Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Buku

Kitab Medsos, Panduan Apik Menstrategikan Dakwah di Media

Avatar photo
28
×

Kitab Medsos, Panduan Apik Menstrategikan Dakwah di Media

Share this article

Baik di zaman tradisional maupun di era digital, literasi tidak pernah berubah. Hanya saja informasi yang marak di era sekarang adalah pengaksesan informasi yang semakin deras dan cepat. Lain halnya literasi tradisonal, literasi digital berkemampuan untuk memahami informasi dengan mudah diakses melalui piranti teknologi  informasi secara berjejaring.

Memang sangat memberi keuntungan bagi setiap orang akan kemudahan yang ada. Namun kemudahan pengaksesan informasi tak sedikit pula yang  membuat publik kehilangan kontrol antara kebenaran dan ketidak benaran. Banjir informasi tak terkendalikan. Masyarakat bias antara berita hoax dengan berita yang  dapat diyakini kebenarannya. Berita hoax yang tak diklarifikasi terlebih dahulu menimbulkan kesalahan persepsi dalam kehidupan masyarakat luas.

Melihat hal ini, AISNU menginisiasi para santri untuk mau ikut andil dalam penyebaran konten maupun pemberitaan dengan lebih bijaksana. Mengingat segmentasi muslim yang diakses untuk mencari referensi keagamaan oleh warganet Indonesia sangatlah banyak. Kekhawatiran mengenai ketidaksahihan sumber sebagai isi konten yang diinformasikan menjadi alasan agar lebih teliti lagi mengankses informasi dari sebuah media digital. Santri memiliki peran besar untuk bisa menandinginya dengan konten yang bisa dipercaya kebenarannya.

AISNU dan Ikhtiar Strategi Dakwah Media

Sebenarnya para santri di era dewasa ini sudah memiliki kemauan yang tinggi untuk mengkondisionalkan keadaannya untuk dapat beradaptasi dengan zaman. Terbukti semakin banyaknya pesantren yang meramaikan jagad media sosial dengan konten-konten keilmuan maupun cerita-cerita di balik dinding pesantren. Para admin di berbagai portal menahkodai sosial media guna untuk mengembangkan perannya di era revolusi 4.0. Pesantren.

Digitalisasai pesantren dan pengembangan kapasitas santri di bidang teknologi informasi dan komunikasi mulai merebak. Komunitas AISNU(Arus Informasi Santri Nusantara) mencoba mewadahi para admin-admin pesantren tersebut. Perkumpulan para pegiat media digital santri itu diresmikan di Yogyakarta pada tanggal 16 Oktober 2016. Dan diakui oleh  Ahmad Qomaruddin selaku admin instagram @galerisantri dibantu oleh Yusuf Haryono selaku admin instagram @komplek_el –salah satu komplek di ponpes Krapyak, Yogyakarta sebagai pelopornya.

Puncak dari wadah “digital media networking” ini adalah  pengesahannya sebagai perkumpulan komunitas yang legal di mata hukum negara oleh KEMENHUMKAM.

Melihat perkembangan ilmu pengetahuan sekaligus teknologi secara bersamaan adalah keharusan untuk mendalami literasi yang tidak hanya secara tekstual belaka. Santri yang melek digital sangat membantu seseorang agar dapat menyaring segala informasi yang didapat dengan baik dan kritis.

Santri dalam hal ini bukan hanya mereka yang berafiliasi di pesantren. Banyak yang sudah membuat pernyataan bahwa santri juga mereka yang mau memberi andil baik kepada umat. Seperti dawuh Gus Mus yang menyatakan bahwa santri adalah alladzina yandhurunal ummah bi aynirrahmah, yakni mereka yang memerhatikan umat dengan pandangan ramah, kasih sayang.

Hal ini menuntut santri untuk bisa bermedia secara baik dengan konten-konten maupun narasinya yang rahmatan lil ‘alamin. Demikian halnya AISNU yang bersikukuh untuk menggawangi aktivitas media dengan santuhan khas santri dan Islam damai (rahmatan lil ‘alamin). Tidak membatasi ruang gerak di Instagram saja. Beberapa platform lain juga digawanginya, seperti website, Facebook, Twitter, Youtube, Whattsapp dan media sosial lainnya dan instant messenger yeng sedang berkembang disaat ini.        

Melalui Kitab Medsos yang disusun oleh Tim AISNU, diharapkan dapat menjadi rujukan para santri untuk mengembangkan kapasitasnya di bidang teknologi digital. Secara prinsipal pegiat media senggaknya harus berusaha kritis terhadap sajian-sajian berita dari media lain yang provokatif. Tidak asal ngonten dan bebas memuat apapun.

Buku “Kitab Medsos” ini terdapat kiat-kiat seseorang untuk menjadi kreator konten yang memproduksi konten atau pemberitaan yang baik, informatif juga edukatif. Seperti halnya bagaimana konsistensi konten keislaman yang diproduksi untuk kebutuhan masyarakat urban. Ada peluang besar yang bisa dilakukan santri untuk dapat menyajikan konten khas santri ke mereka. Sehingga keberadaan pesantren tak hanya dikenal sebagai lembaga yang konservatif dan eksklusif.

Santri secara keilmuan memiliki dasar ilmu agama dari pesantren yang kesahihannya tak dapat diragukan. Membuat mereka relevan untuk menjadi corong media yang bisa dipercaya validitasnya. Namun terdapat pula hambatan yang memperlambat pergerakan —walaupun hambatan ini tak terlalu besar, kadang kita lupa dengan tren kebutuhan masyarakat urban.

Untuk itu, mengetahui apa yang disukai khalayak tak kalah pentingnya. Terlebih dahulu kita cek ombak  dengan melaui riset agar konten bermuatan positif dapat tersampaikan secara viral. 

Tak hanya kiat-kiat melakukan transformasi digital sebagai alat untuk menyampaikan ilmu pengetahuan secara tepat dan cepat kepada santri di pesantren untuk belajar. Kitab Medsos juga membincang bagaimana mengelola tim agar tetap semangat membuat konten. Hal yang paling memperkuat komiten dari tim adalah salah satunya dengan menjaga intensitas komunikasi dan koordinasi dalam tim. 

Walau tak semua santri mau mengenal literasi digital secara serius dan mendalam, tak mengharuskan kita untuk memaksakan mereka. Karena semua memiliki keahlian bidangnya masing-masing. Paling tidak, kemampuan melek literasi digital sudah dikuasai di era teknologi ini. Masalah seseorang akan ahli itu adalah pilihan setiap orang. 

Buku dengan judul lengkap “KITAB MEDSOS: Rujukan Bagi Santri Untuk Menjadi Kreator Konten jilid 1,” mencerahkan para kreator konten  untuk berkemampuan memproduksi konten yang bermanfaat. Juga ikhtiar AISNU untuk para santri supaya menjadi konten kreator yang viral tanpa kontroversial. 

Buku ini launching di awal pergantian tahun ini. Dan sudah seribu eksemplar tersebar meluas ke penjuru negeri ini secara gratis.

Kontributor

  • Achmad Dhani

    Asal Grobogan, Jawa Tengah. Alumnus pesantren Al-Isti'anah Plangitan Pati. Sekarang menjadi mahasantri Mahad Aly Sa'iidus Shiddiqiyah Jakarta.