Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Tafsir Syekh Sya’rawi Tentang Alasan Al-Quran Turun dengan Bahasa Arab

Avatar photo
69
×

Tafsir Syekh Sya’rawi Tentang Alasan Al-Quran Turun dengan Bahasa Arab

Share this article

Al-Quran adalah kitab rujukan seluruh umat Islam di dunia. Kitab ini diturunkan oleh Allah Swt. dengan menggunakan bahasa Arab.

Allah Swt. menegaskan bahasa Arab sebagai bahasa al-Quran ini dalam firman-Nya:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (QS. Yusuf [12]: 02).

Lantas, mengapa al-Quran turun dengan berbahasa Arab padahal ia bukan hanya kitab suci orang Arab saja, melainkan sebagai pedoman seluruh umat Islam di dunia baik kalangan Arab maupun non-Arab? Untuk itu, tulisan ini hendak menghadirkan pandangan Syekh asy-Sya’rawi dalam menjawab persoalan ini.

Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi lahir pada tanggal 16 April 1911 M. Pakar tafsir kelahiran Mesir ini pernah menjabat sebagai Menteri Wakaf dan Urusan Al-Azhar pada pemerintahan Presiden Anwar Sadat.

Tidak genap satu tahun, ia meninggalkan jabatannya ini. Ia memfokuskan dirinya untuk mendalami ilmu tafsir sehingga ia diperhitungkan sebagai pakar tafsir terkemuka di abad ke-20 (al-‘ashr a-hadist). Masterpiece-nya dalam bidang tafsir adalah berjudul Tafsir Asy-Sya’rawi yang terdiri dari 20 jilid. Ia wafat pada tanggal 17 Juni 1998 di usianya yang ke-87 tahun.

Baca juga: 

Dalam kitab tafsirnya, Tafsir Asy-Sya’rawi jilid 11 halaman 6823, ia menjelaskan, al-Quran menggunakan bahasa Arab sebab umat pertama yang menjadi sasaran dakwah Rasulullah Saw. adalah orang-orang Arab.

Mereka pada zaman diutusnya Nabi Muhammad sebagai Rasul adalah orang yang pakar dalam bidang sastra. Mereka ahli balaghah, fashahah, dan syi’ir. Ketika berkumpul di pasar semisal, setiap kabilah membangga-banggakan dirinya masing-masing melalui syair-syairnya yang fasih dan penuh dengan nilai sastra.

Dari situ, Rasulullah Saw. tidak mungkin dapat menantang (tahaddi) mereka kecuali memiliki mukjizat berupa al-Quran yang juga berbahasa Arab dan dipenuhi nilai-nilai sastra, agar dapat mendukungnya dalam menyampaikan pesan-pesan Allah Swt. kepada mereka.

Dalam hal ini, untuk membuktikan kebenaran dan kemukjizatan al-Quran harus memenuhi syarat adanya tahaddi (tantangan) yang dapat melemahkan mereka sehingga dapat mengakui kebenaran al-Quran sebagai kitab yang datang dari Allah Swt.

I’jaz dalam bahasa Arab adalah menisbatkan dan membuktikan ketidakmampuan kepada orang lain. Ketika dikatakan “اَعْجَزَ الرَّجُلُ اَخَاهُ” (seseorang melemahkan saudaranya) maka maksudnya adalah seseorang itu telah membuktikan ketidakmampuan saudaranya akan suatu hal. Atau dikatakan “اَعْجَزَ القُرْآنُ النَّاسَ” (al-Quran melemahkan manusia) maksudnya adalah al-Quran telah membuktikan ketidakmampuan manusia untuk mendatangkan karya yang menyamai al-Quran.

Abdul Wahab Khalaf dalam kitab Ilmu Ushul Fiqh, halaman 25, menjelaskan bahwa I’jaz atau membuktikan ketidakmampuan kepada orang lain tidak akan terwujud kecuali setelah memenuhi tiga hal:

Pertama, attahaddi (tantangan). Yaitu, adanya tantangan untuk berlomba, berduel dan bertanding.

Kedua, al-muqtadhi (hal yang menghendaki). Yaitu adanya hal yang mendorong orang yang ditantang untuk berlomba, berduel dan bertanding.

Ketiga, ‘adam al-mani’ (tidak ada penghalang). Yaitu tidak adanya penghalang yang mencegah orang yang ditantang untuk berlomba.

Al-Quran dalam hal ini telah memenuhi tiga komponen di atas. Dalam banyak ayat, al-Quran mengajukan tantangannya.

Semisal (untuk menyebut satu contoh saja) al-Quran menyatakan, “Dan jika kamu meragukan (al-Quran) yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya, dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (QS. Al-Baqarah [2]: 23)

Di samping itu, al-Quran menggunakan bahasa Arab, lafal-lafalnya diambilkan dari huruf-huruf Arab hijaiyah, dan ungkapan-ungkapannya sesuai dengan struktur gaya bahasa Arab. Akan tetapi orang-orang Arab pada saat itu tidak ada satu pun yang mampu memenuhi tantangan al-Quran. Padahal mereka adalah ahli ilmu bayan dan di tengah-tengah mereka ada yang mahir dalam ilmu fashahah dan balaghah.

Baca juga:

Alasan yang lain sebagaimana tertera dalam QS. Yusuf [12]: 2 adalah “agar kalian berpikir” (لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ). Syekh asy-Sya’rawi dalam kitab tafsirnya menjelaskan, ayat itu bertujuan membangkitkan akal dalam memikirkan suatu hal, sehingga manusia dapat menerima sesuatu yang ditawarkannya melalui akal. Hal ini tentu berbeda dengan orang yang bermaksud menipu (mudallis) yang tidak memberikan kesempatan akal memikirkan sesuatu yang ditawarkan.

Analogi sederhananya, kata Syekh asy-Sya’rawi, adalah ketika seorang pedagang menawarkan barang dagangannya dan ia menyebutkan kebagusan-kebagusannya, serta memberikan kesempatan orang yang ditawari merenungi melalui akalnya, dan ia tidak menyangkal, maka hal ini menunjukkan bahwa ia benar-benar percaya barang itu memang bagus. Sedangkan ketika barang dagangan yang ditawarkan tidak bagus, maka pedagang tidak akan memberikan kesempatan orang yang ditawari untuk merenungkan barang itu melalui akalnya. Nah, ketika orang yang ditawari memikirkan barang dagangan itu terlebih dahulu maka ia akan tahu mana pedagang yang menipu dan yang tidak.

Al-Quran dalam hal ini telah memberikan kesempatan orang-orang Arab yang ahli balaghah dan fashahah itu untuk merenungkan al-Quran dengan akalnya. Al-Quran juga diturunkan secara berangsur-angsur selama sekitar 23 tahun. Waktu yang cukup lama untuk memberikan kesempatan orang-orang Arab untuk menyangkal kemukjizatan al-Quran. Akan tetapi mereka tidak mampu.

Hal ini berarti bahwa al-Quran adalah benar-benar kalamullah sebagai petunjuk bagi umat Rasulullah Saw. Dan ini pula sebagai alasan kuat kenapa al-Quran turun dengan berbahasa Arab. Wallahu a’lam.

Kontributor

  • Hamim Maftuh Elmy

    Mahasantri Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Situbondo. Sekarang tengah melanjutkan studi di Universitas al-Azhar Kairo Mesir.