Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Sesama Muslim Jangan Larut Mendebatkan Ucapan Selamat Natal

Avatar photo
42
×

Sesama Muslim Jangan Larut Mendebatkan Ucapan Selamat Natal

Share this article

Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw adalah agama rahmatan lil alamin.  Artinya Islam adalah agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta. Hal tersebut merupakan nash dari al-Qur’an, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiya’ [21]:107)

Untuk mewujudkan Islam sebagai rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam,  umat Islam harus berbuat baik kepada siapa saja tanpa terkecuali. Karena tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad membawa agama Islam bukan untuk membinasakan orang-orang non-muslim, melainkan untuk mensejahterahkan serta menciptakan perdamaian di alam  semesta ini. (Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-Adzhim, h. 182).

Mengingat bulan ini adalah  akhir tahun,  tak jarang umat muslim memperdebatkan ucapan selamat natal yang ditujukan kepada kaum Kristiani. Dalam hal ini sebagian kelompok ada yang memperbolehkan, sebagian lagi bersikukuh melarangnya. Alih-alih, polemik yang selalu ada di akhir tahun ini juga berdampak pada psikologis orang awam. Sehingga dalam pandangan mereka mengucapkan selamat natal adalah salah satu tindakan yang berlebih-lebihan dalam agama lagi menakutkan yang berujung murtad (keluar Islam).

Pro Kontra Ucapan Selamat Natal

Jika menilik pada pada literatur klasik,  secara umum pendapat yang tidak memperbolehkan ucapan selamat natal merujuk kepada pernyataa Ibnu al-Qayyim.

Dia menyatakan bahwa ketidakbolehan mengucapkan selamat natal merupakan kesepakatan para ulama.

Jika kita kritisi kembali, jauh sebelum itu Imam Ahmad bin Hanbal telah memperbolehkannya, dan inilah yang justru dijadikan asas di kalangan ulama’ mazhab Hanbali terkait kebolehan mengucapkan selamat natal.

Alasan lain bagi mereka yang mendebatkan ucapan selamat natal adalah bahwa mengucapkan “selamat natal” kepada kaum Kristiani, seperti  halnya mengakui konsep trinitas yang diyakini umat Kristen, yakni : Nabi Isa sebagai anak Tuhan, Nabi Isa lahir tanggal 25 desember dan yang terakhir Nabi Isa matinya disalib. Demikian ujar para dai era kekinian, seperti Ustadz Abdul Somad, dkk.

 Menurut Habib ali al-Jufri, keterangan di atas sangat tidak ideal jika diterapkan di era kekinian. Dia memandang bahwa pernyataan Ibnu al-Qayyim di atas tentang ijmak para ulama atas haramnya mengucapkan selamat di hari-hari besar non-muslim telah gugur dan tidak dapat diterima begitu saja. Alasannya, karena dalam hal ini tidak ada nash yang sharih yang menjelaskan hal tersebut. (Ali al-Jufri. al-Insaniyyah Qobla al-Tadayun, h.278).

Sehubungan dengan hal ini sebenarnya al-Qur’an telah mengisyaratkan  bahwa berbuat baik kepada non-muslim sama sekali tidak dilarang oleh agama. Secara umum landasan diperbolehkannya berbuat baik kepada non-muslim telah termaktub dalam Surat Mumtahanah (60) ayat 8 yang berbunyi:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

Baca juga: Bagaimana Mencegah Diri Menjadi Teroris

Ayat di atas di tafsiri oleh Imam Thabari bahwa melakukan perbuatan baik, berlaku adil, menyambung tali persaudaraan dan semacamnya tidak dilarang oleh agama. Entah itu golongan non-muslim yang masih ada hubungan kerabat maupun tidak, semuanya sama saja, yakni diperbolehkan. Tidak berhenti di sini,  dalam ayat yang lain Allah Swt. juga menegaskan lewat perkataan Nabi Isa :

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

“Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan kembali.” (QS. Maryam [19]:33)

Menurut  hemat Habib Ali al-Jufri, ayat di atas mengisyaratkan bahwa hari natal adalah simbol perdamaian. Artinya hari tersebut adalah hari turut bersuka cita pada peristiwa yang penuh rahmat, terlepas dari kapan tanggal kejadian dan apa pun perbedaan pendapat yang ada antara Kristen Ortodoks, Katolik, Prostetan dan agama lainnya. Yang menjadi titik tekan bukanlah soal tanggal kejadian melainkan apa yang dilambangkan oleh hari itu.  Dalam hal ini Nabi Muhammad Saw., juga memberikan isyarat:

البر حسن الخلق

“Kebaikan adalah ahlak yang baik.” (HR. Al-Hakim).

Jadi,  berbuat baik seperti toleransi kepada non-muslim baik itu berupa mengucapkan selamat natal di hari raya mereka maupun semacamnya merupakan kebaikan bagi umat Islam. Dan bagi  umat Islam yang menjadi umat mayoritas di Indonesia idealnya ketika menjelang hari natal tidak mengucilkan kaum Kristiani dengan bersikap intoleran kepada mereka. Jika umat Islam sampai melakukan itu, maka mereka sudah menyalahi sabda Nabi Saw  :

بَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا

“Permudahlah dan jangan persulit. Berilah kabar gembira dan janganlah kamu membuat mereka lari.” (HR. al-Bukhari)

Hukum Mengucapkan Selamat Natal

Sebagaimana uraian di atas,  dapat disimpulkan  bahwa mengucapkan selamat natal bagi kaum Kristiani, dengan tujuan menjaga hubungan baik kepada non-muslim merupakan anjuran Islam.

Dalam pandangan Habib Ali al-Jufri, mengucapkan selamat pada hari natal bisa diakomodir sebagai rasa gembira atas lahirnya Nabi Isa as, artinya boleh-boleh saja.

Adapun bagi orang yang tidak berkeinginan mengucapkan ucapan selamat natal kepada tetangganya yang non-muslim, ia punya hak atas sikapnya tersebut.

Akan tetapi jika ia memprovokasi orang lain untuk tidak mengucapkan selamat atau bahkan ‘menyerang’ para ulama besar yang memperbolehkannya seperti Grand Syaikh al-Azhar, Mufti Darul Ifta Mesir baik yang dulu atau sekarang, Imam Abdullah bin Bayyah, dan ulama-ulama lain, maka perbuatan tersebut sangat melewati batas dan tidak dapat diterima. (Ali al-Jufri, al-Insaniyyah Qobla Tadayun, h.280)

Kontributor

  • Dicky Adi Setiawan

    Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir di Kampus Al-Fitrah Surabaya. Meminati kajian khazanah keislaman berbasis turats klasik dan kontemporer. IG @Ahmad_Alwi99