Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Zubdat al-Asrâr: Kitab Tasawuf Syaikh Yusuf Makassar untuk Sultan Ageng Tirtayasa

Avatar photo
36
×

Zubdat al-Asrâr: Kitab Tasawuf Syaikh Yusuf Makassar untuk Sultan Ageng Tirtayasa

Share this article

“Zubdat al-Asrâr” merupakan kitab yang ditulis
Syaikh Yusuf Makassar untuk Sultan Banten Ageng Tirtayasa tahun 1087 H/1676 M.

Di antara tokoh penting sejarah peradaban Islam di
Nusantara pada kurun masa abad ke-17 M adalah Syaikh Abû al-Mahâsin Yûsuf
al-Tâj al-Khalwatî al-Maqâsharî al-Jâwî, atau yang dikenal dengan nama Syaikh
Yusuf Makassar (1626-1699).

Syaikh Yusuf Makassar memiliki pengalaman didaktis
dan karir keulamaan yang kosmopolit. Ia lahir di Makassar pada 1626; menuntut
ilmu di Gowa, Banten dan Aceh; melanjutkan pengembaraan intelektualnya di
Yaman, Makkah dan Madinah; lalu pulang dan menjadi mufti di Banten; memimpin
gerakan perlawanan terhadap VOC Belanda hingga akhirnya ditangkap dan dipenjara
di Batavia, kemudian diasingkan ke Srilanka, lalu ke Afrika Selatan dan wafat
di tanah pengasingan itu pada tahun 1699.

Prof. Dr. Azyumardi Azra dalam bukunya, “Jaringan
Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad XVII Dan XVIII: Melacak
Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam Di Indonesia”
(Jakarta: Prenada Media
Group, 2013), mengulas biografi, karya, kiprah dan jaringan intelektual Syaikh
Yusuf Makassar dengan sangat terperinci.

Disebutkan jika Syaikh Yusuf Makassar sama-sama
belajar di Madinah bersama Syaikh Abdul Rauf Singkel dari Aceh (w. 1693) kepada
Syaikh Ahmad al-Qusyâsyî (w. 1661) dan Syaikh Ibrâhîm al-Kûrânî (w. 1690), dua
orang ulama sentral dunia Islam yang berkedudukan di Madinah. Baik Syaikh Yusuf
Makassar atau pun Syaikh Abdul Rauf Singkel, keduanya adalah tokoh sentral yang
memiliki pengaruh sangat besar dan juga peran yang sangat menentukan dalam
perjalanan sejarah pemikiran Islam di Nusantara pada kurun masa abad ke-17 M.

Setelah menempuh masa pengembaraan intelektual
selama beberapa belas tahun di Timur Tengah, Syaikh Yusuf Makassar kemudian
menetap di Kesultanan Banten dan diangkat menjadi mufti kesultanan tersebut.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1669. Ia juga menikah dengan putri sahabatnya
yang menjadi penguasa Banten saat itu, yaitu Sultan Abû al-Fath atau yang
dikenal dengan gelarnya “Sultan Ageng Tirtayasa” (m. 1651-1683). Karena itu
pula, Syaikh Yusuf Makassar memiliki sedikit banyak pengaruh dalam arus
perjalanan sejarah peradaban Islam di Tatar Sunda.

Di Banten, Syaikh Yusuf mendapatkan dua legitimasi
kekuasaan sekaligus: politik dan agama. Secara politis, Syaikh Yusuf adalah
menantu dari penguasa tertinggi Banten saat itu. Sementara secara agama, ia
juga menjabat sebagai mufti, yaitu pucuk tertinggi jabatan keagamaan di sebuah
negara Muslim. Di masa yang bersamaan, sahabatnya yang berasal dari Aceh, yaitu
Syaikh Abdul Rauf Singkel, juga menjabat sebagai mufti Kesultanan Aceh Darus
Salam.

Ketika berada di Banten, Syaikh Yusuf tercatat
melahirkan beberapa karya intelektual. Di antara karya tersebut adalah kitab
berjudul “Zubdat al-Asrâr Tahqîq Ba’dh Masyârib al-Akhyâr”, yang berarti
“Intisari Segala Rahasia dalam Mengungkap Sebahagian Sumber Minuman Para
Terpilih”.
Karya tersebut berisi kajian dalam bidang ilmu tasawuf tingkat
menengah.

Saat ini, terdapat setidaknya empat buah manuskrip
salinan kitab “Zubdat al-Asrâr” ini. Tiga di antaranya tersimpan sebagai
koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dan satu lagi tersimpan
sebagai koleksi Perpustakaan Universitas Leiden (Belanda). Prof. Dr. Nabilah
Lubis telah menjadikan manuskrip-manuskrip salinan tersebut sebagai bahan
kajian disertasinya yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul “Menyingkap
Intisari Segala Rahasia karangan Syekh Yusuf Al-Taj Al-Makasari”
(Bandung:
Mizan, 1996).

* * *

Salah satu naskah salinan “Zubdat al-Asrâr”
koleksi Perpusnas RI Jakarta adalah naskah bernomor kode A 45. Dalam naskah
bernomor kode itu, teks “Zubdat al-Asrâr” terhimpun bersama sebuah teks
lain yang berjudul “Tuhfah al-Thâlib”. Pada naskah tersebut, teks “Zubdat
al-Asrâr”
bermula dari halaman 153.

Identitas Syaikh Yusuf Makassar sebagai pengarang
kitab “Zubdat al-Asrâr” termaktub dalam muqaddimah karya tersebut.
Tertulis di sana:

وبعد
فيقول العبد المذنب الفقير الراجي عفو ربه الكبير الحاج يوسف التاج المكنى من جانب
شيخه بأبي المحاسن غفر الله له جميع ذنوبه الظواهر والبواطن آمين

(Wa ba’da. Maka berkatalah seorang hamba yang
penuh dosa, seorang fakir yang mengharap ampunan Rabbnya yang Maha Besar, Haji
Yusuf al-Tâj, yang dijuluki oleh gurunya dengan julukan “Abû al-Mahâsin”,
semoga Allah mengampuninya serta semua dosa-dosanya baik yang tampak atau pun
yang tersembunyi. Amin)

Adapun penamaan karya tersebut dengan judul “Zubdat
al-Asrâr fî Tahqîq Ba’dh Masyârib al-Akhyâr”
tertulis setelah mukaddimah di
atas. Tertulis di sana:

هذه
رسالة ظريفة ونبذة لطيفة سميتها بزبدة الأسرار في تحقيق بعض مشارب الأخيار. نرجو
من الله تعالى أن تكون نافعة لأهل السلوك الى ملك الملوك إن شاء الله تعالى

(Ini adalah sebuah risalah yang ringkas, ulasan
yang lembut, yang aku menamakannya dengan “Zubdat al-Asrâr fî Tahqîq Ba’dh
Masyârib al-Akhyâr”
[Intisari Segala Rahasia dalam Mengungkap Sebahagian
Sumber Minuman Para Terpilih].
Aku mengharap kepada Allah Ta’ala agar
risalah ini dapat bermanfaat bagi para ahli salik, yaitu mereka yang sedang
menempuh jalan menuju hadirat Allah sang Raja Diraja. Insya Allah)

Syaikh Yusuf Makassar juga menjelaskan jika
penulisan karya “Zubdat al-Asrâr” ini dilakukan atas prakarsa penguasa
Banten pada masa itu, yaitu Sultan Abû al-Fath atau yang bergelar Sultan Ageng
Tirtayasa. Sang Sultan disebut dengan banyak “gelar” yang disematkan oleh
Syaikh Yusuf yang menunjukkan keluhuran posisinya dalam aspek politik, hukum,
sosial, spiritual dan juga ilmu pengetahuan. Tertulis di sana:

قال
كاتب الأحرف رزقه الله كمال التوفيق وجعله إن شاء الله تعالى (…) من كتابة هذه
الرسالة المباركة متبركا برسم مولانا السلطان بن السلطان بن السلطان أعني بذلك
حضرة الملك الأعظم والسلطان الأقدم صاحب العدالة التامة والأحكام العامة والهمة
العالية وناشر الالوية المحمدية كهف العلماء والمساكين وقبلة الفقراء والصالحين
معين الضعفاء والمحتاجين وجابر قلوب الغرباء من المتكسرين المتمسك بظاهر الشريعة
وباطن الحقيقة والسالك على أهل المعرفة والطريقة مولانا السلطان أبا الفتح ابن
السلطان أبي المعالي ابن السلطان أبي المفاخر صاحب بنتن المحروس. كمل الله سعادته
وجمل سيادته ويحفظه في الدنيا والآخرة ويختم لنا وله بحسن الختام ببركة نبيه محمد
سيد الأنام عليه الصلاة والسلام

(Berkata penyusun risalah ini, semoga Allah
memberinya rezeki kesempurnaan taufiq dan menjadikannya Insya Allah […] telah
selesai dari menyusun risalah yang diberkahi ini, sebagai bentuk tabarruk pada
perintah Tuan kami, seorang sultan, anak dari sultan, cucu dari sultan, aku
maksudkan sosok tersebut adalah paduka raja yang agung, duli sultan yang luhur,
seorang pemilik keadilan yang sempurna, hukum yang menyeluruh, cita-cita yang
tinggi, penyebar panji Muhammad, tempat bernaung para ulama dan kaum papa,
kiblat para fakir dan orang-orang salih, penolong kaum lemah dan yang
memerlukan, penghibur orang-orang terasing yang hatinya pecah berkeping,
seorang yang berpegang teguh kepada zahir syariat dan juga batin hakikat, yang
menempuh jalan para ahli makrifat dan tarekat, yaitu tuan kami Sultan Abû
al-Fath, putra Sultan Abû al-Ma’âlî, cucu Sultan Abû al-Mafâkhir, sang penguasa
negeri Banten yang senantiasa dijaga. Semoga Allah menyempurnakan
kebahagiaannya, menghiasi kekuasaannya, menjaganya di dunia dan akhirat,
memberinya dan kita semua husnul khotimah, dengan berkah Nabi Muhammad, sang
gusti seluruh makhluk. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah untuknya)

Dalam kolofon, disebutkan jika karya tersebut
diselesaikan pada akhir bulan Syawal tahun 1087 Hijri (bertepatan dengan
Desember 1676 Masehi). Tertulis di sana:

وذلك
في أواخر شهر الشوال المبارك من سنة سبع وثمانين بعد الألف من الهجرة النبوية على
صاحبها أفضل الصلاة وأتم التسليم وعلى آله وصحبه أولى الفضل والتعليم

(Selesai pada akhir bulan Syawwal yang diberkahi,
pada tahun seribu delapan puluh tujuh Hijriah. Semoga shalawat terbaik dan
salam tersempurna senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, juga keluarga dan
sahabat-sahabatnya yang menjadi ahli pemilik keutamaan dan juga ilmu
pengetahuan)

Wallahu A’lam

Sukabumi, 31 Juli 2021
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban

Kontributor

  • A. Ginanjar Syaban

    Nama lengkapnya Dr. Ahmad Ginanjar Sya'ban, MA. Filolog Muda NU ini adalah pakar naskah Islam Nusantara. Sehari-hari menjadi dosen di UNU Jakarta, dan aktif menulis juga menerjemah buku-buku berbahasa Arab.