Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Biografi Imam Mutawali; Muara sanad Qira’at di Mesir (Bagian 1)

Avatar photo
25
×

Biografi Imam Mutawali; Muara sanad Qira’at di Mesir (Bagian 1)

Share this article

Jika ada semboyan mengatakan bahwa Al-Azhar adalah sumber ilmu keislaman, maka bisa jadi semboyan itu benar atau mendekati benar. Sebab dari rahim Al-Azhar lahir para intelektual dan pakar beragam jenis ilmu keislaman yang tak terhitung jumlahnya. Salah satunya adalah Imam Mutawali.

Nama lengkap Imam Mutawali adalah Muhammad bin Ahmad bin al-Hasan bin Sulaiman al-Mutawali. (bedakan dengan Syaikh Muhammad Mutawali al-Sya’rawi, 1911-1998 M). Beliau adalah seorang pakar dalam bidang ilmu Al-Qur’an khususnya dalam bidang ilmu qira’at dan rasm Al-Qur’an, bermadzhab Syafi’i. Lahir di kota Khuth al-Darb al-Ahmar, Kairo pada tahun 1248 H-1832 M.

Dalam satu riwayat dikatakan bahwa beliau tidak memiliki penglihatan yang normal (Makfuf al-Bashar). Riwayat yang lain menyebutkan bahwa saat kecil penglihatan beliau normal, namun setelah menua mata beliau “kafif” sebab penyakit yang dideritanya.

Kepribadian dan Akhlak

Secara fisik, Syaikh al-Mutawali memang memiliki kekurangan; pendek dan bungkuk. Tapi secara kepribadian, beliau adalah sosok yang sangat mulia. Akhlaknya luhur, tutur katanya lembut dan lentur serta tak pernah memamerkan kehebatan dan jabatan agar masyhur.

Suatu ketika saat menjabat sebagai Syaikh ‘Umum al-Maqari’ Mesir, beliau datang ke masjid al-Ahmadi di Thanta. Ketika sampai di masjid, beliau duduk bersama para qari’ untuk mengaji bersama mereka. Pengajian seperti ini disebut maqra’ah, yaitu membaca secara bergiliran.

Ketika sampai pada gilirannya, beliau melanjutkan bacaan qari’ sebelumnya. Saat itu, ada sebagian hadirin yang menegur dan membetulkan bacaan yang dianggap salah. Adapun Sang Syaikh yang mulia, menerima teguran tersebut dengan lapang dada tanpa pembelaan. Kemudian salah satu hadirin bertanya: “Anda dari mana?”. “Kairo”, jawabnya.

Si penanya menasehati beliau seraya berkata: “Jika engkau kembali ke Kairo, maka belajarlah kepada Syaikh al-Mutawali”. Dengan wajah ramah disertai senyuman merekah beliau berkata, “owh pasti”.

Diceritakan pula bahwa suatu ketika ada pengemis yang datang ke rumah beliau hendak meminta belas kasih sekaligus ingin mencium tangan Sang Syaikh. Tapi tak disangka, saat memberikan uang justru beliau yang lebih dulu mencium tangan si pengemis. Tak ayal si pengemis terheran-heran sekaligus ta’jub akan ketawadhuan Sang Syaikh yang agung.

Selain itu, beliau juga memiliki hati yang tulus dan ikhlas terutama dalam mengajar. Tak pernah sedikitpun menuntut apapun dari para muridnya. Terdapat cerita yang sangat masyhur di kalangan para qari’ Mesir yang menggambarkan perangai tersebut, salah satunya adalah cerita yang disampaikan oleh muridnya, Abdul Fattah Hunaidi.

Pada saat ayah Syaikh al-Mutawalli wafat, salah satu muridnya yaitu Syaikh Abdul Fattah Hunaidi berhenti belajar karena tidak memiliki uang untuk diberikan kepada Sang Guru ketika dirundung duka.

Berselang beberapa hari kemudian, murid tersebut kembali mengaji dan Syaikh al-Mutawali bertanya: “Kenapa sekian lama kamu tidak pernah hadir di pengajian?”. Murid itu menjawab: “Maafkan saya Syaikh, saya tidak punya uang untuk diberikan kepadamu sebagai Imbalan. Syaikh al-Mutawali berkata: “Kami ini ibaratnya raja, tidak menuntut (upah) tapi juga tidak menolak”.

Meskipun menjabat sebagai Syaikh ‘umum al-Maqari’ Mesir, namun dalam menjalani kehidupan sehari-hari, beliau sangat sederhana dalam berpenampilan dan tidak berkenan memakai pakaian yang bagus dalam keadaan bagaimanapun dan aktifitas apapun.

Kendati demikian, keluarga beliau tetap bersikukuh membelikan baju yang bagus agar bisa dipakai saat menghadiri acara-acara besar. Namun jika beliau tahu bahwa baju yang dikenakan khusus dibelikan untuknya, maka beliau akan menolak dan bahkan marah. Sungguh kesederhanaan yang jarang sekali ada di masa kini.

Perjalanan Ilmiyah Imam Mutawali

Setelah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an, al-Mutawali kecil menempuh pendidikan di Al-Azhar untuk memperdalam ilmu syariah dan bahasa. Di samping itu, beliau memiliki perhatian khusus kepada ilmu yang berkaitan dengan ilmu tajwid dan ilmu qira’at.

Di antaranya matan nadham al-Jazariyah, Tuhfatul Athfal (ilmu tajwid), kitab matan Syathibi dan ad-Durrah al-Mudiah, Tayyibah al-Nasyr fi al-Qira’at al-Asyr (qira’at mutawatirah), kitab al-Nihayah fi al-Qira’at al-Syadzah (qira’at syadzah), kitab Nadzimat al-Zuhr, Aqilat Atraf al-Qahaid (ilmu ilmu rasm wa ad-Dabt dan ilmu al-Fawashil). keseluruhan kitab tersebut dipelajari seraya dihafal.

Di bawah bimbingan seorang guru bermadzhab Maliki dan pengikut thariqah Syadzuliyah, Sayyid Ahmad ad-Dari al-Maliki al-Syadzuli, atau yang lebih dikenal dengan Syaikh at-Tuhami, beliau menyetorkan hafalan seluruh kitab tersebut sekaligus menyetorkan Al-Qur’an dengan sepuluh qira’at mutawatirah hingga syadzah.

Dalam beberapa kitab tarajim al-Qurra’, tidak dijumpai catatan bahwa beliau menyetorkan qira’at Al-Qur’an kepada selain Syaikh al-Tuhami. Namun, dalam catatan sanad yang beredar di kalangan muridnya, dijumpai bahwa Syaikh al-Mutawali belajar dan setoran Al-Qur’an kepada Syaikh Yusuf al-Baramuni.

Kecakapan al-Mutawali dalam bidang qira’at telah mengungguli teman-temannya yang juga belajar kepada Syaikh al-Tuhami, seperti Makki Nashr dan al-Jarisi atau al-Juraisi al-Kabir (keduanya merupakan ulama besar pada saat itu). Justru mereka belajar kepada al-Mutawali karena kedalaman ilmunya.

Selain itu, terdapat juga ulama lain yang sangat masyhur pada masa itu seperti Muhammad al-Banna dan Ridwan al-Mukhallalati yang belajar kepada Imam Mutawali. Seorang alim tidak akan datang menimba ilmu kepada orang alim yang lain kecuali jika dia memiliki keilmuan dan kecakapan yang mengunggulinya.

(bersambung)

Kontributor

  • Rozi Nawafi

    Ahli ilmu qira'at Al-Qur'an Asyrah al-mutawatirah bersanad sampai kepada Nabi. Wakil koordinator pendidikan dan pengajian di Pesantren Darussalam Keputih Surabaya dan pengisi acara Kiswah Tv 9 Nusantara NU Jatim. Penulis buku “Mengarungi Samudra Kemuliaan 10 Imam Qira’at.”