Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Pentingnya waktu dalam perspektif Islam, pelajaran dari Syekh Ali Jum’ah

Avatar photo
51
×

Pentingnya waktu dalam perspektif Islam, pelajaran dari Syekh Ali Jum’ah

Share this article

Syekh Ali Jum’ah, ulama besar al-Azhar Mesir menyatakan bahwa para ulama terdahulu sangat menghargai waktu dan berusaha keras untuk memanfaatkannya dengan sebaik mungkin.

Penghargaan akan pentingnya waktu ini, menurut mantan Mufti Agung Mesir itu, karena mereka memahami betul pesan Rasulullah saw. untuk tidak melewatkan waktu. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa seorang hamba kelak juga akan dihisab tentang waktu yang dimilikinya di dunia.

Rasulullah SAW bersabda:

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ . . .

“Tidak akan bergerak kaki seorang hamba pada Hari Kiamat hingga dia ditanya: tentang umurnya, untuk apa dia habiskan…” (HR. Tirmidzi)

Hadis ini menegaskan betapa pentingnya menjaga waktu dan memanfaatkan setiap detik dalam hidup kita.

Imam Syafi’i juga mengingatkan tentang pentingnya waktu. Beliau berkata, “Aku bergaul dengan para sufi dan aku belajar dari mereka bahwa waktu itu seperti pedang. Jika engkau tidak memotongnya, maka ia akan memotongmu.”

Waktu yang kita miliki harus dimanfaatkan dengan bijak, karena waktu yang terbuang tidak bisa kembali.

Syekh Ali Jum’ah mengatakan bahwa Abu Al-Wafa’ Ibnu Aqil, seorang ulama abad ke-5 Hijriah, adalah contoh nyata dari hal ini. Ia tidak makan roti karena memakan waktu lima menit, dan memilih makan nasi hanya memerlukan tiga menit. Bahkan saat ia memasuki toilet, ia membawa dua orang budak untuk membaca buku dengan suara keras agar tidak membuang waktu. Ia menulis buku berjudul Al-Funun dalam delapan ratus jilid, yang jika dicetak saat ini akan memerlukan dua ribu jilid. Ini menunjukkan betapa seriusnya ia dalam memanfaatkan waktu.

Begitu pula dengan Abu Al-Faraj Ibnu Al-Jauzi, seorang ulama abad ke-6 Hijriah. Ia menulis lebih dari lima ratus buku.

Dalam bukunya yang berjudul Lafthu Al-Kabd Fi Nasiha Al-Walad, ia menulis kepada putranya: “Ketahuilah wahai anakku bahwa hari-hari membentangkan jam-jam, dan jam-jam membentangkan napas-napas. Setiap napas adalah gudang. Hati-hatilah agar engkau tidak menghabiskan satu napas tanpa manfaat, karena engkau akan melihat pada hari kiamat sebuah gudang kosong dan menyesal.”

Tokoh lain yang patut kita jadikan panutan dalam hal memanfaatkan waktu adalah Imam As-Suyuthi. Beliau betul-betul efektif dalam menggunakan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat.

Diceritakan ketika merasa lelah dari mengajar dan menulis di usia empat puluh, beliau menulis buku berjudul At-Tanfis Fi Al-I’tidar An Al-Ifta’ Wa At-Tadris.

Bahkan ketika As-Suyuthi ingin mundur dari mengajar, ia terus menulis. Pada masa hidupnya, beliau memiliki tiga ratus buku, tetapi ketika beliau meninggal di usia 60 tahun, ditemukan bahwa beliau telah menulis tujuh ratus buku.

Umat Islam terdahulu mampu menghasilkan warisan besar dalam berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan dan kitab-kitab agama, karena mereka memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Kita juga harus mencontoh teladan ini dan tidak menunda pekerjaan serta kebaikan. Kita sedang berlomba dengan kehidupan dan waktu, dan setiap detik sangat berharga.

Kontributor

  • Redaksi Sanad Media

    Sanad Media adalah sebuah media Islam yang berusaha menghubungkan antara literasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Mengampanyekan gerakan pencerahan melalui slogan "membaca sebelum bicara". Kami hadir di website, youtube dan platform media sosial.