Bernama lengkap Ahmad
Masyhur bin Taha bin Ali Al-Haddad, seorang alim yang dilahirkan di tanah
Hadhramaut, tepatnya di kota Qoidun lembah Dau’an pada tahun 1907 M.
Di kota tersebut Habib
Ahmad kecil tumbuh dan belajar dari ulama setempat seperti Habib Abdullah bin Tahir
Al-Haddad, Habib Alwi bin Tahir Al-Haddad, Habib Ahmad bin Muhsin Al-Haddar,
Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas dan juga dari ayahnya sendiri, seorang alim yang pernah tinggal di Indonesia
cukup lama sebelum kembali ke tanah kelahiranya.
Begitu juga Habib Ahmad sendiri, tatkala muda Habib
Ahmad sempat pergi ke tanah Jawa bersama gurunya Habib Alwi bin Tahir pada tahun 1922 M. Di
Jawa Habib Ahmad sempat menimba ilmu pada para ulama jawa kala itu. Di antaranya
Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdor (Bondowoso),
Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Jakarta) dan Habib Abdullah bin Muhsin
al-Attas ( Bogor).
Sejak kecil Habib Ahmad tumbuh sebagai seorang pecinta
ilmu dengan akhlak yang baik. Hal
tersebut kemudian menjadi bekal beliau dalam
berdakwah di tanah Afrika. Ratusan ribu orang memeluk agam Islam di hadapan beliau dalam
perjalanan dakwahnya.
Awal kali Habib Ahmad pergi ke Afrika adalah
pada tahun 1928 M. Habib Ahmad menetap di Zinjibar dan selanjutnya menetap di Mombasa
ibukota Kenya selama 8 tahun. Selama waktu itu pula beliau berkeliling dan berpindah
dari kota ke kota sekitarnya untuk berdakwah di jalan Allah dengan hikmah,
akhlak dan kedamaian.
Jalan dakwah Habib Ahmad Masyhur al-Haddad
adalah dengan ilmu dan akhlak yang
tinggi. Sifat lemah lembut, persaudaraan, saling mencintai antar sesama adalah
ajaran yang selalu beliau contohkan kepada siapa saja.
Selain itu beliau juga mengajarkan bahwa Islam adalah agama fitrah yang
menjunjung tinggi keadilan, kemerdekaan dan kesamaan derajat manusia. Sayyid
Abdul Qodir Ahmad al-Jufri, seorang dai yang tinggal di Uganda, Tanzania dan
Kenya, menjadi saksi sejarah perjalanan dakwah Habib Ahmad Masyhur.
Sayyid Abdul Qodir menjelaskan bahwa yang
membekas dari dakwah Habib Ahmad Masyhur di dalam benak dan pikiran
masyarakat adalah cara dakwah Habib Ahmad yang dipenuhi dengan hikmah. Tidak
hanya mendidik jasad dan akal akan tetapi juga menumbuhkan ruh iman yang bersih
kepada masyarakat setempat.
Beliau juga menyaksikan bagaimana Habib Ahmad
mengajarkan tentang nilai moral akhlak antar sesama dibarengi juga dengan nilai
moral hati dan ruhaniyah sebagaimana yang diajarkan oleh para ahli tasawwuf
berkenaan dengan pembersihan hati atau biasa disebut dengan tazkiyatun nafs.
Hal inilah yang tidak didapatkan oleh
masyarakat Uganda saat itu dari para pendakwah lainnya dari agama-agama yang lain.
Sehingga membuat Habib Ahmad dengan segala yang beliau lakukan memiliki tempat
tersendiri di mata
masyarakat di tempat itu. Dan sudut ini
pula yang mungkin perlu lebih diperhatikan oleh para pendakwah masa kini. Bahwa
berdakwah bukan hanya mengajak raga dan akal seseorang tetapi juga hati
seseorang.
Hal ini persis seperti yang disampaikan Sayyid
Dr. Muhammad bin Alwi al-Maliki tatkala
melepas kewafatan Habib Ahmad Masyhur.
Selain berdakwah dengan ilmu dan akhlak, Habib
Ahmad juga berdakwah dengan hartanya semampu beliau dari apa yang beliau punya.
Dari kota ke kota, memasuki desa dan hutan beliau berjalan berdakwah di jalan Allah. Banyak masjid
beliau dirikan di ibukota Kumbala juga di kota
lainya seperi kota Arua dan Arinaga.
Selain masjid beliau juga mendirikan sekolah
dan perpustakaan di Kampala ibukota Uganda. Di kota Kampala juga
Habib Ahmad menjadikan tempat pusat dakwahnya, yaitu di masjid Nakasiru. Meskipun
demikian pengaruh Habib Ahmad tersebar luas di beberapa wilayah Afrika seperti
Mogadishu (Somalia), Barwah, Lamu (Kenya), Darussalam (Tanzania), Zinjibar (Tanzania) , Pulau
Pemba (Tanzania), Komoro (negara kecil di Afrika) dan banyak tempat lainya.
Jelas bukan tanpa rintangan perjalanan dakwah
habib Ahmad Masyhur. Tapi kejujuran dan keikhlasan beliau adalah kunci selain
siyasah (strategi) dakwah yang beliau lakukan.
Al-‘Allamah Habib
Umar bin Hafidz bercerita dalam pidatonya tentang Habib Ahmad bahwa Habib
Ahmad tidak mengandalkan hanya ilmu, ceramah ataupun harta dalam perjalanan
dakwahnya. Akan tapi satu hal yang beliau miliki dan pegang teguh yaitu sifat
Shidq dengan Allah, sifat jujur, bersungguh-sungguh dan percaya penuh terhadap
Allah Swt.
Selain berdakwah secara lisan dan hal Habib Ahmad
juga berdakawah dengan karya tulis.
Beliau menulis beberapa kitab dan risalah. Di antaranya adalah kitab Miftahul
Jannah dalam bidang akidah, kitab Miskatul Faih fi ahkami as-Soid wa
adz-Dzabaih dalam bidang fikih. Beliau juga menadzomkam kitab Safinatunnajah
didalam mandzumah yang diberi nama As-Subhah
ast-Tsaminah fi Nadzmi as-Safinah yang kemudia nadzom tersebut diberi
syarah oleh murid beliau yaitu Syekh Muhammad Bin Ali Baathiyyah. Murid–murid Habib Ahmad juga
tersebar di beberapa negara Afrika, Jeddah (Saudi Arabia) dan Hadhramaut
(Yaman).
Habib Ahmad wafat di tanah Hijaz, tepatnya di kota
Jeddah pada tahun 1995 Masehi. Beliau dimakamkan di Pemakaman Ma’la Makkah al-Mukarromah,
Saudi Arabia.
Tulisan di atas disarikan dari buku
biografi Habib Ahmad Mashur bin Taha Al-Haddad dan juga dari kalam murid-murid
Habib Ahmad Mashur bin Taha Al-Haddad.