Maroko selain dikenal dengan negeri seribu benteng, ia juga negeri seribu wali. Setiap sudut kotanya adalah zawiyah para sufi. Setiap jengkalnya adalah pijakan para ulama dan orang orang suci. Bumi para pendiri thariqah mu’tabarah yang ajarannya tetap harum hingga masa kini. Dan Imam Asy-Syadzili adalah satu di antara mereka selaku pewaris para nabi.
Pada awal perjalanan mencari guru spiritual, Abu al-Hasan Syadzili yang memiliki nama Ali bin Abdillah bin Abdi Jabbar, pendiri thariqah Sadziliyah yang masyhur itu, berguru dan bertabarruk kepada seorang wali besar kota Fes, Syekh Muhammad Harazim putra Sidi Ali bin Harazim, murid Sidi Ahmad Tijani pendiri thariqah Tijaniyah.
Perjalanan pencarian ini hingga mengantarkan beliau jauh sampai ke negeri Irak. Di sana Asy-Syadzili bertemu dengan Waliyullah Abil Fath al Wasithi. Al Wasithi pun menanyakan gerangan apa yang mengantarkan beliau hingga jauh ke tanah bekas pusat daulah Sasaniyah itu.
“Saya mencari wali Qutub,” jawab Asy-Syadzili dengan jelas.
“Engkau mencari wali qutub jauh-jauh ke sini padahal Ia justru ada di negerimu sendiri,” tegas al-Wasithi.
“Pulanglah, engkau akan temukan ia di sana.” lanjutnya.
Kemudian pulanglah Asy-Syadzili ke negeri Maghrib sehingga dipertemukan dengan wali agung Syekh Abdussalam bin Masyisy di sebuah puncak gunung di Maroko bagian utara yang dikenal dengan sebutan Jabal Alam. Sebuah tempat sunyi nan khusuk, tempat menyepi dan munajat beliau yang kelak menjadi tempat peristirahatan terakhir beliau pula.
Baca juga: Berkunjung ke Zawiyah Tertua di Maroko, Surganya Manuskrip Langka
Dari sini Imam Asy-Syadzili benar-benar menemukan seorang mursyid sebagai penunjuk dalam perjalanan spiritualnya. Seorang guru spiritual dan murabbi yang kelak mengantarkannya hingga menjadi waliyullah agung dan pendiri thariqah masyhur. Kisah beliau banyak dituliskan oleh Syekh Ibnu Athaillah As-Sakandari dalam kitabnya Lathaif al-Minan.
Abdussalam bin Masyisy adalah seorang wali qutub yang memilih menghindar dari hingar bingar keduniawian. Beliau menjauh dari segala kepopuleran dan hanya ingin bersama Tuhan, menyendiri dan senantiasa bermunajat kepada-Nya.
Wasiat dan wejangannya banyak direkam oleh sang murid Imam Asy-Syadzili. Tentang menentukan langkah dan berkawan beliau berpesan:
“Jangan langkahkan kakimu terkecuali untuk mengharap pahala dari Allah swt. Jangan duduk terkecuali aman dari bermaksiat kepada-Nya. Jangan berkawan kecuali dengan ia yang akan membantumu taat kepada Allah.”
Wejang beliau pula:
“Jangan berkawan dengan orang yang mementingkan dirinya sendiri, karena itu perilaku hina. Jangan pula berkawan dengan ia yang lebih mementingkan dirimu daripada dirinya, karena itu tak akan bertahan lama. Berkawanlah dengan ia yang jika disebut namanya, disebut pula nama Allah.”
“Dua perkara yang membuat banyaknya kebaikan tak ada artinya: membenci ketetapan Allah swt. dan berbuat zalim kepada hamba-Nya. Dua hal pula yang menjadikan banyaknya keburukan akan mudah terhapus: ridha dengan qadha Allah dan suka memaafkan orang lain.”
Syekh Abdussalam bin Masyisy adalah mutiara yang tersimpan dari tanah Maghrib Aqsha. Ia memilih menjauh untuk tidak dikenal manusia. Hampir saja kita pun tak bisa melihat percik cahayanya, andai sang murid Asy-Syadzili tak menjumpa dan mewarisinya.
Baca juga: Mengenal Angka Arab Timur dan Angka Arab Barat
Demikian kehendak Rabb Yang Maha Kuasa hingga Imam Asy-Syadzili menjadi penerus cahayanya. Menjadi wali besar yang ilmu dan kemasyhurannya memanuhi alam raya. Dengan jalannya ia tuntun seorang murid dan pewarisnya kelak, Syekh Abu al-Abbas al Mursi. Pun hingga menjadi seorang wali besar di samping banyak murid- muridnya yang lain seperti Syekh Makinuddin Al Asmar, Sulthanul Ulama ‘Izzuddin bin Abdissalam dan lainnya sehingga ilmu, amalan dan ajarannya sampai kepada kita semua.
Hizib Bahr adalah salah satunya. Yakni sebuah hizib yang diawali dengan nida:
يا الله يا علي يا عظيم يا حليم يا عليم
Juga Hizib Nashar. Yang dibuka dengan doa,
اللهم بسطوة جبروت قهرك….. الخ
Demikian juga Hizib Bar yang dimulai dengan surat al An’am ayat 54.
Sekian khasiat dan keistimewaan baik ruhani maupun materi ada di dalamnya. Hingga saat ini ia menjadi amalan para ulama dan sufi terlebih para pengikut thariqah Syadziliyah di seluruh penjuru negeri.
Semoga ‘asrar’ mereka senantiasa menyertai kita. Keberkahan dan uswahnya menuntun kita di jalan Sayyidil Musthafa Muhammad sallallahu ‘alaih wasallam.