Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Tafsir Syekh Sya’rawi Surat Al-Jumu’ah 9-11, Larangan Jual Beli Saat Shalat Jumat

Avatar photo
32
×

Tafsir Syekh Sya’rawi Surat Al-Jumu’ah 9-11, Larangan Jual Beli Saat Shalat Jumat

Share this article

Berikut ini adalah teks, terjemahan, dan kutipan tafsir menurut Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, perihal perintah mengerjakan shalat Jumat dan meninggalkan transaksi (muamalah) atau perniagaan ketika azan Jumat dikumandangkan hingga shalat selesai.

Dunia dan akhirat menjadi salah satu kepastian yang harus dihadapi umat Islam. Di dunia, sebagai seorang hamba yang membutuhkan makan, pakaian dan rumah, Allah swt. memerintahkan mereka untuk bekerja.

Namun, akhirat juga akan dihadapi oleh umat manusia. Dengan kata lain, sibuk mengurusi dunia saja dan lupa pada akhirat merupakan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan oleh umat Islam. Sebab, keduanya merupakan pokok-pokok dalam ajaran Islam itu sendiri.

Dua keadaan di atas, tergambar dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam surat Al-Jumu’ah ayat 9-11. Pada ayat tersebut, Allah swt. menjelaskan perintah untuk beribadah dan meninggalkan usaha atau bekerja, serta adanya perintah untuk bekerja setelah ibadah itu selesai.

Allah swt. berfirman,

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseur untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

فَإِذا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيراً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.”

وَإِذا رَأَوْا تِجارَةً أَوْ لَهْواً انْفَضُّوا إِلَيْها وَتَرَكُوكَ قائِماً قُلْ ما عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجارَةِ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, ‘Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,’ dan Allah pemberi rezeki yang terbaik.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 9-11)

Tafsir Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi

Syekh Muh. Mutawali asy-Sya’rawi dalam kitab tafsirnya mengatakan, ayat ini menjadi salah satu bukti bahwa Allah swt. tidak hanya memerintah umat Islam untuk beribadah, sehingga melupakan urusan dunia. Juga tidak hanya memerintah untuk bekerja dan lupa pada akhirat. Akan tetapi Allah memerintah untuk melakukan keduanya sebagaimana waktu yang telah ditentukan.

Menurut Syekh asy-Sya’rawi, ayat di atas memiliki dua makna yang sangat pokok, yaitu; (1) berkaitan dengan urusan agama; dan (2) berkaitan dengan urusan dunia. Dan keduanya merupakan program (manhaj) yang sudah menjadi sunnatullah.

Pada poin pertama, Allah tidak menghendaki terjadinya transaksi atau perniagaan antara umat Islam yang dilakukan bersamaan dengan waktu shalat Jumat dilaksanakan. Pada poin kedua, Allah juga tidak menghendaki umat Islam meninggalkan pekerjaan dan berdiam diri dalam masjid setelah melakukan shalat.

Oleh karenanya, ketika waktu shalat Jumat dikumandangan, semua umat Islam harus pergi ke masjid dan meninggalkan pekerjaannya. Setelah selesai, kembali lagi pada pekerjaannya seperti semula. Hal ini sebagaimana tergambar pada ayat ke 10, Allah memerintahkan (baca: menganjurkan) umat Islam untuk pergi meninggalkan masjid guna mencari rezeki Allah yang ada di dunia. (Syekh Mutawalli, Tafsir al-Khawathir lisy-Sya’rawi, juz I, halaman 214).

Kenapa Melarang Jual Beli?

Secara umum, semua pekerjaan yang dilakukan sebelum shalat Jumat harus ditinggalkan ketika waktu shalat telah dikumandangkan. Akan tetapi, Syekh asy-Sya’rawi memberikan alasan tersendiri perihal kenapa dalam redaksi Al-Qur’an, Allah swt. melarang umat Islam untuk meninggalkan jual beli (bai’), bukan pekerjaan secara umum, seperti pertanian, pertukangan dan lainnya.

Menurut beliau, jual beli (bai’) merupakan salah satu pekerjaan yang bernilai dan selalu bersamaan dengan rezeki ketika ada pembeli. Orang yang bekerja dengan sistem pertanian, wirausaha, pertukangan dan lainnya harus menunggu waktu-waktu tertentu untuk bisa mendapatkan rezeki (upah). Hal ini tentu berbeda dengan jual beli, yang ketika ada pembeli akan mendapatkan rezeki tanpa harus menunggu waktu tertentu.

Alasan inilah yang kemudian disampaikan oleh Syekh asy-Sya’rawi perihal kenapa jual beli yang ditampilkan pada ayat di atas. Sebab menurutnya, tidak selayaknya meninggalkan shalat Jumat yang merupakan representasi seorang hamba kepada Tuhannya, sekaligus pengakuan dirinya yang tidak memiliki daya apapun, dan mengedepankan sesuatu yang nilainya sedikit (rezeki) berupa harta. (Tafsir al-Khawathir, juz I, halaman 982).

Bertebarlah untuk Mencari Rezeki

Setelah perniagaan ditinggalkan untuk melaksanakan kewajiban shalat Jumat, dan kewajiban telah dilakukan, maka Allah memerintahkan (baca: menganjurkan) umat Islam untuk kembali mencari rezeki dengan cara berniaga, bertani, bertukang, wirausaha dan lainnya.

Namun yang penting untuk diketahui oleh umat Islam adalah, jika shalat memiliki nilai ibadah yang tentunya mendapatkan pahala, maka bekerja untuk mencari rezeki juga bernilai pahala.

Syekh asy-Sya’rawi memberikan alasan yang sangat masuk akal perihal bekerja yang bernilai ibadah ini. Menurutnya, tegaknya Islam dan berlangsungnya ibadah kepada Allah tentu membutuhkan tunjangan hidup berupa rezeki. Tunjangan-tunjangan hidup manusia yang harus dipenuhi sebelum melakukan shalat adalah, makan, minum, tempat dan pakaian.

Semua ini tentu tidak bisa didapatkan oleh seseorang apabila ia tidak bekerja, atau tidak bisa membeli. Tentu semunya merupakan pelengkap untuk menyempurnakan kewajiban. Dengannya, orang yang bekerja akan selalu mendapatkan pahala.

Beliau memperkuat pendapatnya dengan salah satu kaidah fiqih, yaitu; “Suatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan (sesuatu) tersebut, maka mendapatkannya adalah kewajiban.

وَلِذَلِكَ يَكُوْنُ الْإِنْتِشَارُ فِي الْأَرْضِ وَالْبَحْثُ عَنِ الرِّزْقِ عِبَادَةً

“Oleh karenanya, bertebaran (untuk mencari rezeki) di muka bumi, dan membahas perihal ekonomi bisa (bernilai) ibadah.” (Tafsir al-Khawathir, hal. 1506).

Alhasil, semua pekerjaan yang bisa menjadi penyebab kesempurnaan ibadah dan mengesakan Allah bernilai ibadah. Oleh karenanya, tidak sepatutnya seorang hamba menganggap bahwa ibadah hanyalah shalat, puasa, zakat dan haji, tidak. Semua yang membantu untuk melaksanakan kewajiban juga termasuk ibadah, misalnya mencari rezeki dan lainnya.

Hanya saja, menurut Syekh asy-Sya’rawi, kenapa mayoritas umat Islam menganggap bahwa ibadah hanyalah shalat, puasa, zakat dan lainnya, sebab ia menjadi identitas dan simbol khusus umat Islam yang tidak dilakukan pemeluk agama lain. Sedangkan mencari rezeki, bekerja, wirausaha dan lainnya sama-sama dilakukan oleh umat Islam pemeluk agama lain.

Tinggalkanlah Sesuatu yang Tidak ada Manfaat

Pada ayat 11 surat Al-Jumu’ah di atas, Allah memerintahkan umat Islam untuk meninggalkan perdagangan (tijarah) dan permainan (lahwun) untuk segera menuju Allah swt. Sebab, apa yang ada di sisi-Nya jauh lebih baik dari keduanya.

Menurut Syekh asy-Sya’rawi, yang dimaksud dengan permainan (lahwun) pada ayat di atas, adalah setiap pekerjaan yang bisa membuat lupa atas apa yang diperintahkan. Oleh karenanya, semua pekerjaan, baik bekerja, bermain, bertani dan lainnya, yang bisa menjadi penyebab lupa pada kewajiban maka juga termasuk dari kata lahwun, apabila sampai berpotensi lupa pada shalat dan kewajiban lainnya. (Tafsir al-Khawathir, hal. 7237).

Demikian penjelasan Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi atas surat al-Jumu’ah ayat 9-11 perihal kewajiban meninggalkan pekerjaan untuk shalat Jumat dan anjuran bekerja setelah selesai melakukannya.

Baca juga tulisan lainnya tentang Tafsir Syekh Muhammad Mutawallai asy-Sya’rawi di sini.

Kontributor

  • Sunnatullah

    Pegiat Bahtsul Masail dan Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Bangkalan Madura.