Bagaimana relasi ulama Madura dengan ulama tanah Haram? Ada buku menarik yang baru-baru ini ditulis oleh KH Yusuf Sufyan berjudul Tanwir Al-Bashirah fi At-Tishali Syaikh Madura bi Syaikh Banten As-Syahirah (Menyinari Hati: Relasi Spesial Antara Seikh Madura dengan Siekh Banten yang terkenal). Di dalamnya memuat tentang hubungan erat antara Syaikhona Khalil Bangkalan dengan gurunya, Syeikh Nawawi Banten.
Penamaan Tafsir Al-Munir
Di antara karya spektakuler Syeikh Nawawi Banten adalah karya tafsir Al-Qur’an, yang populer dengan nama tafsir Marah Labid. Karya Syeikh Nawawi mencapai angka 100 judul lebih, namun KH Yusuf secara khusus menyoroti penamaan Marah Labid.
Dalam penelusurannya melalui Khulasah Kafiyah karya Habib Salim bin Jindan, tafsir yang ditulis Syeikh Nawawi berawal dari permintaan Syaikhona Khalil Bangkalan. Dialah yang meminta Syeikh Nawawi agar menulis tafsir dengan bahasa yang mudah dipahami. Namun yang mengherankan Habib Salim adalah nama yang dipilih (Marah Labid) dirasa tidak sesuai dengan kapasitas dan ketinggian nilai-nilai sastrawi yang ada dalam tafsir tersebut.
Berdasarkan indikasi ini, Habib Salim menanyakan langsung pada Syaikhona Khalil di dalem-nya, Bangkalan. Syaikhona membenarkan bahwa dirinya yang telah meminta langsung pada Syeikh Nawawi dan kemudian memberi judul tafsir tersebut dengan “Tafsir Al-Munir”. Penamaan Marah Labid adalah judul yang disematkan menantu Siekh Nawawi setelah Syeikh wafat pada 1896 M.
Potret ini menegaskan satu hal: betapa spesial relasi antara Syeikh Nawawi dan muridnya, Syaikhona Khalil. Majlis ilmu Syeikh Nawawi yang digelar di rumahnya dihadiri sekitar 200 pelajar dalam kesaksian orientalis, Snouck Horgronje. Syaikhona memiliki tempat khusus di hati gurunya. Bahkan menurut analisa KH Yusuf, dari bahasa yang dipakai di mukadimah tafsir Al-Munir mengindikasikan relasi yang lebih dari sekedar guru-murid. Sebab Syeikh Nawawi memakai terma “amarani” (telah memerintahku) bukan selayaknya penulis masa itu yang jika diminta muridnya akan memakai redaksi “talaba minni” (telah memintaku).
Artinya, kedudukan Syaikhona Khalil dianggap bukan sekedar murid biasa oleh Syeikh Nawawi Banten. Dia dianggap sebagai murid sekaligus kawan yang sejajar. Ini diperkuat oleh silsilah sanad keilmuan yang mempertemukan keduanya di guru-guru yang sama: seperti bertemu pada mufti Haram Sayid Ahmad Zaini Dahlan, Syeikh Mahmud Kinan Al-Falimbani dan Syeikh Abdus Shamad Al-Falimbani.
Bahkan dalam penelusuran KH Yusuf lebih jauh, Syaikhona Khalil memiliki sanad keilmuan yang jauh lebih tinggi dari gurunya, Syeikh Nawawi Banten. Seperti sanad keilmuan yang bersambung pada Sayid Murtadla Az-Zabidi yang hanya melewati satu wasitah (perantara) sementara Syeikh Nawawi butuh dua.
Pertemuan Sanad
Relasi keduanya semakin nyata tatkala melihat buku-buku tsabat (dokumentasi sanad keilmuan). KH Yusuf menyebutkan beberapa ulama yang mempertemukan keduanya secara berurutan: KH Azhari bin Ali bin Ahmad Surabaya (seorang faqih sufi) mengambil sanad keilmuan dari Syaikhona dari Syeikh Nawawi Banten, Habib Husin bin Aqil Al-Munawar Semarang (seorang muhadis) mengambil sanad dari Syaikhona Khalil dari Syeikh Nawawi Banten, KH Muhammad Zarkasyi Kediri dari Syaikhona dari Nawawi Banten.
Pengetahuan KH Yusuf memang luas dalam bidang tsabat. Lajnah Turast Syaikhona sendiri sering bertukar informasi dengan Bindere KH Yusuf. Selain buku tentang relasi kedua ulama agung ini, KH Yusuf sudah menulis beberapa karya lain: Fathu Rabb Al-Jalil Bi Asanid Syaikhana Khalil, Sejarah Bujuk Ghazali Murgunung dan biografi Abu Suja’ penulis Mukhtashar, dll. KH Yusuf juga sedang melanjutkan proyek penulisan biografi tebal tentang KH Muntashar (salah seorang murid kinasih Syaikhona sekaligus menantu dari cucunya, pendiri PP Nurul Cholil) atas permintaan majlis keluarga PP Nurul Cholil.