Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Syekh Yusri Terangkan Adab Interaksi dengan Nonmuslim

Avatar photo
30
×

Syekh Yusri Terangkan Adab Interaksi dengan Nonmuslim

Share this article

Syekh Yusri hafidzahullah ta’ala wa ro’ah menjelaskan dalam pengajian kitab Bahjat An-Nufus, bahwa tasawuf adalah adab.

Semakin tinggi adab seseorang, semakin tinggi pula tingkatan tasawufnya.

Adab di sini mencakup seluruh mu’amalah (interaksi) seorang muslim dengan Allah swt. baginda Nabi, dan hubungannya dengan sesama manusia serta dengan semua alam semesta.

Di antara adab bermu’amalah antar sesama manusia adalah tidak merendahkan siapapun, terutama orang muslim.

“Tidaklah seseorang merendahkan saudaranya, kecuali dirinya adalah orang yang hina,” terang Syekh Yusri.

Hal ini sesuai dengan firman Allah swt:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا

“Sesungguhnya telah kami muliakan anak Adam AS dan kami naikkan mereka di daratan dan lautan, dan telah kami karuniakan kepadanya akan kebaikan-kebaikan, serta kami jadikan mereka di atas banyak makhluk yang telah kami ciptakan dengan sebenar-benar meniggikan.” (QS. Al-Isra: 70)

Orang kafir juga merupakan atsar dari sifat dan perbuatan Allah swt seperti halnya sifat Al-Mudzil yang artinya Dzat yang Menghinakan. Sebagaimana seorang muslim adalah atsar dari sifat Al-Mu’iz yang berarti Dzat yang Memuliakan.

Baik orang kafir maupun orang muslim, keduanya harus kita muliakan karena sama-sama atsar dari sifat dan nama Allah yang baik.

BACA:

Allah swt. sendiri telah memuliakan semua anak Adam as. Kita pun diperintahkan untuk berakhlak dengan akhlak ketuhanan.

Adanya orang kafir menunjukkan kita kepada Allah sebagai Dzat Al-Qahhar yang artinya Maha Memaksa, menjadikan adanya keimanan dan kekafiran di muka bumi.

Kekafiran adalah ayat kebesaran sifat kuasa Allah, serta kehendak Allah yang di atas segalanya. Allah telah berfirman:

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan apabila Allah menghendaki maka Allah jadikan kalian sebagai umat yang satu, akan tetapi Allah akan menyesatkan orang yang Ia kehendaki, dan memberikan hidayah kepada siapa yang Ia kehendaki, dan sesungguhnya kalian akan ditanya tentang apa yang telah kalian lakukan.” (QS. An-Nahl: 93)

Seandainya Islam memerintahkan untuk membenci manusia kafir, maka Islam tidak akan mengajarkan untuk berbakti kepada kedua orang yang tua yang berbeda agama dengan anaknya. Anak tetapi Allah berfirman:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

“Dan jikalau mereka berdua (orang tua yang kafir) memaksamu untuk menyekutukanKu dengan sesuatu yang tidak kamu ketahui, maka janganlah kamu ta’ati mereka, dan temanilah mereka berdua di dunia ini dengan baik.” (QS. Luqman: 15)

Kita diperintahkan untuk benci kepada kekafiran, bukan kepada orang kafir, sebagaimana kita benci kepada kemaksiatan bukan kepada orang yang melakukannya.

Karena itu, Baginda Nabi mampu mengislamkan bangsa Arab, menyelamatkan mereka dari gelapnya kekufuran.

Seandainya Baginda Nabi diperintahkan untuk membenci orang kafir, maka beliau sudah sejak dahulu mendoakan kehancuran mereka. Akan tetapi Nabi selalu berdoa:

اَللّهُمَّ اهْدِ قَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لِا يَعْلَمُوْنَ

“Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada umatku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” Baginda Nabi saw. tidaklah pernah mendoakan kehancuran kepada orang yang tidak beriman kepadanya, kecuali kepada orang-orang yang beliau ketahui dengan wahyu bahwa mereka adalah orang-orang yang akan mati dalam keadaan kafir.

Selain Nabi, siapapun tidak berhak mendoakan kehancuran dengan menyebutkan nama seseorang, sejahat apapun dia.

BACA:

Pada suatu hari, Sayidah Aisyah ra. bertanya kepada Rasulullah saw., “Apakah ada hari yang melebihi kepedihan Baginda Nabi ketika perang Uhud, di mana para sahabat serta Hamzah Asadullah paman Nabi menjadi para syuhada di jalan Allah?”

Nabi menjawab bahwa Hari Aqobah adalah hari yang lebih menyedihkan daripada tragedi Uhud, hingga akhirnya Malaikat Jibril turun kepadanya dan memberitahukan bahwa Allah telah mengirimkan malaikat gunung untuk melaksanakan apa yang menjadi perintah Baginda Nabi.

Malaikat gunung berkata kepada Nabi, “Jikalau engkau menghendaki wahai Muhammad, maka akan saya hantamkan kedua gunung ini (gunung Abi Qubais dan gunung Al-Ahmar di Mekah) kepada mereka.” (HR. Bukhari)

Akan tetapi Nabi saw. menjawab:

بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا

“Saya berharap Allah akan mengeluarkan dari keturunan mereka, orang-orang yang hanya menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari)

Malaikat gunung terheran dengan sifat kasih sayang Baginda Nabi saw. terhadap makhluk Allah.

Dia berkata, “Maha benar Allah yang telah menamaimu dengan sebutan Ra’uf dan Rahim.”

Seorang muslim hendaklah menjadi rahmat di manapun ia berada. Karena dirinya menjadi pengikut seorang Nabi yang menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.

Allah berfirman:

وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين

“Dan tidaklah Kami utus engkau wahai Muhammad melainkan sebagai rahmat untuk seluruh alam semesta.” (QS. Al-Anbiya: 107)

Adapun mendoakan kehancuran kepada orang-orang kafir secara umum, hal inilah yang diperbolehkan sebagaimana Baginda Nabi mengajarkan kepada umatnya dengan berdoa:

اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيعَ الْحِسَابِ اللَّهُمَّ اهْزِمِ الأَحْزَابَ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ

“Wahai Allah Dzat yang menurunkan kitab, wahai Dzat yang cepat penghitungannya, Ya Allah kalahkan ahzab, Ya Allah taklukkanlah dan goncangkanlah mereka.” (HR. Bukhari) Wallahu A’lam.

Kontributor

  • Antony Oktavian

    Alumni MA Al Hikmah 2 Benda Brebes. Sekarang menempuh studi di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.