Ulama besar al-Azhar Syekh Ali Jum’ah membela salah satu hadis Nabi yang sering jadi sasaran kritik. Hadis tersebut berkaitan dengan lalat yang jatuh ke dalam minuman.
Syekh Ali Jum’ah menyinggung dalam sebuah acara televisi hadis lalat yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari. Dalam Shahih Al-Bukhari, Rasulullah Saw. bersabda:
إذا وقع الذباب في شراب أحدكم فليغمسه ثم لينزعه، فإن في إحدى جناحيه داء والأخرى شفاء
“Jika lalat jatuh ke dalam minuman salah seorang dari kalian, maka celupkanlah lalu buanglah lalat itu, karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit, dan pada yang lain terdapat penawarnya.”
Syekh Ali Jum’ah menyatakan bahwa sebagian orang merasa tidak nyaman dengan hadis ini karena jijik membayangkan ada lalat jatuh ke dalam makanan, lalu diminta untuk tetap memakannya.
“Tapi apakah hadis itu menyuruhmu untuk harus melakukan itu? Tidak! Hadis itu tidak mengatakan kamu wajib melakukannya.” ujar mantan Mufti Agung Mesir itu.
Lebih lanjut, Syekh Ali Jum’ah menerangkan bahwa hadis-hadis semacam ini mempunyai faedah (fungsi) dalam kondisi dan syarat tertentu.
Beliau mencontohkan peristiwa kelaparan hebat di Somalia. Saat seekor kambing direbus untuk dimakan dan lalat-lalat beterbangan jatuh ke dalam panci, lalu muncul pertanyaan: apakah makanan ini dibuang karena dianggap najis, atau dimakan karena masih dianggap halal dan suci?
Hadis-hadis seperti ini, menurut anggota Dewan Ulama Besar Al-Azhar itu, punya manfaat dalam kondisi-kondisi tertentu. Semua hal dalam syariat itu ada syarat-syaratnya. Tapi kebanyakan orang lupa atau bahkan tidak tahu apa saja syarat itu.
“Hadis ini bukan ditujukan untuk Ratu Inggris.” tegas beliau.
Syekh Ali menegaskan bahwa persoalannya bukan terletak pada nash (teks) agama, tetapi pada metodologi pengajaran. Tidak sepatutnya seorang muslim mencela dan meragukan nash syariat, lalu membatalkan seluruh usaha besar yang telah dilakukan oleh umat Islam (para ulama).
Beliau mengutip perkataan Imam Syafi‘i:
لا يوجد حديث في السنة إلا وله أصل في القرآن
“Tidak ada satu hadis pun dalam sunnah melainkan ia punya akarnya dalam Al-Quran.”
Banyak orang tak berani menyerang Al-Quran karena kesucian dan kedudukannya yang agung di mata umat. Menurut beliau, mereka akhirnya beralih menyerang sunnah.
“Bagaimana pendapatmu jika hadis yang kamu tolak dan anggap keliru itu sebenarnya juga terdapat maknanya dalam Al-Quran? Saat kamu membacanya, kamu akan temukan bahwa isi Al-Quran pun menyampaikan hal yang sama dengan yang ada dalam Shahih Bukhari.” ujar beliau sambil bertanya.
Dua Jenis Keraguan
Syekh Ali Jum’ah membedakan dua jenis keraguan. Pertama, keraguan karena bingung (syakk al-hairah). Kebingungan ini membuat orang menjadi dangkal, tersesat, dan hidup dalam kebingungan. Kedua, keraguan ilmiah (syakk manhaji), yaitu keraguan yang terarah dan menjadi fondasi lahirnya ilmu pengetahuan.
Beliau menyinggung adanya upaya dari sebagian pihak yang mencoba meragukan Al-Quran secara tidak langsung lewat jalur sunnah Nabi. Upaya semacam ini muncul pada akhir abad ke-19. Mereka gagal saat langsung menyasar Al-Quran karena mukjizat dan kedekatan umat dengannya—bahkan anak kecil dan orang buta huruf pun menghafalnya. Maka mereka pun berkata, “Tinggalkan Al-Quran karena kalian tidak akan bisa melawannya. Mari mulai dari Shahih Bukhari yang merupakan puncaknya, lalu setelah itu Imam Muslim, kemudian At-Tirmidzi, dan akhirnya—jika berhasil—baru kita ragukan Al-Quran itu sendiri.”
Hal senada juga disampaikan oleh Syekh Ahmad Ma’bad, guru besar hadits Al-Azhar. Beliau menyatakan bahwa serangan terhadap Imam Bukhari adalah bagian dari serangan terhadap akidah Islam.
Dalam pembukaan kitab Shahih al-Bukhari terdapat Kitab Bad’ al-Wahy (Permulaan Wahyu), lalu Kitab al-Iman (Kitab tentang Iman), dan di bagian penutupnya terdapat Kitab at-Tauhid (Kitab tentang Tauhid). Di antara bab-bab itu, terdapat kumpulan hadis sahih yang mencakup pokok-pokok ibadah, muamalah, hukum, keputusan, dan adab.
Imam al-Bukhari memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam hati kaum Muslimin. Cukup dengan disebutkan bahwa sebuah hadis ada dalam Shahih al-Bukhari, hati seorang Muslim menjadi tenang dan yakin.
“Salat kita, puasa kita, zikir kita, dan tasbih yang kita ucapkan—kebanyakan sumbernya ada dalam Shahih al-Bukhari. Saat muncul upaya meragukan keabsahan Shahih al-Bukhari, tidak diragukan lagi bahwa itu adalah upaya untuk menggoyahkan keyakinan umat Islam terhadap akidah mereka sendiri.” terang Syekh Ma’bad.
“Ketika musuh-musuh Islam gagal menyerang Islam secara langsung, mereka pun mulai menyerang Imam al-Bukhari sebagai salah satu pilar utama yang menjadi sarana terjaganya agama ini.” ujar beliau.















Please login to comment