Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Majma’ Al-Bahrain, Pertemuan Dua Laut Tempat Nabi Musa Berjumpa Nabi Khidir

Avatar photo
23
×

Majma’ Al-Bahrain, Pertemuan Dua Laut Tempat Nabi Musa Berjumpa Nabi Khidir

Share this article

Bagi umat muslim pasti sering mendengar kisah tentang perjumpaan Nabi Musa
dan Nabi Khidir di tempat bertemunya dua laut yang berbeda.

Dalam Al-Qur’an Surat al-Kahfi ayat 60, laut dua warna yang berada di Selat
Gibraltar ini di sebut dengan
مجمع البحرين
atau majma’
al-bahrain
yang artinya tempat pertemuan dua laut. 

Nama Gibraltar berasal
dari bahasa Arab Jabal Thariq yang berarti gunung Thariq. Nama ini merujuk pada
Jendral Muslim Thariq bin Ziyad yang menakhlukan Spanyol pada tahun 711 M.
Selat ini menghubungkan antara Lautan Mediterania dan Samudra Atlantik serta
memisahkan Maroko dan Spanyol. 

Allah SWT berfirman,

وَإِذْ
قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ
أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا

“Dan (ingatlah)
ketika Musa berkata kepada muridnya, ‘Aku tidak akan berhenti (berjalan)
sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai
bertahun-tahun.’”

Ada beberapa pendapat ulama tentang keberadaan tempat pertemuan dua lautan ini.

Salah satunya, menurut Muhammad bin Ka’ab yang dimaksud dengan مجمع البحرين atau majma’ al-bahrain pada ayat di atas adalah Tonja/ Tangier (طنجة). Tonja adalah salah satu kota di Maroko yang berbatasan
langsung dengan negara Spanyol. Keterangan ini sebagaimana yang di sebutkan
dalam kitab Tafsir Al-Baghawi. Orang Maroko menyebutnya
Cap
Spartel
dalam bahasa Prancis.

Fenomena alam yang
aneh di Selat Gibraltar ini telah membuat semua orang takjub sekaligus
mengundang decak kagum dunia. Jangankan masyarakat awam, kalangan akedemisi pun
di buat terheran-heran dengan keberadaan laut ini. Sebab, bagaimana mungkin
satu laut memiliki warna yang berbeda dan tidak tercampur sama sekali.

Allah SWT
menjelaskan tentang fenomena pertemuan dua laut yang berbeda ini dalam surat
ar-Rahman ayat 19-22, dan al-Furqon ayat 53.

“Dia membiarkan dua
lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang
tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka nikmat Allah yang manakah yang kamu
dustakan. Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.”
(QS. ar-Rahman [55]: 19-22)

“Dan Dialah yang
membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan
yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas
yang menghalangi.”
(QS.
al-Furqan [25]: 53)

Para ilmuan dari
seluruh dunia berlomba-lomba untuk menjelaskan keanehan yang terjadi di Selat Gibraltar
ini. Banyak dari kalangan akademisi yang mencoba mengkolerasikan penemuan ini
dengan keterangan dalam Al-Qur’an. 

Penjelasan secara
fisika modern terkait fenomena ini baru ada di abad 20 M oleh ahli-ahli Oseanografi
(
Ilmu tentang segala aspek
yang berhubungan dengan kelautan)
. Fenomena ini
disebut halocline.

Halocline adalah sebuah zona vertikal di dalam laut dimana kadar
garam berubah dengan cepat sejalan dengan perubahan kedalaman. Perubahan garam
ini akan mempengaruhi kepadatan air sehingga zona ini kemudian berfungsi
sebagai dinding pemisah antara air asin dan air tawar.

Menurut penjelasan
para ahli kelautan seperti William W Hay, guru besar Ilmu Bumi di Universitas
Colorado, Boulder, AS dan mantan dekan Sekolah Kelautan Rosentiel dan Sains
Atmosfer di Universitas Miami, Florida AS, serta Prof Dorja Rao, seorang spesialis
di Geologi Kelautan dan dosen di Universitas King Abdul-Aziz, Jeddah, air laut
yang terletak di Selat Gibraltar tersebut memiliki karakteristik berbeda, baik
dari kadar garamnya, suhu maupun kerapatan air laut(densiti).

Dan seperti
dijelaskan dalam surah al-Furqan [25] ayat 53, yang satu bagian rasanya tawar
dan segar, sedangkan bagian lain rasanya asin lagi pahit. 

Untuk warna juga
berbeda, terlihat dengan jelas mana air yang berasal dari Lautan Atlantik, dan
mana air yang berasal dari laut tengah. Air laut dari Samudera Atlantik
berwarna biru lebih cerah. Sedangkan air laut dari Laut Tengah berwarna lebih
gelap. Dan antara keduanya, tak pernah saling bercampur, seolah ada dinding
tipis yang memisahkanya. 

Dinding pemisah itu
bergerak di antara dua lautan dan dalam Al-Qur’an dinamakan dengan barzakhun
(pemisah) yakni pemisah antara dua pasukan. Dengan adanya pemisah ini
setiap lautan memelihara karakteristiknya sehingga sesuai dengan makhluk hidup
(ekosistem) yang tinggal di lingkungan itu.

Fenomena bertemunya
dua air laut namun tidak saling bercampur ini juga disebabkan karena gaya
fisika yang disebut ‘tegangan permukaan’. Para ahli kelautan menemukan
bahwa air dari laut-laut yang bersebelahan memiliki perbedaan massa jenis.
Karena perbedaan massa jenis ini, tegangan permukaan mencegah dua lautan untuk
saling bercampur, seolah-olah terdapat dinding tipis yang memisahkan keduanya.

Karena adanya
dinding pemisah dan perbedaan warna itu pula, hewan yang hidup di laut berwarna
kebiruan dan asin, tak bisa hidup di laut yang airnya tawar. Demikian pula
sebaliknya. Masyaallah.

Kontributor

  • Noer Shoim

    Asal Ngabang, kota kecil di Kalimantan Barat. Pernah nyantri Ponpes Ihya Ulumaddin, Kesugihan Cilacap dan Sarang Rembang. Usai menyelesaikan sarjana di Maroko, sekarang menjadi mahasiswa Master Studi Islam di Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.