Berikut ini adalah teks, terjemahan, dan kutipan tafsir menurut Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, perihal salah satu ayat yang berkaitan dengan Perang Uhud. Perang terpenting kedua dalam sejarah umat Islam.
Pada Perang Uhud, kejadian yang menimpa Rasulullah dan umat Islam begitu heroik, bahkan mereka sangat terpukul atas kejadian itu.
Paman Nabi Sayyidina Hamzah selaku salah satu pimpinan umat Islam gugur. Perutnya dibelah, kemudian dikeluarkan hatinya dan dikunyah oleh Hindun binti Utbah. Selain itu, gigi taring Rasulullah patah, wajahnya berlumuran darah.
Kemarahan umat Islam begitu meggelora. Hanya saja, Allah swt. menegur dan memberikan peringatan kepada umat Islam saat itu, sebagaimana yang tergambar dalam surat Ali ‘Imran ayat 128.
Allah swt. berfirman:
لَيْسَ لَكَ مِنَ الأمر شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ
“Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah menerima tobat mereka, atau mengazabnya, karena sesungguhnya mereka orang-orang zalim.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 128)
Baca juga: Tafsir Syekh Sya’rawi Tentang Sifat Rasulullah dalam Surat At-Taubah 128
Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab tafsirnya mengatakan, ayat ini merupakan suatu kepastian yang telah Allah tentukan sejak zaman azali, dan tidak bisa dianggap keluar dari kekuasaan Allah. Namun, yang perlu diketahui adalah beberapa poin sebagai berikut, (1) Asbabun Nuzul; dan (2) maksud yang terkandung di dalamnya.
Pertama, Asbabun Nuzul (Sebab turunnya ayat)
Sebagaimana ditegaskan oleh Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi, ayat ini diturunkan di tengah kecamuk perang Uhud, di mana pasukan umat Islam dipukul mundur oleh lawan. Saat itu, pasukan umat Islam terhenyak. Rasa takut mulai menyelimuti mereka.
Akibatnya, mereka berperang tanpa semangat dan aturan. Serangan demi serangan terus dilancarkan ke arah mereka. Kaum musyrik yang sebelumnya lari tunggang langgang, kini berbalik menyerang pasukan Muslim. Mereka benar-benar memberikan perang yang sangat mengerikan.
Pasukan musyrik pun berhasil mendekati tempat Rasulullah berada. Mereka melempari beliau dengan batu hingga jatuh tersungkur ke sebuah lubang, salah satu gigi serinya tanggal, dan kepalanya terluka.
Darah segar mengucur deras dari wajah Nabi. Beliau mengusapnya sembari berkata, “Bagaimana mungkin suatu kaum mendapat kemenangan bila mereka mengalirkan darah di wajah nabinya yang mengajak mereka ke jalan Allah?”
Pada saat yang bersamaan, Allah swt. menurunkan ayat di atas, sebagai teguran kepada Rasulullah, bahwa semua yang terjadi sudah menjadi ketetapannya. Dengan demikian, tidak ada satu pihak pun yang berhak untuk dijadikan sebagai legitimasi atas kejadian tersebut. (Syekh Mutawalli, Tafsir Asy-Sya’rawi, juz I, halaman 1175).
Kedua, Maksud yang Terkandung di dalamnya
Ayat di atas menjadi salah satu pengingat kepada Rasulullah. Ketika kemarahan sudah memuncak dalam dirinya, bahkan sudah hendak memohon kepada Allah agar membumihanguskan musuh-musuh Islam yang ada dalam perang Uhud, tiba-tiba Allah memberikan peringatan, bahwa semua itu terjadi atas kehendak Allah.
Semua kejadian yang terjadi di muka bumi, sudah berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Syekh Mutawalli, semua yang ada di dalam bumi dan langit merupakan milik Allah swt. Tentunya, semua gerak dan kejadiannya sudah menjadi ketetapannya.
Baca juga: Tafsir Syekh Asy-Sya’rawi Tentang Wahyu Pertama Surat Al-‘Alaq 1-5
Selain itu, menurut Syekh Mutawalli, ada poin lebih penting yang perlu dipahami dari ayat di atas, yaitu, (1) Yatuba alaihim; dan (2) Yuazzibahum.
Pertama, “Yatuba (apakah Allah menerima tobat mereka?)”.
Menurut Syekh Mutawalli, pada potongan ayat ini mengandung pelajaran yang sangat penting, yaitu perihal hilangnya semua kesalahan yang dilakukan oleh manusia di masa kafir, ketika ia bertobat dan diterima oleh Allah swt.
Sebesar apapun keburukan yang pernah dilakukan, sebanyak apapun dosa yang ada dalam diri seseorang, ketika ia sudah bertobat kepada Allah dan diterima oleh-Nya, maka semua kesalahan dan dosa-dosa tersebut akan hilang dari dirinya.
Selain itu, jika ia ternyata benar-benar bertobat, menebus segala kesalahan dan dosanya, justru akan menjadi kebanggan tersendiri bagi Rasulullah saw. dan Islam itu sendiri. Sebab, dengan masuk Islam, maka jumlah umat Islam akan semakin bertambah, dan bahkan bisa memberikan sumbangsih kepada risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad.
Kedua, “Yuazzibhum (atau mengazabnya)”.
Poin kedua ini, menurut Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi, merupakan opsi selanjutnya ketika orang-orang yang menyakiti Rasulullah tidak memeluk ajaran Islam dan tidak bertobat, maka Allah akan mengazabnya.
Baca juga: Tafsir Syekh Sya’rawi Tentang Ayat “Maka Nikmat Tuhan Manakah yang Kamu Dustakan”
Jika pada poin pertama akan memberikan kebanggan bagi Rasulullah dan Islam, maka opsi kedua ini justru tidak merugikan Rasulullah ketika Allah menyiksa mereka.
Kenapa demikian? Sebab, semua siksaan yang Allah berikan kepada mereka merupakan balasan dan timbal balik atas kezaliman yang dilakukan selama ada di dunia.
Oleh karenanya, pada ayat di atas Allah menegaskan kepada Nabi Muhammad saw. dengan kata, “Laisa laka minal amri syaiun (itu bukan menjadi urusanmu)”.
Dengan kata lain, Allah hendak memberi peringatan kepadanya, bahwa tugas Rasulullah hanyalah berdakwah dan menyampaikan risalah yang diterima kepada kaumnya.
Selebihnya, jika ada beberapa masyarakat yang menolak, atau bahkan menghina dan menyerangnya, maka tugas untuk memberikan siksa dan ancaman kepada mereka hanyalah Allah semata, manusia tidak. (Syekh Mutawalli, Tafsir Asy-Sya’rawi, juz I, halaman 1212).
Demikian penjelasan Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi perihal surat Ali ‘Imran ayat 128. Dengan mengetahuinya, semoga menjadi salah satu pengingat bagi para pendakwah khususnya, dan semua umat Islam umumnya, bahwa tugas manusia hanyalah berdakwah menyebarkan ajaran Islam. Urusan menerima dan tidak, semuanya merupakan hidayah yang menjadi hak preogratif Allah swt. Wallahu A’lam bisshawab.