Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Tokoh

Imam Abdurrahman Assegaf, Sang Muqaddam Tsani Pengayom Para Wali

Avatar photo
15
×

Imam Abdurrahman Assegaf, Sang Muqaddam Tsani Pengayom Para Wali

Share this article

Beliau adalah Al-Imam Al-Habib Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Shohib al-Dark bin Alwi al-Ghuyur bin al-Faqih al Muqaddam. Silsilah nasab beliau dan terus sambung hingga Rasulullah SAW.

Al-Imam Abdurrahman Assegaf dilahirkan pada tahun 739 H di kota Tarim, Hadramaut. Beliau adalah orang pertama yang bergelar Assegaf. Julukan Assegaf diambil dari kata as-Saqfu yang berarti atap atau langit. Nama ini disandang beliau karena keunggulan ilmu dan derajatnya. Beliau bak atapnya para auliya dan penaung para shalihin di zamannya.

Selain itu beliau dikenal sebagai Syaikh Wadi al-Ahqaf. Beliau juga dijuluki al-Faqih al-Muqaddam ats-Tsani. Dalam sejarah hidupnya, beliau telah mencapai derajat wali quthub di zamannya. Sejak kecil beliau sudah menimba ilmu dari berbagai ulama besar. Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Khatib adalah salah satu gurunya.

Dari Syaikh Ahmad, beliau menghafal al-Quran, mempelajari ilmu tajwid, serta qiraat. Ada pula Syaikh Muhammad bin Sa’id Ba Syakil, Syaikh Muhanmmad bin Abi Bakar Ba’Abbad dan masih banyak lagi ulama yang menjadi tempat rujukan beliau dalam menuntut ilmu.

Di antara murid Abdurrahman Assegaf adalah Sayyid Muhammad bin Lawi al-Syaibal Ba’Alawi, Abu Bakar Ba’Alawi, Sayyid Muhammad bin Hasan Jamalullail.

Baca juga: Lebih Dekat dengan Habib Abdullah Al-Haddad Pengarang Ratib Termasyhur

Sebagai seorang wali Allah, beliau dikenal sangat kuat dalam beribadah. Beliau juga dikenal sebagai seorang wali yang kuat bermujahadah. Hal ini bisa dilihat dari seringnya beliau berkhlawat di gua yang ada di Bukit Nu’air. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh kakek beliau, Imam al-Faqih al-Muqaddam.

Para waliyullah dan orang-orang saleh sangat mengagungkan Imam Assegaf. Mereka memandang beliau sebagai pemegang kewalian terbesar. Di hadapan beliau mereka merendahkan hati dan mengakui keistimewaannya.

Di antara mereka adalah putra-putra Abdurrahman Assegaf sendiri, yang menjadi wali qutub. Seperti Abu Bakar Sakran, Umar Muhdar dan Hasan, juga seperti Imam Muhammad bin Abu Bakar Ba Abad, Syeikh Fadl bin Abdullah Ba Fadl, Syeikhah Al-Arifah Sulthanah binti Ali Az Zubaidi, Al-Faqih Al-Arif Ali bin Salim, Imam Zahidin Sayyid Al-Imam Hasan Al Wari’ bin Ali Ba’alawy, Syeikh Al-Arif Billah Ali bin Sa’id Ba Shulaib, Syeikh Al Wali Bayazid (Shahib Wadi Amd), Syeikh Umar bin Sa’id Ba Jabir, Syeikh Muzahim Ba Jabir (Shahib Brum) dan Syeikh Muhammad bin Sa’id bin Kabbin Al Adani.

Semasa hidup beliau, tak ada seorang pun yang lebih tenar kewaliannya, lebih kuat ketauhidannya, lebih hebat kuasanya dalam mengatur urusan daripada beliau.

Suatu hari Al-Imam Al-Habib Abdurrahman Assegaf menundukkan kepala agak lama. Setelah kembali sadar beliau berkata kepada anaknya , Imam Umar Al Muhdar (kala itu ada di sampingnya), “Ciumlah kakiku!”

Putranya menceritakan, “Aku mencium kedua kakinya. Ternyata terdapat pasir-pasir kuning yang baunya seperti minyak kasturi. Ayahku lalu berkata, ‘Tadi aku berjalan-jalan di surga.’”

Baca juga: Mengenal Habib Umar Bin Abdurrahman Al-Atthas Penggubah Ratibul Atthas

Suatu hari beliau juga pernah berkata, “Demi Allah wahai anak-anakku! Di zaman kita ini terdapat dua puluh orang wali yang bisa terbang di udara. Sesungguhnya kakiku ini telah menginjak surga Firdaus tetapi aku menganggap hal itu sebagai Istidraj.”

Putra beliau Ibrahim bercerita: Kakakku Ahmad mengatakan padaku, “Saksikanlah bahwa tidaklah rebana di pukulan pertama saat hadrah ayahmu Assegaf melainkan telah hadir ruh seribu orang wali di antara dua tiang masjidnya.”

Beliau  pernah berkata, “Tersingkap bagiku kedudukan Al-Husain Al-Halaj. Sebelumnya aku mengira pada kaca hatinya terdapat keretakan. Ternyata kami dapatkan tetap lekat tanpa ada keretakan. Tersingkap bagiku kedudukan Syeikh Abul Ghaits Ibnul Jamil. Kami dapatkan kedudukannya di atas ucapannya. Tersingkap juga bagiku kedudukan Syeikh Sa’id bin Umar Balhaf. Kami dapatkan kedudukannya sesuai dengan ucapannya.” 

Alkisah, selama 33 tahun Imam Abdurrahman Assegaf tidak tidur malam, hanya untuk beribadah. Beliau memiliki kebiasaan mengkhatamkan al-Quran sebanyak 2 kali di siang hari dan 2 kali di malam hari.

Di antara karamah Habib Abdurrahman Assegaf adalah beliau sering terlihat hadir di tempat-tempat penting di Makkah. Padahal saat itu beliau tengah berada di Hadhramaut.

Dikisahkan pula, beliau sering bertemu dengan Nabi Muhammad Saw dan para sahabat dalam keadaan terjaga setiap Senin dan Kamis.

Diriwayatkan, pada suatu hari Imam Abdurrahman Assegaf sedang duduk di depan murid-muridnya. Tiba-tiba beliau melihat petir. Beliau berkata pada mereka, “Bubarlah kamu sebentar lagi akan terjadi banjir di lembah ini.” Apa yang diucapkan oleh beliau itu terjadi seperti yang dikatakan.

Di antara kata-kata mutiara dan nasehat Imam Abdurrahman Assegaf adalah:

“Barang siapa yang tidak punya wirid maka ia seperti kera.

“Barang siapa yang tidak mempelajari kitab Ihya’, maka dia tidak memiliki sifat haya (malu).”

Al-Imam Abdurrahman Assegaf wafat pada hari Kamis, 23 Sya’ban 819 H. Jenazahnya dimakamkan di Zanbal pada keesokannya harinya. Beliau meninggalkan sebanyak 13 orang putra dan 7 orang putri.

Kontributor

  • Faisal Zikri

    Pernah nyantri di Daarul 'Uulum Lido Bogor. Sekarang meneruskan belajar di Imam Shafie Collage Hadhramaut Yaman. Suka membaca, menulis dan sepakbola.