Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Bersyafi’i di Negeri Maliki

Avatar photo
41
×

Bersyafi’i di Negeri Maliki

Share this article

Ada sebuah ungkapan masyhur di kalangan orang Maroko:

اذا كنت في المغرب فلا تستغرب

“Jika Anda ada di Maroko, maka jangan mudah heran.”

Betul memang, jangan mudah heran apalagi sampai geleng-geleng kepala. Namun, apa jadinya jika seorang santri mazhab Syafi’i tulen tiba-tiba ada di negeri penganut mazhab Imam Malik ini.

Bersyukur jika dia sudah pernah belajar ilmu perbandingan mazhab. Walau sekilas itu sudah lumayan membantunya untuk tidak terlalu keheranan ketika ada di sana. Meski demikian, izinkan kami untuk heran.

Maroko adalah negara yang mayoritas—jika tidak dikatakan semua –penduduknya adalah pengikut fikih mazhab Maliki. Bahkan mazhab yang didirikan oleh Imam Malik bin Anas ini adalah mazhab resmi Kerajaan di ujung benua Afrika tersebut.

Perbedaan adalah rahmat. Demikian memang seharusnya kita menerimanya. Namun, bukan hal yang mudah jika ilmu dan pengetahuan kita hanya pas-pasan saja.

Perbedaan seringkali kita lihat dengan kacamata fanatisme golongan. Perbedaan sering kita hakimi dengan dangkal dan kebodohan. Pada akhirnya, bukan rahmat yang kita lihat. Justru laknat yang kita dapat.

Berbeda adalah biasa, bahkan niscaya. Dengan semangat rahmat, perbedaan adalah keindahan. Sebaliknya, jika ia menjelma laknat, perbedaan adalah ancaman dan kehancuran. Wal ‘iyadzu billah.

Sebagai santri mazhab Syafi’i tulen, tidak mudah bagi penulis untuk tidak heran ketika untuk pertama kalinya menginjakan kaki di negeri Maliki. Seribu pertanyaan menyerbu dan memohon segera diberi jawaban secepatnya.

Baca juga: Meneladani Keulamaan Imam Malik

Berwudhu cukup dengan satu gayung mandi? Ada apa dengan batu-batu sekepal tangan berserak di dalam masjid? Doa qunut diam-diam sebelum rukuk, anak-anak asik bermain anjing dan lain sebagainya. Benar-benar keanehan yang nyata.

Berwudhu dengan Air Satu Gayung

Wa khouya, la tusrif! Jangan boros pakai air, kawan! Demikian biasanya orang Maroko menegur kita, orang Indonesia ketika wudhu bareng mereka. Pemakaian air kita ketika wudhu dianggap sangat berlebihan.

Ukuran air untuk satu kali wudhu kita, bisa jadi sepuluh kali bagi wudhu mereka. Bagaimana tidak, orang Maroko cukup satu gayung saja untuk satu kali wudhu sempurna. Sementara kita bisa sepuluh gayung bahkan lebih.

Berhemat dalam menggunakan air adalah bagian dari kesunnahan berwudhu. Satu atau maksimal dua gayung cukup untuk satu kali wudhu. Cukup dengan air sesedikit itu tentu saja adalah cara berwudhu yang berbeda dengan kebiasaan wudhu kita. Lebih dari itu adalah sikap boros dan melawan sunah.

Kesunahan berhemat sedemikian rupa awalnya kami kira karena debit air yang terbatas. Ternyata setelah menelaah beberapa kitab fikih malikiyah, berhemat di sini tetap menjadi kesunahan meski air banyak dan melimpah.

Tidak seperti umumnya kita di Indonesia, orang Maroko berwudhu dengan mengambil air satu gayung. Kemudian mengambil air dengan telapak tangan dari gayung tersebut sedikit demi sedikit. Satu kali ‘cawukan’ untuk satu kali basuhan anggota wudhu dan meratakannya. Demikian seterusnya hingga membasuh kaki.

Bagi kita yang tidak terbiasa demikian pasti sulit mempraktekannya. Bahkan membayangkannya saja tak mudah. Namun sekali dua kali melakukannya, lama-lama terasa mudah dan terbiasa. Hemat menggunakan air, begitu prinsipnya. Bukankan ada riwayat bahwa rasulullah saw berwudhu cukup dengan satu mud air?

Batu Berserak di Dalam Masjid

Kasus lain yang membuat kami heran adalah banyaknya batu sebesar kepal tangan yang ada di dalam masjid. Pada awalnya kami kira batu pengganjal pintu. Tapi kok banyak jumlahnya hingga puluhan. Biasanya batu-batu ini terletak di pinggir bawah tembok atau bawah tiang masjid.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya terjawab juga keheranan itu. Batu-batu tersebut adalah alat bertayamum orang Maroko di musim dingin. Mereka bergantian menggunakan sebuah batu untuk bertayamum. Artinya satu batu bisa digunakan terus-menerus oleh seorang atau bergantian antara mereka sampai hitungan tak terbatas. Demikian karena tidak ada istilah batu musta’mal dalam mazhab Maliki.

Baca juga: Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Fatwa Menjual Ayam ke Orang Cina

Anak-anak Kecil Asyik Bermain Anjing

Anda pun tak boleh heran dengan banyaknya anjing di Maroko. Seperti kucing di masyarakat kita, anak-anak kecil Maroko biasa asik main dengan seekor anjing. Sekali lagi, jangan heran! Mazhab Maliki menilai semua hewan hidup dihukumi suci. Tak terkecuali anjing bahkan babi.

Terus bagaimana dengan hadits shahih tentang membasuh tujuh kali wadah yang terkena jilatan anjing?. Ya, Malikiyah juga mewajibkan membasuh hingga tujuh kali. Meski demikian mereka tidak menyebutnya najis. Lah, terus? Heran kan?

Bagi kita yang tak memiliki banyak ilmu dan pengetahuan, melihat hal berbeda bisa jadi salah sangka. Bukan saja heran tapi bisa jadi menyalahkan.

Betul kata bijak Kyai:

اذا اتسع عقل المرء وازداد علمه قل إنكاره على الناس

“Ketika semakin luas akal seseorang dan bertambah ilmunya, maka tak akan mudah menyalahkan orang lain.”

Kontributor

  • Muhammad Makhludi

    Tinggal di Cilacap Jawa Tengah Block 60. Seorang khadam kampung. Pernah nyantri di Leler dan Universitas Cady Ayyad Maroko.