Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Buku

Safinatun Najah, kitab dasar fikih yang ditulis tiga ulama

Avatar photo
83
×

Safinatun Najah, kitab dasar fikih yang ditulis tiga ulama

Share this article

Tradisi keilmuan Islam di setiap masanya dapat dilihat dari banyaknya karya-karya intelektual dimasa tersebut. Yang demikian juga mengindikasikan minat baca dan pembahasan keilmuan yang hidup di masa tersebut.

Sejak masa Nabi Muhammad hingga saat ini tradisi keilmuan Islam telah banyak melahirkan buku-buku dan kitab-kitab yang menjadikan Islam kaya akan ilmu pengetahuan di berbagai lini. Kaitanya dengan kepenulisan kitab oleh para intelektual muslim ada hal unik yang patut dilirik yaitu tentang satu karya yang dilanjutkan kepenulisanya oleh intelektual lainya.

Salah satunya yang terkenal adalah Tafsir al-Jalalain. Kitab tafsir ini ditulis oleh dua ulama yang berbeda. Pertama kali ditulis oleh imam Jalaluddin al-Mahalli. Beliau menulis tafsir surat al-Kahfi sampai surat An-nas kemudian menulis tafsir surat al-Fatihah. Belum menyelesaikan tafsir surat al-Baqaroh sampai surat al-Isra’, Imam Jalaluddin al-Mahalli wafat pada tahun 864 H. Kitab yang belum rampung ini selanjutnya dilengkapi dan dirampungkan oleh Imam Jalaluddin as-Suyuhti yaitu dari surat al-Baqoroh sampi surat al-Isra’. Oleh karenanya kitab ini familiar dengan nama tafsir jalalain karena dituliskan oleh dua Jalal.

Sama seperti kitab Tafsir Jalalain, kitab matan fikih ibadah atau fikih dasar berjudul Safinatun Najah juga ditulis oleh tiga ulama berbeda.

Kitab ini begitu banyak tersebar dan dipelajari di banyak pesantren di Indonesia sebagai awal atau dasar belajar fikih ibadah. Awal kali ditulis oleh seorang alim Syekh Salim bin Sumair al-Hadhrami. Seorang alim dari Hadhramaut yang wafat di Jakarta. Beliau menulis kitab ini dari fasal awal tentang rukun agama, fasal-fasal bersesuci, sholat sampai fasal-fasal zakat.

Kemudian bab puasa yang terdiri dari 8 fasal ditulis oleh alim Indonesia yaitu Syekh Nawawi al-Bantani. Seorang alim dari Banten yang namanya disebut-sebut seantero jagat karena karya dan keilmuanya. Selain melanjutkan bab puasa syekh Nawawi juga memberi syarah Safinatun Najah ini dalam karnya yang berjudul Kasyifah as-Saja.

Selanjutnya Bab haji terdiri dari 13 fasal ditulis oleh Syekh Muhammad bin Ali Ba’atiyah seorang alim dari Daouan Hadhramaut. Selain melanjutkan bab Haji beliau juga memberi syarah Safinah an-Najah dalam kitab yang berjudul Ghoyatul Muna. Dengan demikian menjadi lengkap kitab Safinatun Najah dalam fikih Ibadah dari dari bab taharoh sampai bab haji. Ditulis oleh Syekh Salim bin Sumair, syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Muhammad ba’atiyah. Nama terakhir hari ini masih tecatat sebagai seorang rektor di Universitas Imam Syafi’i Hadhramaut Yaman.

Berbeda dengan Tafsir jalalalin yang beratus-ratus halaman, Safinatun Najah adalah kitab matan atau dasar tapi ternyata ditulis oleh tiga ulama berbeda lintas generasi. Namun demikian para ulama memberi perhatian lebih pada kitab ini terbukti dari banyaknya syarah kitab yang ditulis  dan banyak juga yang menadzomkanya. Pada akhirnya kitab ini sangat direkomendasikan untuk gerbang awal belajar Fikih Ibadah dalam madzhab Syafi’i.

Kontributor

  • Choirul Anam Muhammad

    Alumni Imam Syafi’i College Mukalla-Yaman, mahasiswa aktif pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Twitter : anamchoirul_9