelaran internasional tersebut dikabarkan akan dihadiri oleh sejumlah tokoh dan pemimpin keagamaan dunia, salah satunya adalah Paus Fransiskus. PBNU juga akan mengundang Grand Syekh Al-Azhar Syeikh Ahmad Ath-Thayyeb, Uskup Agung Canterbury ke-105 Justin Portal Welby, pemimpin internasional agama Hindu, Buddha, dan beberapa pemimpin agama lainnya.
Nahdliyin di Sudan sebagai duta Nahdlatul Ulama di tanah berjuluk Seribu Darwis Afrika, saat ini tidak hanya berusaha menjadikan NU sebagai organisasi kemasyarakatan semata yang menjalin audiensi lalu menghasilkan kerjasama, atau hanya menggerakkan jejaring ulama dalam negeri Sudan yang berusaha mengerem laju radikalisme berbaju agama. Lebih dari itu, para pengurus maupun elemen lain dalam tubuh NU Sudan secara organisatoris bergerak dinamis mendukung dan mewujudkan penyelesaian masalah dalam negeri hingga perdamaian dan keamanan di negara Sudan.
Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Sudan sendiri pada periode ini mengambil tema “Go International NU Sudan” yang mana gerakan ini sesuai dengan apa yang digaungkan oleh PBNU untuk menduniakan NU. Eksekusi pribumisasi Islam yang digagas oleh Gus Dur dan gerakan wakaf masjid di Sudan sudah dijalankan oleh para inisiator Nahdliyin Sudan. Maka pada periode ini, PCINU Sudan dengan geliatnya menjalin kerja sama dengan banyak instansi seperti KBRI dan instansi-instansi nasional Sudan.
Agenda besar inisiator Nahdliyin Sudan salah satunya adalah Seminar Internasional akhir Agustus ini. Agenda ini rencananya akan melibatkan Majma’ al Fiqh al Islami Sudan (MUI-nya Sudan) dan beberapa tokoh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Acara tersebut mengambil tema “Metode Istinbath Hukum antara Nahdlatul Ulama dan Majma’ al Fiqh al Islami Sudan”, yang diharapkan akan ada dialog antar kedua instansi besar tersebut, serta saling menawarkan gagasan satu sama lain tentang problematika yang terjadi saat ini.
Majma’ al Fiqh al Islami sendiri mengaku sangat berharap akan adanya kerjasama atau MoU dengan PBNU dengan terselenggaranya seminar internasional tersebut. Hal ini didukung penuh oleh PCINU Sudan yang siap menjembatani kedatangan delegasi PBNU ke Sudan dengan gerakan “Jemput Kiai”. PCINU Sudan dalam hal ini merekomendasikan kerjasama di bidang capacity building, pelatihan, dan pertukaran kunjungan.
Dengan kiprahnya dari dulu hingga saat ini, tidak berlebihan kita katakan bahwa Nahdlatul Ulama adalah solusi atas permasalahan dan konflik di suatu negara, terkhusus negara-negara di Afrika dan Timur Tengah yang cukup kaya persoalan etnis bahkan perang saudara, sehingga lebih membutuhkan “sapaan” solidaritas Indonesia. Maka tidak heran apabila Syekh Abdul Aziz As-Syahawi saat di Indonesia mengakui dan berkata, “Di Indonesia segala sesuatunya sangat Indah”.
Dengan gerakan dinamis, inisiator Nahdliyin Sudan berupaya mengepakkan sayap Internasionalnya dengan menjalin kerjasama dengan beberapa instansi nasional Sudan, seperti Majma’ al Fiqh al Islami Sudan, Institusi Bahasa Arab (Majma’ al Lughah), Institusi Ulama Sufi (Majma’ as Shufi), institusi cendekiawan Sudan, kantor Wakaf Sudan, hingga Kementerian Agama dan Wakaf Sudan, serta instansi-instansi lainnya.
Diharapkan dengan jalinan kuat dengan instansi nasional, PCINU Sudan dapat dengan mudah memberi solusi serta aksi atas permasalahan yang terjadi. Sudan dengan berbagai permasalahannya, NU hadir sebagai solusinya.