Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Tafsir Syekh Sya’rawi Surat Al-Hijr 9, Janji Allah Menjaga Al-Qur’an

Avatar photo
41
×

Tafsir Syekh Sya’rawi Surat Al-Hijr 9, Janji Allah Menjaga Al-Qur’an

Share this article

Sebelum al-Qur’an, ada kitab suci lain yang diturunkan Allah Swt. kepada para rasul. Masing-masing kitab membawa manhaj namun bukan menjadi mukjizat bagi rasul-rasul yang menerima. Mereka memiliki mukjizat lain yang biasanya berupa keahlian-keahlian tertentu yang nyaris sama dengan yang dimiliki kaum mereka.

Nabi Musa mempunyai mukjizat tongkat yang bisa berubah menjadi ular dan bisa membelah lautan. Hal itu karena mayoritas kaumnya adalah penyihir. Nabi Isa memiliki mukjizat yang bisa menghidupkan orang mati. Itu karena kaumnya adalah ahli kedokteran.

Tujuannya agar para rasul bisa berkomunikasi dan mudah diterima oleh kaumnya, serta sebagai bukti nyata bahwa mereka benar-benar utusan Allah Swt.

Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi dalam kitabnya, Tafsir asy-Sya’rawi juz 12 menjelaskan, manhaj kitab-kitab terdahulu terpisah dari mukjizat rasul-rasul yang menerimanya. Dan setiap kaum diperintahkan untuk menjaga kitab suci rasulnya masing-masing.

Layaknya taklif, terkadang dipatuhi dan kadangkala tidak. Tidak ada seorang pun dari kaum terdahulu yang menjaga kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul mereka. Mereka sering mendistorsi, bahkan mengada-ada kalimat sendiri lalu mengatakannya dari Allah, padahal bukan.

Allah swt. tidak ingin hal semacam ini terjadi pada al-Qur’an yang notabene menjadi kitab suci terakhir. Dia tidak ingin membiarkan semangat penjagaan al-Qur’an menjadi taklif bagi manusia. Sebab taklif, kadang dipatuhi dan kadang tidak.

BACA:

Al-Qur’an adalah kitab suci yang berbeda dari kitab-kitab sebelumnya. Di samping membawa manhaj, al-Qur’an juga menjadi mukjizat bagi Rasulullah Saw. yang menunjukkan kebenarannya sebagai utusan penyampai pesan-pesan Tuhan.

Kemukjizatan Al-Qur’an ini relevan dengan kaum Nabi Muhammad yang mahir dalam bidang sastra, balaghah, dan fashahah. Nilai sastrawi Al-Qur’an melebihi apa yang ada pada karya-karya sastra mereka sehingga mereka mengakuinya Al-Qur’an benar-benar kitab suci dari Allah Swt.

Allah Swt. telah berjanji akan menjaga al-Qur’an dari segala bentuk distorsi. Janji itu diabadikan dalam Surat al-Hijr ayat 9:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذكر وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Qur’an, dan pasti Kami pula yang menjaganya. (QS. Al-Hijr [15]: 09)

Syekh Sya’rawi menafsirkan, kata “الذكر” ketika dimutlakkan, maka yang dimaksud adalah al-Qur’an, yaitu kitab yang membawa manhaj.

Allah Swt. akan menjaga kitab suci terakhir ini dari segala macam distorsi karena keberadaannya sebagai mukjizat yang membuktikan kebenaran Rasulullah Saw. sebagai seorang utusan.

Setiap kali al-Qur’an turun kepada Rasulullah Saw., para sahabat segera menulisnya. Ia menjadi hafalan dan bacaan kebanyakan dari mereka setiap waktu.

Pasca wafat Rasulullah Saw., Khalifah Abu Bakar dengan bantuan Zaid bin Tsabit dan sahabat yang masyhur dengan hafalan dan tulisannya, mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an. Semua ayat dikodifikasi sesuai kebiasaan orang Arab dan dijaga dalam hati orang-orang muslim.

Usai Abu Bakar wafat, amanat penjagaan kumpulan ayat dilanjutkan Umar bin Khattab. Lalu kumpulan itu, ia serahkan kepada putrinya, Hafshah. Hingga kemudian diambil oleh Utsman bin Affan di masa kepemimpinannya.

Utsman menyalin kumpulan itu dengan perantara Zaid bin Tsabit dan para penulis wahyu yang lain, menjadi beberapa salinan mushaf dan dikirimkan ke kota-kota umat muslim.

Rahasia Keagungan Al-Qur’an

Di antara rahasia keagungan al-Qur’an, kata Syekh Sya’rawi, adalah ketika salah seorang penghafal al-Qur’an terhenti dan tidak dapat melanjutkan bacaan al-Qur’annya atau salah dalam membacanya, maka penghafal al-Qur’an yang lain akan langsung mengoreksi dan membenarkannya. Ini menunjukkan bahwa al-Qur’an memang akan terus-menerus mendapatkan penjagaan dari Allah Swt.

Untuk mengetahui ketelitian penjagaan Allah Swt. terhadap al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan Syekh Sya’rawi dalam kitab tafsirnya, adalah dijumpainya sebagian oknum yang ingin menyelipkan kata “صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم” dalam Surat al-Fath ayat 29: “مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ الله والذين مَعَهُ أَشِدَّآءُ عَلَى الكفار رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ agar menjadi: “محمد رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ والذين معه أشداء على الكفار رحماء بينهم”.

Mereka menyelipkan kata-kata itu dengan tujuan ingin mengagungkan Rasulullah Saw. dan ingin mencuri perhatian kaum muslim. Akan tetapi, ketika ulama mencermati ayat tersebut, mereka merasa ada kata-kata yang lebih dalam ayat tad dan itu bukan bagian dari al-Qur’an.

Oleh karena itu, kata-kata yang diselipkan dan bukan bagian dari al-Qur’an, betapa pun ingin mengagungkan Rasulullah Saw. tetap tidak bisa diterima. Para ulama beralasan bahwa al-Qur’an merupakan tauqifi; kita akan membaca, mencetak, dan menjaganya sesuai dengan apa yang didiktekan Malaikat Jibril kepada Rasulullah Saw. pada saat diturunkan.

Demikianlah bentuk penjagaan Allah Swt. terhadap kitab suci al-Qur’an. Dia tidak akan pernah mengingkari janji untuk menjaga al-Qur’an hingga akhir zaman dari segala macam usaha-usaha yang bermaksud mendistorsinya. Wallahu a’lam.

Kontributor

  • Sunnatullah

    Pegiat Bahtsul Masail dan Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Bangkalan Madura.