Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Moderasi Menurut Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab

Avatar photo
37
×

Moderasi Menurut Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab

Share this article

Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dalam acara Annual Meeting of Islamic Dakwah (AMID)yang digagas oleh Cari Ustadz dan Organisasi Ikatan Alumni Al-Azhar cabang Indonesia Sabtu 20/11/2021 mengatakan bahwa moderasi tidak selalu diartikan sebagai pertengahan secara tematis.

Moderasi, menurut pengarang Tafsir Al-Mishbah itu,  memiliki arti yang sangat simple yaitu terbaik. Sebab dalam Al-Qur’an kata “wasath” berarti terbaik.

Beliau mengatakan bahwa moderasi bukan berarti pertengahan. Moderasi adalah yang terbaik. Itu sebabnya Al-Qur’an menyatakan “وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا”. “Wasath” di sini berarti yang terbaik. Itu sebabnya kata-kata “wasath” (dalam Al-Qur’an) mempunyai makna yang terbaik.

Allah berfirman:

قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ

“Berkata orang yang paling bijak di antara mereka: ‘Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih).’” (QS. al-Qalam: 28)

“Oleh karena itu,” sambungnya, “dalam era digitalisasi ini, kita harus mencari yang terbaik apabila kita ingin menerapkan moderasi beragama.”

Moderasi dan Ulama

Di samping itu, pakar tafsir Indonesia ini juga memaparkan bahwa dalam konteks moderasi ulama, ustadz, ustadzah, adalah menjadi pewaris Nabi. Artinya seorang ulama dan panutan masyarakat harus mengikuti tindak lampah Nabi dalam segala hal. Sebab ulama sejatinya adalah pewaris Nabi, yang diwariskan kepada mereka adalah kitab suci. Kitab suci ini adalah pedoman yang menjadi solusi terhadap perbedaan. Allah berfirman:

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ

“Manusia itu (dahulunya) satu umat. Lalu Allah mengutus para Nabi untuk menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkan-Nya bersama mereka kitab yang mengandung kebenaran, untuk member keputusan di antara manusia tentang perkara yang perselisihkan.” (QS. al-Baqarah: 213)

Oleh karena itu, beliau mengutarakan bahwa tujuan Allah menurunkan kitab suci kepada Nabi supaya menjadi rujukan keputusan terhadap perbedaan dan menjadi solusi atas permasalahan umat.

Sebagai pewaris Nabi, ulama juga punya tanggung jawab mewarisi kitab suci itu supaya member solusi atas problematika umat bukan menjadi problem umat.

Beliau berkata, “Kenapa Allah menurunkan kitab suci kepada para Nabi? Agar melalui kitab suci itu, merea memberi putusan terhadap perbedaan-perbedaan. Ulama yang menjadi pewaris Nabi harus berfungsi juga sebagai pewaris kitab suci itu dan berfungsi sebagai orang-orang yang memberi solusi bagi problematika masyarakat bukan menjadi problem masyarakat.”

Mantan ketua Organisasi Ikatan Alumni Al Azhar Internasional cabang Indonesia ini mengatakan bahwa Allah mewariskan kitab suci kepada hamba pilihannya, namun hamba yang menerima kitab suci itu terbagi dalam tiga tingkatan:

Pertama, orang yang melakukan kezaliman terhadap dirinya sendiri.

Kedua,  orang-orang yang pertengahan (biasa biasa saja).

Ketiga, orang-orang belomba-lomba dalam kebaikan. 

Dalam konteks memahami moderasi ini, sambungnya, yang perlu digarisbawahi ialah kesalahpahaman bisa jadi muncul ketika seorang memahami arti moderasi dalam pengertian wasathiyah, yaitu tengah.

Makna Moderasi dalam al-Qur’an

Menurutnya, moderasi itu bukan di tengah, kalaupun anda memahami moderasi dalam pengertian di tengah, maka jangan memahaminya dalam arti pertengahan secara matematis. Sebab Allah berfirman:

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang mendzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada pula yang terlebih dahulu bernuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.” (QS. Fathir: 32)

Beliau mengutarakan pendapat Ibnu Katsir bahwa ketiga golongan tersebut baik. Tapi ada yang sangat amat baik, yaitu sabiqun bil khairat.

“Apakah moderasi itu yang di tengah atau kita dituntut sabiqun bil khairat?” Tanya beliau.

“Kalaupun Anda tidak mencapai yang tertinggi, maka di tengah, kalau tidak bisa mencapai yang di tengah setelah berusaha, maka pilihlah golongan yang ketiga yaitu dhalimun linafsihi.” Pungkas Prof. Dr. Quraish Shihab.

Dalam hal ini, beliau mengingatkan bahwa kata “dzalimun li nafsihi”, merupakan tingkatan terendah dan itu masih dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baik karena dia diberikan secercah ilmu, berupa kesadaran tentang kehadiran kitab suci yang tujuannya menjadi solusi problematika masyarakat, hanya saja dia tidak menggunakannya dalam kehidupannya.

Pentingnya Kesantunan dalam Berdakwah

Selain itu, Prof. Dr. M. Quraish Shihab juga memaparkan tentang pentingnya berdakwah dengan baik dan santun.

Dalam melakukan dakwah, seorang hendaknya mengajaknya dengan hikmah. Menurutnya, arti hikmah adalah amal bil ilmi dan ilmu amaliyah. Oleh karena itu, jika ulama ingin menerapkan moderasi pada era ini, maka hendaknya harus menerapkan sesuatu itu dalam bentuk amal yang bersifat ilmiyah dan raihlah ilmu yang bersifat amaliah.

Beliau membedakan antara hikmah dan ilmu. Menurutnya, hikmah itu bukan sekedar pengetahuan tapi ia pengetahuan yang plus. Untuk menerapkan moderasi seseorang tidak hanya membutuhkan ilmu, tapi juga membutuhkan pengamalan ilmu. Supaya apa yang dijelaskan itu dapat diamalkan oleh umat.

“Kalau itu tidak bisa diamalkan, maka itu bukan hikmah.” Imbuhnya.

Di samping itu, seorang ulama harus memperhatikan bahwa pengamalan itu juga harus sesuai dengan perkembangan zaman dan tidak bertentang dengan nilai-nilai agama.

“Itulah yang disebut moderasi.” pungkas peraih gelar doktoral bidang tafsir dari Universitas al-Azhar pada tahun 1982 itu.

Kontributor

  • Rozi Nawafi

    Ahli ilmu qira'at Al-Qur'an Asyrah al-mutawatirah bersanad sampai kepada Nabi. Wakil koordinator pendidikan dan pengajian di Pesantren Darussalam Keputih Surabaya dan pengisi acara Kiswah Tv 9 Nusantara NU Jatim. Penulis buku “Mengarungi Samudra Kemuliaan 10 Imam Qira’at.”